005-2 Cabang Permasalahan 1-2 – Perihal Sunnat-Sunnat Wudhu’ – Kifayat-ul-Akhyar (3/3)

KIFĀYAT-UL-AKHYĀR
(Kelengkapan Orang Shalih)
Oleh: Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhamamd al-Husaini

Bahagian Pertama
Penerjemah: K.H. Syarifuddin Anwar, K.H. Mishbah Mushthafa
Penerbit: BINA IMAN

Rangkaian Pos: 005 Perihal Sunnat-Sunnat Wudhu' - Kifayat-ul-Akhyar

Di dalam kitab ini, pengarang meninggalkan beberapa lagi sunnat yang lain. Di antaranya, mengusap leher. Imām Rāfi‘ī menganggap shaḥīḥ di dalam Syaraḥ ash-Shaghīr bahwa mengusap leher hukumnya sunnat. Imām Rāfi‘ī di dalam Syaraḥ al-Kabīr membuat hujjah bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah berkata:

مَسْحُ الرَّقَبَةِ أَمَانٌ مِنَ الْغِلِّ.

Mengusap leher, boleh membuat aman dari dengki.

Kata Imām Rāfi‘ī ini ditentang oleh Imām Nawawī, yang berkata: Tidak sunnat mengusap leher. Sebab tidak ada Hadits yang tetap mengenai sunnatnya mengusap leher. Maka dari itu Imām Syāfi‘ī tidak menyebut “mengusap leher”. Demikian juga para Ulama Madzhab Syāfi‘ī yang dulu-dulu, dan inilah yang benar. Imām Nawawī berkata di dalam Syaraḥ al-Muhadzdzab: Haditsnya “mengusap leher” itu maudhū‘. Syaikh Hamāwī, yang mensyarah kitab at-Tanbīh berkata: Qaul jadīd, mengusap leher tidak sunnat. Yang dikehendaki oleh kata-kata Syaikh Hamāwī tersebut, yakni dalam masalah ini terdapat dua qaul. Wallāhu a‘lam.

Di antara sunnat-sunnatnya wudhū’ ialah doa-doa yang dibaca seusai membasuh anggota wudhū’. Demikian kata Imām Rāfi‘ī. Imām Nawawī berkata: Doa-doa ini tidak ada asalnya. Dan tidak ada yang menerangkan doa-doa tersebut, kecuali Imām Syāfi‘ī dan kebanyakan Ulama Madzhab Syāfi‘ī.

Di antara sunnat-sunnatnya wudhū’ ialah meninggalkan “minta bantuan” apakah makruh minta bantuan itu? Ada dua wajah. Imām Nawawī berkata: Dua wajah ini berlaku, manakala orang itu minta bantuan kepada orang lain untuk menuangkan air bagi dirinya. Yang ashaḥḥ, tidak makruh. Kalau meminta bantuan orang lain untuk membasuhkan anggota wudhū’nya, hukumnya makruh tanpa khilāf. Kalau meminta bantuan mengambilkan air, tidak mengapa. Tidak boleh dikatakan Khilāf-ul-Aulā (menyalahi keutamaan). Kalau ada uzur, tidak mengapa meminta bantuan kepada orang lain, tanpa ada khilāf.

Di antara sunnat-sunnatnya wudhū’, yaitu apakah disunnatkan meninggalkan “mengelap?” Di dalam masalah ini ada beberapa wajah. Qaul yang shaḥīḥ, meninggalkan “mengelap” sunnat. Demikian ini dianggap shaḥīḥ oleh Imām Nawawī di dalam kitabnya ar-Raudhah. Ada yang mengatakan: Boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, sama saja. Qaul ini dipilih oleh Imām Nawawī di dalam Syaraḥ al-Muhadzdzab.

Ada yang mengatakan: Disunnatkan secara mutlak. Ada yang mengatakan: Makruh, jika pada musim kemarau, dan tidak makruh jika pada musim hujan. Imām Nawawī berkata di dalam Syaraḥ al-Muhadzdzab. Penempatan khilāf ini, jika tidak ada keperluan mengelap dikarenakan panas atau dingin, atau dikarenakan terkena najis. Kalau ada keperluan, maka tidak makruh tanpa khilāf. Dan tidak boleh dikatakan Khilāf-ul-Aulā (menyalahi keutamaan).

Di antara sunnatnya wudhū’ ialah tidak mengkibas-kibaskan kedua tangannya. Sebab sabda Nabi Muḥammad s.a.w.:

إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَلَا تَنْفُضُوْا أَيْدِيَكُمْ فَإِنَّهَا مَرَاوِحُ الشَّيْطَانِ.

Jika kamu berwudhū’, hendaknya jangan mengkibas-kibaskan tanganmu. Sebab mengkibas-kibaskan tangan itu adalah kipasnya syaitan.

Riwayat Ibnu Abī Ḥātim dan lain-lain.

Jadi andaikata orang itu melanggar, dan mengkibas-kibaskan tangannya, menurut apa yang telah diterangkan oleh Imām Rāfi‘ī, hukumnya adalah makruh. Kata Imām Rāfi‘ī ini ditentang oleh Imām Nawawī, yang me-rājiḥ-kan hukumnya tidak makruh, akan tetapi “boleh”. Menjalankan atau tidak menjalankan, sama saja. Di dalam kitab at-Taḥqīq, Imām Nawawī berkata: Khilāf-ul-Aulā (menyalahi keutamaan). Hadits di muka tadi, menurut Imām Nawawī di dalam Syaraḥ al-Muhadzdzab, dha‘īf, tidak dikenal oleh Ulama Ahli Hadits.

Di antara sunnat-sunnatnya wudhū’ ialah berturut-turut (muwālāh). Berturut-turut hukumnya wajib menurut qaul qadīm. Dan hendaklah sesudah membaca basmalah, membaca:

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا.

Segala pujian bagi Allah yang telah menjadikan air ini mensucikan.”

Kemudian menyela-nyela cincin, menjaga hal-hal yang perlu dilakukan dengan cara berhati-hati. Hendaklah memulai dari bagian atas ketika membasuh muka dan memulai dari bagian muka ketika mengusap kepala; ketika membasuh tangan dan kaki hendaklah memulai dari ujung jari, jika darinya sendiri yang menuangkan air. Jika orang lain yang menuangkannya, hendaklah memulai dari sikunya atau dari kedua tapak tangannya (yakni ada dua qaul).

Di antara sunnat-sunnatnya wudhū’ ialah hendaknya air jangan sampai kurang dari satu mud, dan jangan melewati batas; dan tidak lebih dari tiga kali; dan hendaknya tidak berkata-kata waktu berwudhū’, dan tidak menepukkan air ke muka (wajah).

Dan sesudah berwudhu’, hendaklah membaca doa ini:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ. اللهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَ اجْعَلْنِيْ مِنَ الْمَتَطَهِّرِيْنَ. سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْكَ.

Aku bersaksi, bahwa tidak ada tuhan yang aku sembah kecuali hanya Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muḥammad itu Utusan Allah. Ya Allah! Sudilah Engkau menjadikan diriku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan sudilah Engkau menjadikan diriku termasuk orang-orang yang bersuci. Maha Suci Engkau, ya Allah, perkenankan aku memuji-muji Engkau. Aku bersaksi, tidak ada tuhan yang aku sembah kecuali Engkau. Aku meminta ampun kepada-Mu dan aku kembali taat kepada-Mu.

Masih ada banyak lagi sunnat-sunnat wudhū’ yang lain yang diterankan di dalam kitab-kitab yang luas panjang pembahasannya, yang ditinggalkan di sini karena khawatir berkepanjangan. Wallāhu a‘lam.

Cabang Permasalahan (2)

Andaikata orang itu ragu dalam membasuh sebagian anggotanya pada pertengahan “bersuci”, apa yang diragukan tersebut, tidak diperhitungkan. Tetapi setelah selesai berwudhū’, ragu-ragu itu tidak lagi membahayakan menurut qaul yang rājiḥ. Sebab terlalu banyaknya ragu-ragu, selain daripada yang tampak adalah sudah sempurna bersucinya.

Di dalam membasuh anggota wudhū’, disyaratkan airnya harus mengalir pada anggota yang dibasuh, tanpa ada khilāf. Wallāhu a‘lam.

1 Komentar

  1. Lexi berkata:

    Terima kasih guru ilmunya

Tinggalkan Balasan ke Lexi Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *