Bab 6
WĀḤIDIYYAH (ke-Tunggal-an)
Al-Wāḥidiyyah (ke-Tunggal-an), ‘ibārat tempat tajallī inti (dzāt)-Nya yang terlanskapkan dalam sifat-sifat al-Ḥaqq, karena sifat-Nya merupakan bagian integral (elan vital) inti (dzāt)-Nya, melalui penta‘biran seperti ini, dapat dipahami bahwa sifat-sifat yang termanifestasikan merupakan inti sesuatu yang disifatinya, dan masing-masing sifat merupakan inti sesuatu yang disifatinya, dan masing-masing sifat merupakan inti yang lain. Dengan ta‘bir ini semantis logikanya nama, al-Muntaqim (Yang Menuntut Bela) di dalamnya terkandung inti (dzāt) Allah, dan Allah inti al-Muntaqim, lebih dari itu al-Muntaqim juga inti al-Mun‘im (Yang Memberi Nikmat), sebab al-Mun‘im adalah lawan daripada sifat al-Muntaqim. Demikian pula jika tampak sifat al-Wāḥidiyyah (ke-Tunggal-an), pada an-Ni‘mah (kenikmatan), maka ia merupakan inti nikmat, seperti halnya ia inti Niqmah (bencana). Karena Niqmah adalah lawan daripada Ni‘mah, ni‘mah yang ‘ibārat rahmat itu, merupakan inti niqmah (bencana) yang diibaratkan inti ‘adzāb (siksa), sedang Niqmah yang merupakan siksa, ‘ibārat inti Ni‘mah yang merupakan inti rahmat. Semua itu merupakan i‘tibār penampakkan inti (dzāt)-Nya pada sifat-sifatNya dan bekas-bekas sifat-Nya, serta pada segala sesuatu yang manifestasi Wāḥidiyyah-Nya tertampakkan. Namun demikian tajallī dalam dimensi ini berdasarkan i‘tibār ketunggalan, bukan berdasarkan i‘tibār pemberian hak kepada masing-masing (sesuatu) yang termanifestasikan, itulah sejatinya makna Tajalliy-udz-Dzātiy (manifestasi inti).
Ketahuilah, bahwasanya perbedaan antara Aḥadiyyah, Wāḥidiyyah, Ulūhiyyah adalah, Aḥadiyyah tidak tampak di dalamnya nama-nama dan sifat-sifatNya, ia ‘ibārat kemurnian al-Ḥaqq, yang tidak terkait dengan segala sesuatu selain inti (dzāt)-Nya, ia murni inti Dzāt. Sedangkan Wāḥidiyyah tampak di dalamnya nama-nama dan sifat-sifatNya serta pengaruh-pengaruhNya, akan tetapi berdasarkan hukum inti (dzāt)-Nya, bukan berdasarkan ragam kontradiktifnya, masing-masing adalah inti yang lain. Adapun Ulūhiyyah tampak di dalamnya nama-nama dan sifat-sifatNya berdasarkan hukum yang dimiliki masing-masing wujud, dalam Ulūhiyyah ini tertampakkan bahwa al-Mun‘im (Yang Memberi Nikmat) lawan daripada al-Muntaqim (Yang Menuntut Bela), pun sebaliknya al-Muntaqim lawan daripada al-Mun‘im, demikian pula dengan sifat-sifat dan sifat-sifat al-Ḥaqq lainnya. Demikian halnya Aḥadiyyah juga tertampakkan dalam Ulūhiyyah, namun sejalan (pararel) dengan hukum Aḥadiyyah. Maka Ulūhiyyah dengan segala manifestasi-Nya, adalah sentra (tempat) penampakkan pemberian hak kepada masing-masing yang berhak. Sedang Aḥadiyyah tempat penampakkan (Sesungguhnya Allah, tidak ada satupun bersama-Nya). Adapun Wāḥidiyyah merupakan tempat penampakkan sebagaimana termaktub dalam firman-Nya: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali al-Ḥaqq.” (Q.S. al-Qashash 28: 88). Atas dasar itulah Aḥadiyyah lebih tinggi dibandingkan Wāḥidiyyah, karena ia terkait dengan kemurnian inti (dzāt)-Nya, sedangkan Ulūhiyyah lebih tinggi dibandingkan Aḥadiyyah, karena ia memberi Aḥadiyyah haknya. Maka hukum Ulūhiyyah, sejatinya adalah pemberian hak kepada masing-masing yang berhak, Ulūhiyyah merupakan nama-nama tertinggi dan sifat-sifat tertinggi, keutamaan Ulūhiyyah atas Aḥadiyyah seperti keutamaan Kulli (universal) atas Juz’iy (parsial), keutamaan Aḥadiyyah atas tempat (sentra) Tajjalī Dzāt, seperti keutamaan Asal atas Cabang, sedang keutamaan Wāḥidiyyah atas tempat Tajalliyāt, seperti keutamaan perkumpulan atas ketercerai-beraian. Telisik dan tafakkuri dengan seksama! Di manakah posisimu di antara makna-makna di atas, makna-makna yang mana pula yang ada pada dirimu? Cari jawabannya dalam dirimu!