007 Hubungannya Dengan Khalifah Sulaiman bin Yazid – Imam Muhammad Al-Baqir Putra Imam Ali Zain ul-Abidin

Dari Kitab:

IMAM MUHAMMAD AL-BAQIR R.A.
PUTRA
IMAM ALI ZAIN UL-ABIDIN R.A.

Oleh: H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini

Penerbit: C.V. Toha Putera - Semarang

Hubungannya dengan para “Khalīfah” Sulaimān bin Yazīd.

Sulaimān bin Yazīd adalah “Khalīfah” Bani Umayyah pada masa awal keimaman Imām Muḥammad al-Bāqir r.a. Ia menerima penyerahan kekuasaan pada tahun 97 Hijriah. Tidak berbeda dengan para “Khalīfah” Bani Umayyah sebelumnya, Sulaimān bin Yazīd pun bergelimang dalam berbagai macam cara hidup yang sama sekali berlawanan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Katakanlah itu soal pribadi, tetapi apakah patut jika seorang yang bergelar “Khalīfah” atau “Amīrul-Mu’minīn” memberi contoh amat buruk kepada kaum Muslimin? Kecuali itu ia tetap melaksanakan garis politik anti Ahlul-Bait Rasul Allah s.a.w. dengan segala bentuk tindakannya yang bengis dan kejam terhadap setiap orang yang dicurigai sebagai pengikut Imām ‘Alī bin Abī Thālib r.a.

Dialah seorang “Khalīfah” yang memerintahkan Penguasa Makkah dan Madīnah, Khālid bin ‘Abdullāh al-Qisriy, supaya membuat sumur “Zamzam” tiruan untuk menyaingi sumur Zamzam yang asli di Makkah. Dari sekelumit tindakannya itu saja sudah cukup diketahui bagaimana sesungguhnya pemikiran Sulaimān bin Yazīd terhadap agama Islam. Kalau terhadap agama saja ia sudah sedemikian “nekat”, apalagi terhadap kaum Muslimin yang dipandang akan dapat merugikan kedudukan dan kekuasaannya. Bukan hanya penduduk biasa saja yang menderita perlakuan sewenang-wenang dari kekuasaan Sulaimān bin Yazīd, bahkan para anggota pasukan yang berada di medan perang menghadapi musuh pun tidak luput dari tindakannya yang tak semena-mena.

Pada masa kekuasaannya muncul orang-orang yang menuntut supaya kekhalifahan dikembalikan ke tangan orang Bani Hāsyim (Ahlul-Bait) demi keselamatan ummat dan agama Islam. Mereka itu dipimpin oleh Abū Hāsyim ‘Abdullāh bin Muḥammad bin ‘Alī bin Abī Thālib r.a. Abū Hāsyim inilah yang pada akhirnya menjadi sasaran pembunuhan gelap dengan racun, di tengah perjalanan sekembalinya dari Damaskus memenuhi panggilan Sulaimān bin Yazīd. Membunuh lawan politik dengan racun secara gelap pada masa kekuasaan Bani Umayyah memang merupakan “mode” yang amat terkenal dalam sejarah, terutama pada masa kekuasaan al-Ḥajjāj bin Yūsuf.

Terjadi suatu keanehan menggelikan. Ketika Sulaimān bin Yazīd berada di Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, ia merasa bingung karena tidak mengerti bagaimana cara melakukan ibadah itu. Ia memanggil beberapa orang ulam fiqh yang dekat dengan istananya untuk memberi petunjuk tentang manasik haji. Ternyata para “ulama” itu memberi petunjuk yang berlainan satu sama lain, sehingga menambah bingungnya Sulaimān bin Yazīd….. Peristiwa itu memang aneh, lebih-lebih karena Sulaimān bin Yazīd sendiri adalah “Amīrul-Mu’minīn”. Namun di dunia ini memang banyak hal-hal yang aneh tapi nyata!

Bagaimanakah cara Imām Muḥammad al-Bāqir r.a. melawan kesewenang-wenangan dan kerusakan akhlak Sulaimān? Ia tidak melawan Sulaimān dengan kekuatan senjata, tetapi menelanjangi keburukan-keburukannya di depan umum dengan contoh perbuatan nyata. Yang kami maksud ialah, Imām al-Bāqir r.a. memperlihatkan keagungan budipekerti dan keluhuran perilaku dalam pergaulannya sehari-hari dengan masyarakat, yaitu budipekerti dan perilaku utama yang berlawanan seratus delapan puluh derajat dengan perangai dan moral Sulaimān bin Yazīd. Dengan demikian, masyarakat dapat membedakan dengan jelas mana “emas” dan mana “loyang”, bagaimana seorang Imām dari Ahlul-Bait dan bagaiman “Khalīfah” dari Bani Umayyah. Bersamaan dengan itu Imām Muḥammad al-Bāqir r.a. terus-menerus menjelaskan kepada setiap orang, perkosaan apa yang telah dilakukan oleh Sulaimān terhadap hak-hal kaum Muslimin, terhadap kewajiban Risālah suci (agama Islam), terhadap kewajibannya sendiri sebagai penguasa, dan terhadap keadilan serta kemanusiaan. Itulah cara perlawanan yang ditempuh oleh Imām Muḥammad al-Bāqir r.a. Sudah tentu bahayanya tidak lebih ringan dibanding dengan perlawanan secara phisik. Keampuhannya pun melebihi ujung pedang.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *