004-0 Perihal Wudhu’ – Kifayat-ul-Akhyar

KIFĀYAT-UL-AKHYĀR
(Kelengkapan Orang Shalih)
Oleh: Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhamamd al-Husaini

Bahagian Pertama
Penerjemah: K.H. Syarifuddin Anwar, K.H. Mishbah Mushthafa
Penerbit: BINA IMAN

Rangkaian Pos: 004 Perihal Wudhu' - Kifayat-ul-Akhyar

[Fasal]

Perihal Wudhū’

Berkata Syaikh Abū Syuja‘:

(فَصْلٌ: وَ فَرَائِضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةٌ: النِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ).

[Fardhunya wudhū’ ada enam: Pertama: Niat, sewaktu membasuh muka].

Ketahuilah, di dalam berwudhū’ itu terdapat beberapa syarat dan fardhu. Syarat-syaratnya berwudhū’ ialah Islam, pandai atau cerdik (mumayyiz), airnya suci-mensucikan, tidak ada māni‘ (sesuatu yang menghalang-halangi atau yang mencegah) yang dapat dilihat, misalnya berupa kotoran, atau Māni‘ Syar‘ī seperti haidh dan nifas, dan sudah masuk pada waktunya bagi orang yang dalam keadaan dharurat, seperti perempuan mustaḥadhah dan orang yang kentutnya terus-menerus.

Adapun fardhunya wudhū’ ada enam, seperti telah disebutkan oleh pengarang di atas. Fardhunya wudhū’ yang pertama yaitu: Niat. Sebab sabda Nabi Muḥammad s.a.w.:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

Segala amal itu tidak sah, jika tidak dengan niat.”

(Riwayat Bukhārī dan Muslim).

Niat itu hukumnya fardhu dalam bersuci dari hadats, tetapi tidak wajib dalam hal menghilangkan najis, menurut qaul yang shaḥīḥ. Tujuan mencuci najis yaitu menghilangkan najis. Menghilangkan najis itu boleh berhasil dengan jalan membasuhnya; lain dengan hadats. Bersuci dari hadats itu beribadah. Jadi, membutuhkan niat seperti pada ibadah-ibadah lain. Demikian kata Imām Rāfi‘ī.

Syarat sahnya niat ialah Islam. Jadi tidak dianggap sah wudhū’nya orang kafir dan mandinya, menurut qaul yang shaḥīḥ, sebab niat itu ibadah, sedangkan orang kafir bukan ahli ibadah. Bersucinya orang murtad juga tidak sah, tanpa ada khilāf, yaitu untuk memberatkan hukum ke atas orang yang murtad.

Waktunya niat yang diwajibkan ialah ketika pertama kali membasuh sebagian dari wajah atau muka. Sebab membasuh muka merupakan permulaan ibadah yang wajib. Orang tidak diberi pahala atas sunnat-sunnat yang dikerjakan sebelumnya. Cara-cara berniat jika orangnya sehat (tidak berpenyakit), hendaknya berniat dengan salah satu dari tiga perkara ini. Yaitu:

  1. Niat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats.
  2. Niat agar diperbolehkan mengerjakan shalat atau lainnya yang tidak boleh dikerjakan kecuali dengan bersuci.
  3. Niat fardhunya wudhū’ atau niat menjalankan kewajiban berwudhū’. Walaupun orangnya masih kecil (kanak-kanak).

Imām Nawawī berkata di dalam Syaraḥ al-Muhadzdzab: Andaikata orang tersebut berniat “bersuci untuk shalat” atau “bersuci untuk selain shalat,” yaitu segala sesuatu yang bergantung pada wudhū’, wudhū’-nya sudah cukup. Demikian ini diterangkan juga di dalam kitab at-Tanbīh.

Andaikata ada orang berniat “bersuci” saja, tidak mengatakan “bersuci dari hadats”, menurut qaul yang shaḥīḥ wudhū’nya tidak mencukupi. Sebab bersuci itu ada kalanya dari hadats dan ada kalanya dari najis. Jadi harus ada niat yang membedakan.

Andaikata ada orang yang hanya berniat wudhū’ saja, sah wudhū’nya menurut qaul yang ashaḥḥ, tersebut di dalam kitab at-Taḥqīq dan Syaraḥ al-Muhadzdzab. Lain dengan orang yang mandi janabah, berniat dengan hanya “mandi” saja, tidak cukup mandinya. Al-Mawardī membedakan antara wudhū’ dan mandi. Kalau wudhū’ tidak ada yang berlaku untuk selain ibadah. Tidak seperti mandi. Andaikata orang itu berniat “menghilangkan hadats’ dan untuk “membolehkan segala yang menghalang” maka niat yang demikian itu adalah niat yang boleh mencakup segala-segalanya.

Kalau orangnya berpenyakit, seperti orang yang mempunyai penyakit terus-menerus kencing, atau perempuan yang mustaḥadhah, kalau berwudhū’, niatnya ialah untuk membolehkan segala yang menghalang menurut qaul yang shaḥīḥ. Tidak sah, jika ia berniat menghilangkan hadats, sebab hadats orang tersebut terus-menerus dan tidak pernah hilang atau tidak putus-putus. Ada yang mengatakan: Wajib mengumpulkan antara niat menghilangkan hadats dan niat untuk membolehkan segala yang menghalang. Ada juga yang mengatakan cukuplah berniat dengan salah satunya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *