PERKARA YANG MEMBATALKAN WUDHU’
Sebab-sebab yang membatalkan wudhu’ ada empat. (11) Yang pertama adalah (yakin keluarnya sesuatu) yang selain spermanya sendiri (22) baik berupa benda atau angin, basah ataupun kering, yang telah lumrah keluar seperti air kencing atau jarang seperti darah bawasir atau yang lainnya, terpisah ataupun tidak (33) seperti cacing yang mengeluarkan kepalanya lantas kembali lagi. (dari salah satu dari dua jalan) orang yang berwudhu’ (yang masih hidup) (44) baik itu anus ataupun alat kelamin. (Walaupun) perkara yang keluar adalah (penyakit bawasir) yang tumbuh di dalam anus, lalu penyakit itu keluar atau semakin keluar, namun seorang yang sangat alim yakni Imām al-Kamāl ar-Raddād berfatwa bahwa keluarnya penyakit bawasir sendiri tidaklah membatalkan wudhu’, namun yang membatalkan adalah dengan sebab sesuatu yang keluar dari efek penyakit itu seperti darah. Dari Imam Malik: Tidaklah batal wudhu’ dengan sebab benda yang jarang keluar.
(Yang) keduanya adalah (hilangnya akal) maksudnya adalah kesadarannya dengan sebab mabuk, gila, epilepsi atau tidur sebab hadits yang shaḥīḥ: Barang siapa tidur, maka berwudhu’lah. Dikecualikan dengan hilangnya kesadaran adalah mengantuk dan permulaan mabuk, maka dua hal tersebut tidak membatalkan wudhu’ seperti ketika seorang ragu apakah telah tertidur atau hanya mengantuk. Sebagian dari tanda mengantuk adalah masih mendengar pembicaraan orang yang ada walaupun tidak faham. (Tidak) dengan hilangnya kesadaran (sebab tidur) dengan posisi duduk (yang menetapkan pantatnya di tempat duduknya) (55) walaupun ia bersandar pada suatu benda sekira benda tersebut hilang, maka ia akan ambruk, atau walaupun ia tidur dengan posisi memeluk lutut sedang di antara tempat duduk dan menetapnya tidak ada renggang. (66) Batal wudhu’nya seorang yang menetapkan pantatnya yang tersadar setelah kondisi pantat tidak pada tempat menetapnya. Tidak batal wudhu’nya orang yang ragu apakah menetapkan pantat atau tidak?, apakah kedua pantatnya tidak pada kondisi di tempat menetapnya sebelum sadar atau setelahnya? Yakin bermimpi besertaan tidak ingat tidur tidaklah memberi dampak sama sekali. Berbeda bila ketika ragu tentang hal itu sebab yakin bermimpi merupakan hal yang lebih diunggulkan dari salah satu dari dua sisi keraguan. (77)
Yang ketiganya adalah menyentuh kemaluan manusia atau tempat terpotongnya walaupun milik mayit atau anak kecil, baik kemaluan tersebut kelamin atau anus, masih menempel atau sudah terputus (88) kecuali anggota yang terputus di saat khitan. (99) Anggota yang batal disentuh dari anus adalah dua bibir lubang anus dan dari kelamin wanita adalah dua bibir vagina, tidak bagian selain dari keduanya seperti tempat khitan. Benar tidak membatalkan, namun disunnahkan berwudhu’ dari menyentuh sejenis bulu kemaluan, bagian dalam pantat, (1010) dua testis, rambut yang tumbuh di atas dzakar, pangkal paha, menyentuh wanita kecil, menyentuh lelaki tampan yang belum berkumis, menyentuh orang berpenyakit lepra, menyentuh orang Yahudi, setelah bekam, melihat dengan syahwat, walaupun pada mahramnya, mengucapkan maksiat, marah, membawa mayit dan menyentuhnya, memotong kuku dan mencukur kumis, dan mencukur rambut. Dikecualikan dari manusia adalah kemaluan hewan sebab hewan tidaklah menimbulkan nafus oleh karena itu diperbolehkan untuk melihat kemaluannya. (Menyentuh yang dapat membatalkan adalah bila dengan menggunakan bagian dalam telapak tangan) sebab sabda Rasūl s.a.w.: Barang siapa menyentuh kemaluan – dalam satu riwayat – Barang siapa menyentuh dzakar, maka berwudhu’lah. Batin telapak tangan adalah bagian dalam dari telapak tangan, batin jari-jari, dan anggota yang membengkok ke arah keduanya ketika ditelangkupkan dengan sedikit menekan, (1111) bukan ujung jari-jari dan anggota yang berada di antara jari-jari dan sisi telapak tangan.
(Yang) keempatnya adalah (bertemunya kulit lelaki (1212) dan perempuan) walaupun dengan tanpa syahwat, dan walaupun salah satunya dipaksa satu mayit namun wudhu’nya mayit tidaklah batal. Yang dikehendaki dari kulit dalam bab ini adalah selain rambut, gigi dan kuku seperti yang telah disampaikan guru kita dan selain batin mata. (1313) Hal itu karena firman Allah: Atau kalian semua menyentuh wanita. Kalau seandainya seseorang ragu apakah ia menyentuh rambut atau kulit, maka wudhu’nya tidak batal seperti kasus ketika tangannya berada di atas kulit, namun ia tidak tahu apakah kulit tersebut milik lelaki atau wanita atau seseorang ragu, apakah ia menyentuh mahram atau wanita lain. Guru kita mengatakan dalam Syaraḥ ‘Ubāb: Kalau seandainya ada seorang yang adil memberi kabar bahwa yang ia sentuh adalah wanita lain atau kabar tentang kentut saat tidur dengan menetapkan pantatnya, maka wajib untuk mengindahkan ucapannya. (1414)
(Besertaan keduanya telah dewasa), maka tidak membatalkan dengan sebab pertemuan dua kulit anak kecil atau salah satunya sebab tiadanya tempat praduga timbulnya syahwat. (1515) Yang dimaksud anak kecil adalah anak yang belum menimbulkan nafsu secara umumnya. (Tidak batal) bertemunya dua kulit yang di antara keduanya (terdapat sifat mahram) dengan sebab jalur pernikahan (1616) karena tidak adanya kecurigaan timbulnya syahwat. Kalau seandainya mahramnya serupa dengan wanita lain yang dapat terhitung jumlahnya kemudian ia menyentuh salah satu wanita itu maka wudhu’nya tidak batal. Begitu pula bila dengan wanita lain yang tak terhitung menurut pendapat yang unggul. (Keyakinan telah berwudhu’ atau telah hadats tidaklah dapat hilang dengan dugaan sebaliknya) dan juga tidak dengan keraguan dengan pemahaman yang lebih utama. Maka orang itu harus mengambil hukum yang yakin sebagai upaya untuk melanggengkan hukum semula.
Catatan: