006 Hal2 Yang Haram Sebab Hadats – FIQH Populer Terjemah FATHUL MU’IN

FIQH Populer
Terjemah Fath-ul-Mu‘in
Penulis: Syaikh Zainuddin bin ‘Abdul-‘Aziz al-Malibari
(Judul Asli: Fatḥ-ul-Mu’īni Bi Syarḥi Qurrat-il-‘Aini Bi Muhimmāt-id-Dīn)

Penerjemah: M. Fikril Hakim, S.H.I. dan Abu Sholahuddin.
Penerbit: Lirboyo Press.

HAL-HAL YANG

HARAM SEBAB HADATS

 

(خَاتِمَةٌ) يَحْرُمُ بِالْحَدَثِ: صَلَاةٌ وَ طَوَافٌ وَ سُجُوْدٌ، وَ حَمْلُ مُصْحَفٌ، وَ مَا كُتِبَ لِدَرْسِ قُرْآنٍ وَ لَوْ بَعْضَ آيَةٍ كَلَوْحٍ. وَ الْعِبْرَةُ فِيْ قَصْدِ الدِّرَاسَةِ وَ التَّبَرُّكِ بِحَالَةِ الْكِتَابَةِ دُوْنَ مَا بَعْدَهَا، وَ بِالْكَاتَبِ لِنَفْسِهِ أَوْ لِغَيْرِهِ تَبَرُّعًا، وَ إِلَّا فَآمِرُهُ لَا حَمْلُهُ مَعَ مَتَّاعٍ، وَ الْمُصْحَفُ غَيْرُ مَقْصُوْدٍ بِالْحَمْلِ وَ مَسُّ وَرَقِهِ، وَ لَوْ لِبَيَاضٍ أَوْ نَحْوِ ظَرْفٍ أُعِدُّ لَهُ وَ هُوَ فِيْهِ، لَا قَلْبُ وَرَقِهِ بِعَوْدٍ إِذَا لَمْ يَنْفَصِلْ عَلَيْهِ، وَ لَا مَعَ تَفْسِيْرٍ زَادَ وَ لَوِ احْتِمَالًا. وَ لَا يُمْنَعُ صَبِيٌّ مُمَيَّزٌ – مُحْدِثٌ وَ لَوْ جُنُبًا – حَمْلُ وَ مَسُّ نَحْوِ مُصْحَفٍ لِحَاجَةِ تَعَلُّمِهِ وَ دَرْسِهِ وَ وَسِيْلَتِهِمَا، كَحَمْلِهِ لِلْمَكْتُبِ وَ الْإِتْيَانِ بِهِ لِلْمُعَلِّمِ لِيُعَلِّمُهُ مِنْهُ. وَ يَحْرُمُ تَمْكِيْنُ غَيْرُ الْمُمَيِّزِ مِنْ نَحْوِ مُصْحَفٍ، وَ لَوْ بَعْضَ آيَةٍ، وَ كِتَابَتُهُ بِالْعَجَمِيَّةِ، وَ وَضْعُ نَحْوِ دِرْهَمٍ فِيْ مَكْتُوْبِهِ، وَ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ. وَ كَذَا جَعْلُهُ بَيْنَ أَوْرَاقِهِ – خِلَافًا لِشَيْخِنَا – وَ تَمْزِيْقُهُ عَبَثًا، وَ بَلْعُ مَا كُتِبَ عَلَيْهِ لَا شُرْبُ مَحْوِهِ، وَ مَدُّ الرِّجْلِ لِلْمُصْحَفِ مَا لَمْ يَكُنْ عَلَى مُرْتَفِعٍ. وَ يُسَنُّ الْقِيَامُ لَهُ كَالْعَالِمِ بَلْ أَوْلَى، وَ يُكْرَهُ حَرْقُ مَا كُتِبَ عَلَيْهِ إِلَّا لِغَرَضِ نَحْوِ صِيَانَةٍ، فَغَسْلُهُ أَوْلَى مِنْهُ.

Haram sebab berhadats melakukan shalat, (1) thawaf, (2) sujud, (3) membawa mushhaf, dan benda yang ditulis al-Qur’ān dengan tujuan untuk dirasah (4) (nderes; jawa) – walaupun sebagian ayat –seperti papan tulis. Penilaian di dalam tujuan untuk dirasah atau untuk mencari barakah adalah terletak ketika menulis bukan setelah hal tersebut, dan juga terletak pada penulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain dengan cuma-cuma. Jika tidak cuma-cuma, maka niat terletak pada orang yang menyuruh. Tidak haram membawa mushhaf bila bersamaan dengan benda lain, sedang mushhaf tidak dimaksud untuk dibawa. (5) Haram menyentuh kertas mushhaf walaupun pada bagian yang kosong atau walaupun mushhaf tersebut berada pada wadah khusus yang telah disiapkan dan mushhaf ada di dalamnya. Tidak haram membuka lembaran mushhaf dengan kayu asal lembaran tersebut tidak terlepas dari kayu tersebut. Juga tidak haram ketika besertaan dengan tafsir yang melebihi dari tulisan mushhaf walaupun masih kemungkinan. Anak kecil yang telah tamyiz dan berhadats walaupun junub tidak boleh untuk dilarang membawa dan menyentuhnya sebab kebutuhan belajar dan mengajinya, begitu pula kebutuhan perantara keduanya seperti membawanya ke tempat belajar dan ke hadapan guru supaya guru tersebut mengajarinya. Haram membiarkan selain anak yang tamyiz untuk membawa atau menyentuh sejenis mushhaf walaupun sebagian ayat. (6) Haram menulisnya selain dengan huruf ‘Arab, haram pula meletakkan sejenis uang dirham di bagian yang tertulis mushhaf dan ilmu syari‘at, begitu pula menjadikan uang dirham di antara lembaran-lembarannya, sedang guru kami berbeda pendapat. Haram menyobek mushhaf tanpa tujuan dan menelan barang yang bertuliskan mushhaf (7). Tidak haram meminum air leburannya. Haram memanjangkan kaki ke arah mushhaf selama mushhaf itu tidak berada pada tempat yang tinggi. Disunnahkan untuk berdiri karena mushhaf seperti berdiri untuk orang alim bahkan untuk mushhaf lebih utama. Dimakruhkan membakar barang yang bertuliskan mushhaf kecuali karena ada tujuan untuk menjaganya, namun membasuh lebih utama dari pada membakarnya.

وَ يَحْرُمُ بِالْجَنَابَةِ الْمُكْثُ فِي الْمَسْجِدِ وَ قِرَاءَةُ قُرْآنٍ بِقَصْدِهِ، وَ لَوْ بَعْضَ آيَةٍ، بِحَيْثُ يَسْمَعُ نَفْسَهُ وَ لَوْ صِبِيًّا – خِلَافًا لِمَا أَفْتَى بِهِ النَّوَوِيُّ -. وَ بِنَحْوِ حَيْضٍ، لَا بِخُرُوْجِ طَلْقٍ، صَلَاةٌ وَ قِرَاءَةٌ وَ صَوْمٌ. وَ يَجِبُ قَضَاؤُهُ لَا الصَّلَاةُ، بَلْ يَحْرُمُ قَضَاؤُهَا عَلَى الْأَوْجَهِ.

Haram sebab janabah berdiam di dalam masjid, (8) menyengaja membaca al-Qur’ān (9) walaupun sebagian ayat sekira terdengar diri sendiri walaupun anak kecil, berbeda dengan fatwa Imām Nawawī. Haram dengan sebab sesamanya haid tidak dengan sebab keluarnya darah saat melahirkan. (10) – untuk melakukan shalat, membaca al-Qur’ān dan puasa. Wajib untuk mengqadha’ puasa dan tidak wajib mengqadha’ shalat, bahkan haram hukumnya menurut pendapat yang lebih unggul. (11).

 

Catatan:

1). Walaupun shalat sunnah. Keharaman ini bagi selain seorang yang selalu hadats dan orang yang tidak menemukan alat bersuci, maka diperbolehkan baginya shalat dengan hadats, namun harus mengulanginya. I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 80 Darul-Fikr.

2). Dengan semua jenis thawaf, sebab thawaf semakna dengan shalat. I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 80 Darul-Fikr.

3). Sujud tilawah atau syukur sebab dua sujud ini juga semakna dengan shalat. I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 80 Darul-Fikr.

4). Dikecualikan dari tujuan dirasah adalah tujuan lainnya seperti tujuan dijadikan jimat. I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 80 Darul-Fikr.

5). Menurut Imām Ibnu Hājar ketika mushhaf dibawa dengan benda lain, maka keharaman membawa mushhaf tersebut saat hadats terjadi pada tiga permasalahan: Ketika menyengaja membawa mushhaf saja, besertaan dengan niat membawa selain mushhaf, atau dimutlakkan. Dan halal pada satu kasus yakni dengan niat membawa selain mushhaf saja. Sedangkan Imam Ramli yang haram hanya pada satu kasus yakni ketika menyengaja mushhaf saja. Untuk selainnya hukumnya boleh. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 81 Darul-Fikr.

6). Dalam kitab I‘āb disebutkan bahwa anak kecil yang belum tamyiz boleh menyentuh mushhaf unutk kebutuhan belajarnya bila hal itu di hadapan walinya. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 83 Darul-Fikr

7). Sebab mushhaf yang ditelan akan bertemu dengan najis yang ada dalam perut dan itu menghina mushhaf. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 84 Darul-Fikr

8). Tambahan dari keharaman dalam hadats kecil yang telah disebutkan. Artinya semua yang telah diharamkan bagi orang hadats kecil juga diharamkan bagi seorang yang janabah. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 85 Darul-Fikr

9). Dengan niat al-Qur’ān saja atau dengan niat lain. Berbeda bila tidak dengan niat tersebut seperti niat dzikir menjaganya dan lain-lain, maka hukumnya tidak haram. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 85 Darul-Fikr

10). Sebab bukanlah termasuk darah haid dan bukan nifas. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 85 Darul-Fikr

11). Menurut Imām Ramlī hukumnya makruh dan sah menjadi sunnah mutlak tanpa pahala. . I‘ānah Thālibīn, Juz. 1 Hal. 81 Darul-Fikr

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *