Agama Kristen Masuk ke Najran – Sirah Nabawiyyah Ibnu Hisyam (4/4)

SIRAH NABAWIYYAH IBNU HISYĀM
(Judul Asli: As-Sīrah an-Nabawiyyah li ibni Hisyām)
Penulis: Abū Muḥammad ‘Abd-ul-Mālik bin Hisyām al-Mu‘āfirī.

Penerjemah: Fadhli Bahri, Lc.
Penerbit: Darul Fikr.

Rangkaian Pos: Penguasaan Abu Karib Tubban Terhadap Kerajaan Yaman & Penyerangannya Terhadap Yatsrib | Sirah Nabawiyyah - Ibnu Hisyam

BAB 4
(Bagian 4)

PENGUASAAN ABŪ KARIB TUBBĀN TERHADAP KERAJAAN YAMAN DAN PENYERANGANNYA TERHADAP YATSRIB

Agama Kristen Masuk ke Najrān

Di Najrān terdapat sisa-sisa pengikut agama Nabi ‘Īsā ‘alaih-is-salām yang tetap komitmen dengan kitab Injīl. Mereka orang-orang mulia, dan orang-orang yang tetap istiqamah. Mereka mempunyai pemimpin yang bernama ‘Abdullāh bin ats-Tsāmir. Tempat asal agama tersebut adalah di Najrān, karena Najrān adalah negeri ‘Arab yang paling “bersih” untuk ukuran zaman ketika itu. Orang-orang Najrān sendiri dan orang-orang ‘Arab adalah para penyembah berhala-berhala. Sebab masuknya agama Kristen di Najrān, bahwa salah seorang sisa-sisa agama Kristen yang bernama Faimiyūn tinggal bersama mereka, kemudian ia mengajak mereka kepada agamanya, sampai kemudian mereka memeluk agamanya.

Perihal Faimiyūn

Ibnu Isḥāq berkata bahwa al-Mughīrah bin Abū Lubaid mantan budak al-Akhnas berkata kepadaku dari Wahb bin Munabbih al-Yamāni yang berkata, sebab masuknya agama Kristen di Najrān, bahwa salah seorang dari sisa-sisa pemeluk agama ‘Īsā yang bernama Faimiyūn adalah orang yang shalih, rajin, zuhud di dunia, dan doanya mustajab. Ia seorang pengembara yang gemar singgah di kampung-kampung. Ia keluar dari kampung yang ia tidak kenal di dalamnya menuju kampung lain yang ia tidak dikenal di dalamnya. Ia tidak makan kecuali dari hasil kerjanya sendiri. Ia pekerja bangunan. Ia sangat menghormati hari Ahad. Oleh karena itu, jika hari Ahad tiba ia tidak melakukan aktifitas apa pun. Pada hari Ahad, ia pergi ke tempat sepi kemudian shalat di dalamnya hingga petang hari.

Ibnu Isḥāq menambahkan: “Di suatu perkampungan, Faimiyūn melakukan aktivitas ibadahnya dengan sembunyi-sembunyi. Tanpa sepengetahuannya, ia diamati salah seorang penduduk kampung tersebut yang bernama Shāliḥ. Shāliḥ langsung mencintai Faimiyūn dengan cinta yang tidak pernah ia berikan kepada orang lain sebelum ini. Shāliḥ selalu menguntit ke mana pun Faimiyūn pergi tanpa sepengetahuan Faimiyūn. Hingga pada suatu hari Ahad, Faimiyūn pergi ke tempat kosong untuk melakukan ibadah seperti biasanya, dan Shāliḥ menguntitnya tanpa sepengetahuannya. Shāliḥ duduk di tempat tersembunyi dan ia tidak ingin tempatnya diketahui Faimiyūn. Faimiyūn berdiri untuk shalat, tiba-tiba naga besar yang berkepala tujuh datang ke tempatnya. Ketika Faimiyūn melihatnya, ia berdoa kemudian naga besar itu mati seketika. Shāliḥ melihatnya, namun ia tidak tahu apa sesungguhnya yang terjadi pada naga besar tersebut. Ia khawatir naga besar tersebut menyerang Faimiyūn. Kesabarannya hilang, ia pun berteriak keras: “Hai Faimiyūn, naga besar datang ke tempatmu.” Faimiyūn tidak menoleh kepadanya. Ia tetap melanjutkan shalatnya hingga selesai pada petang hari. Usai shalat, ia meninggalkan tempat tersebut. Faimiyūn mengetahui bahwa ia telah dikenal. Shāliḥ sendiri telah mengetahui bahwa Faimiyūn telah mengetahui tempatnya. Ia berkata kepada Faimiyūn: “Hai Faimiyūn, demi Allah, engkau mengerti bahwa aku sungguh mencintaimu, aku ingin bersahabat denganmu, dan tidak berpisah denganmu di mana pun engkau berada.” Faimiyūn berkata: “Terserah kepadamu. Aku seperti yang engkau lihat. Jika engkau merasa sanggup melakukannya, maka silakan saja.” Setelah itu Shāliḥ selalu bersama dengan Faimiyūn. Semua penduduk kampung tersebut hampir semua mengetahui perihal Faimiyūn. Jika seseorang menderita sakit, Faimiyūn mendoakannya dan orang tersebut pun sembuh. Namun ia tidak mau dipanggil ke rumah orang yang sakit. Dikisahkan, bahwa salah seorang dari warga kampung tersebut mempunyai anak yang buta, kemudian orang tersebut menanyakan perihal Faimiyūn. Dikatakan kepadanya: “Faimiyūn tidak mau datang kepada orang yang mengundangnya. Ia bekerja membuat rumah dan mendapatkan gaji dari pekerjaannya tersebut.” Kemudian orang tersebut meletakkan anaknya di kamarnya dan menutupinya dengan kain. Setelah itu, ia datang kepada Faimiyūn, dan berkata kepadanya: “Hai Faimiyūn, aku ingin engkau mengerjakan suatu pekerjaan di rumahku. Untuk itu, mari ikut aku ke rumahku agar engkau bisa melihat pekerjaan yang harus engkau kerjakan, kemudian engkau aku beri gaji atas pekerjaan tersebut.” Kemudian Faimiyūn berjalan bersama orang tersebut ke rumahnya hingga masuk ke kamarnya. Tiba di rumah orang tersebut, Faimiyūn berkata: “Pekerjaan apa harus aku kerjakan di rumahmu ini?” Orang tersebut berkata: “Ini dan itu.” Orang tersebut membuka kain dari anaknya, lalu berkata: “Hai Faimiyūn, anakku adalah satu dari hamba-hamba Allah yang menderita penyakit seperti engkau lihat. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah untuk anak ini!” Kemudian Faimiyūn berdoa untuk anak tersebut, dan hasilnya anak tersebut langsung berdiri seperti tidak pernah sakit.

Ketika itulah, Faimiyūn sadar, bahwa dirinya sudah diketahui orang banyak. Kemudian ia keluar dari kampung tersebut dengan diikuti Shāliḥ. Ketika Faimiyūn berjalan di salah satu daerah di Syam, ia melewati pohon besar dan dari pohon besar, ia dipanggil seseorang. Orang tersebut berkata: “Hai Faimiyūn” Faimiyūn berkata: “Ya.” Orang terebut berkata: “Aku tidak henti-hentinya menunggu kedatanganmu dan aku tidak bosan berkata: “Kapankah dia akan datang? Hingga ketika aku mendengar suaramu, maka aku tahu bahwa suara tersebut adalah suaramu. Engkau jangan meninggalkan tempat ini hingga engkau mengurusiku, karena aku akan mati sekarang.” Usai berkata seperti itu, orang tersebut meninggal dunia. Kemudian Faimiyūn mengurusinya dan menguburnya. Setelah itu, ia meninggalkan tempat tersebut dengan ditemani Shāliḥ hingga keduanya tiba di salah satu daerah di jazirah ‘Arab. Tiba di daerah tersebut, penduduk setempat menangkap keduanya, kemudian keduanya diambil rombongan musafir dari penduduk setempat. Rombongan musafir tersebut meneruskan perjalanannya dengan membawa keduanya kemudian mereka menjual keduanya di Najrān. Penduduk Najrān ketika itu memeluk agama orang-orang ‘Arab. Mereka menyembah pohon kurma tinggi yang ada di tengah-tengah mereka. Pohon kurma tersebut mempunyai hari raya dalam setiap tahun. Pada hari raya, orang-orang Najrān menggantungkan di atasnya semua pakaian yang indah dan perhiasan wanita-wanita. Mereka datang ke pohon kurma tersebut dan menetap di sana hingga beberapa hari. Faimiyūn dibeli salah seorang tokoh mereka, dan Shāliḥ dibeli orang lain. Jika Faimiyūn melakukan shalat tahajjud di rumah yang diberikan tuannya, rumah tersebut memancarkan sinar hingga pagi hari, padahal di dalamnya tidak ada lampu. Kejadian ini disaksikan tuannya, dan ia pun tertarik terhadap apa yang dilihatnya. Ia menanyakan agama Faimiyūn, dan Faimiyūn menjelaskan agamanya. Faimiyūn berkata kepada tuannya: “Sesungguhnya kalian berada dalam kebatilan. Sesungguhnya pohon kurma tersebut tidak mampu memberikan madharat dan manfaat. Jika aku mau berdoa kepada Tuhan yang aku sembah, pasti Tuhanku menghancurkan pohon kurma tersebut. Dialah Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” Tuannya berkata: “Allah agar Allah menghancurkan pohon kurma tersebut. Kemudian Allah mengirimkan angin lalu mencabut pohon kurma tersebut dari akarnya dan tumbang seketika. Orang-orang Najrān langsung memeluk agama Faimiyūn dan Faimiyūn menerapkan syariat agama Nabi ‘Īsā bin Maryam ‘alaih-is-salām kepada mereka. Setelah itu, terjadilah pada mereka peristiwa-peristiwa yang terjadi di tempat lain (timbul ajaran Trinitas). Jadi dari Najrān agama Kristen muncul di negeri ‘Arab.