003 Penyebab Keluarnya ‘Amr Bin ‘Amir Dari Yaman Dan Kisah Tentang Bendungan Ma’rib – Sirah Nabawiyyah – Ibnu Hisyam

SIRAH NABAWIYYAH IBNU HISYĀM
(Judul Asli: As-Sīrah an-Nabawiyyah li ibni Hisyām)
Penulis: Abū Muḥammad ‘Abd-ul-Mālik bin Hisyām al-Mu‘āfirī.

Penerjemah: Fadhli Bahri, Lc.
Penerbit: Darul Fikr.

BAB 3

 

PENYEBAB KELUARNYA ‘AMR BIN ‘ĀMIR DARI YAMAN DAN KISAH TENTANG BENDUNGAN MA‘RIB

 

Penyebab keluarnya ‘Amr bin ‘Āmir dari Yaman seperti dikatakan Abū Zaid al-Anshārī kepadaku, bahwa ia melihat tikus besar melubangi Bendungan Ma‘rib. Bendungan tersebut adalah tempat penampungan air, dan mereka bebas mengalirkannya ke sawah ladang mereka. ‘Amr bin ‘Āmir berkesimpulan bahwa bendungan tidak bisa dibiarkan seperti itu. Oleh karena itu, ia berniat angkat kaki dari Yaman. Namun kaumnya membuat jebakan jahat untuknya. Mereka memerintahkan anak bungsunya; jika ia dikasari ayahnya dan ditampar, ia harus membalasnya dengan menamparnya. Anak bungsu ‘Amr bin ‘Āmir mengerjakan perintah kaumnya kepadanya, kemudian ‘Amr bin ‘Āmir berkata: “Aku tidak akan bertempat tinggal di daerah di mana di daerah tersebut aku ditampar oleh anak bungsuku.” Setelah itu, ‘Amr bin ‘Āmir menawarkan asset-asset yang dimilikinya. Salah seorang dari pemuka-pemuka Yaman berkata: “Manfaatkan kemarahan ‘Amr bin ‘Āmir!” Kemudian mereka membeli barang-barang ‘Amr bin ‘Āmir. Sesudah itu, ‘Amr bin ‘Āmir pergi dari Yaman dengan anaknya, dan cucunya. Orang-orang Azd berkata: “Kami tidak akan berpisah dengan ‘Amr bin ‘Āmir.” Mereka pun menjual barang-barang miliknya, lalu ikut keluar bersama ‘Amr bin ‘Āmir hingga berhenti di daerah-daerah ‘Akka dengan maksud pergi ke daerah-daerah lain. Namun mereka diperangi ‘Akka, dan kemenangan silih berganti diraih kedua belah pihak. Tentang peperangan tersebut, ‘Abbās bin Mirdās menulis syair-syairnya yang telah kami sebutkan sebelumnya. Setelah itu, mereka mereka dari ‘Akka dan pergi berpencar-pencar menuju daerah yang berbeda. Keluarga Jafnah bin ‘Amr bin ‘Āmir berhenti di Syam, al-Aus dan al-Khazraj berhenti di Yatsrib. Khuzā‘ah berhenti di Marrā. Azd as-Sarāh berhenti di Sarāh. Azd ‘Ummān berhenti di ‘Umān. Setelah itu, Allah ta‘ālā mengirimkan banjir ke bendungan tersebut dan menghancurkannya. Tentang peristiwa tersebut, Allah ta‘ālā menurunkan ayat-Nya kepada Rasūl-Nya, Muḥammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam:

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya. (Negeri kalian) adalah negeri yang baik dan (Tuhan kalian) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’ Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar. (Saba’: 15-16)

Yang dimaksud dengan kata al-‘arimi pada ayat di atas ialah banjir, dan kata tunggalnya ialah al-‘arimah seperti dikatakan kepadaku oleh Abū ‘Ubaidah.

Al-A‘syā yaitu A‘syā Bani Qais bin Tsa‘labah bin ‘Ukābah bin Sha‘b bin ‘Alī bin Bakr bin Wā’il (bin Qasith – tidak ada dalam teks bahasa ‘Arabnya – S.H.) bin Hinbi bin Afshā bin Jadīlah bin Asad bin Rabī‘ah bin Nizār bin Ma‘add berkata:

Padahal yang demikian terdapat suri-teladan bagi orang-orang yang mau mencontoh:

Dan Ma‘rib telah hancur binasa oleh banjir

Marmer telah dibangun Ḥimyar untuk mereka

Jika angin telah datang, ia tidak menyisakan apa-apa

Tanaman dan buah anggur diairi dengan penuh

Oleh air mereka ketika air tersebut dibagi

Kemudian mereka menjadi orang-orang yang tidak mampu memberi

air kepada bayi yang hendak disapih

Syair-syair di atas adalah bagian dari syair-syair A‘syā.

Ibnu Hisyām berkata: “Ada yang mengatakan Afshā dan bukan A‘syā. Ia anak Du‘mī bin Jadīlah.”

Nama asli A‘syā adalah Maimūn bin Qais bin Jandal bin Syarāḥīl bin ‘Auf bin Sa‘ad bin Dhubai‘ah bin Qais bin Tsa‘labah.

Umaiyyah bin Abush-Shalt ats-Tsaqafī-nama asli Tsaqīf adalah Qasiyyu bin Munabbih bin Bakr bin Hawāzin bin Manshūr bin ‘Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin ‘Ailān bin Mudhar bin Nizār bin Ma‘add bin ‘Adnān-berkata:

Dari Saba’ yang datang ke Ma‘rib

Ketika mereka membangun bendungan di bawah banjir

Syair-syair di atas adalah penggalan dari syair-syair Umaiyyah bin Abush-Shalt. Ada yang mengatakan syair-syair di atas milik an-Nābighah al-Ja‘dī. Nama lengkap Qais ialah Qais bin ‘Abdullāh, salah seorang dari Bani Ja‘dah bin Ka‘ab bin Rabī‘ah bin Sha‘sha‘ah bin Mu‘āwiyah bin Bakr bin Hawāzin.

Pembahasan masalah ini sangat panjang, dan saya hanya menyebutkannya secara ringkas.

 

Mimpi Rabī‘ah bin Nashr

Ibnu Isḥāq berkata: “Rabī‘ah bin Nashr adalah raja Yaman di antara sekian banyak raja-raja at-Tabābi‘ah. Dalam tidurnya, ia mimpi melihat hal yang menakutkan. Ia panggil semua dukun, penyihir, dan ahli nujum. Setelah mereka berkumpul, ia berkata kepada mereka: “Aku mimpi melihat hal yang menakutkan. Oleh karena itu, jelaskan kepadaku arti mimpiku!” Mereka berkata kepada Rabī‘ah bin Nashr: “Coba paduka ceritakan mimpi paduka kepada kami, niscaya kami jelaskan: “artinya kepada paduka!” Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Jika aku ceritakan mimpiku kepada kalian, aku tidak puas dengan penjelasan kalian, karena sesungguhnya arti mimpiku tidak diketahui kecuali oleh orang yang telah mengetahuinya sebelum aku ceritakan mimpiku kepadanya.” Salah seorang dari mereka berkata: “Jika itu yang diinginkan paduka, maka suruhlah seseorang untuk memanggil Sathīḥ dan Syiqq, karena tidak ada orang yang lebih ahli daripada keduanya, dan keduanya pasti bisa menjelaskan apa yang paduka tanyakan”.”

 

Nasab Syiqq dan Sathīḥ

Nama asli Sathīḥ adalah Rabi‘ bin Rabī‘ah bin Mas‘ūd bin Mazin bin Dzi’b bin ‘Adī bin Māzin bin Ghassān.

Sedang nasab Syiqq, ia anak Sha‘b bin Yasykur bin Ruhm bin Afrak bin Qasr bin ‘Abqar bin Anmār bin Nizār. Anmār adalah Abū Bajīlah dan Khats‘am.

 

Nasab Bajīlah

Ibnu Hisyām berkata bahwa orang-orang Yaman berkata: “Bajīlah adalah anak Anmār bin Irāsy bin Liḥyān bin ‘Amr bin al-Ghauts bin Nabt bin Mālik bin Zaid bin Kahlān bin Saba’. Ada yang mengatakan Irāsy adalah anak ‘Amr bin Liḥyān bin al-Ghauts. Bajīlah dan Khats‘am bertempat tinggal di Yaman.”

 

Penjelasan Arti Mimpi Rabī‘ah bin Nashr oleh Sathīḥ

Ibnu Isḥāq berkata: “Kemudian Rabī‘ah bin Nashr mengutus seseorang menemui Sathīḥ dan Syiqq. Sathīḥ datang kepada Rabī‘ah bin Nashr lebih cepat daripada Syiqq.

Rabī‘ah bin Nashr berkata kepada Sathīḥ: “Sesungguhnya aku mimpi melihat hal yang menakutkan, maka coba tebak mimpiku tersebut, sebab jika tebakanmu tepat, maka tepat pula penjelasanmu tentang artinya.”

Sathīḥ berkata: “Ya, engkau bermimpi melihat benda hitam yang keluar dari tempat yang gelap, kemudian benda tersebut jatuh ke tanah datar, kemudian semua makhluk hidup memakannya.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Tebakanmu tidak salah wahai Sathīḥ. Sekarang jelaskan arti mimpi tersebut?”

Sathīḥ berkata: “Aku bersumpah dengan malam dan siang, bahwa orang-orang Ḥabasy pasti menginjak negeri kalian, dan mereka pasti menguasai daerah Abyan hingga Jurasy.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Demi ayahmu wahai Sathīḥ, sesungguhnya hal ini sungguh menyakitkan kita semua. Kapan itu terjadi? Apakah pada zamanku, atau zaman sesudahku?”

Sathīḥ berkata: “Tidak pada zamanmu, namun sesudah zamanmu. Enam puluh atau tujuh puluh tahun yang akan datang.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah daerah-daerah tersebut terus-menerus berada dalam kekuasaan mereka atau tidak selama-lamanya?”

Sathīḥ berkata: “Tidak selama-lamanya. Daerah-daerah tersebut berada dalam kekuasaan mereka hanya selama tujuh puluhan tahun lebih, karena setelah itu mereka dibunuh dan keluar daripadanya dengan lari terbirit-birit.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Siapakah yang membunuh dan mengusir mereka?”

Sathīḥ menjawab: “Orang tersebut adalah Iram bin Dzī Yazan. ia mendatangi mereka dari arah ‘Adan dan tidak menyisakan seorang pun di antara mereka di Yaman.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah daerah-daerah tersebut selama-lamanya berada dalam kekuasaannya, atau tidak?”

Sathīḥ berkata: “Tidak selama-lamanya.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Siapakah yang menghentikannya?”

Sathīḥ berkata: “Seorang Nabi yang suci yang mendapatkan wahyu dari Dzat Yang Mahatinggi.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Nabi tersebut berasal dari mana?”

Sathīḥ berkata: “Ia berasal dari salah seorang dari Bani Ghālib bin Fihr bin Mālik bin an-Nadhr. Kekuasaan berada dalam genggaman kaumnya hingga akhir zaman.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah zaman mempunyai akhir?”

Sathīḥ berkata: “Ya, pada hari manusia generasi pertama hingga generasi terakhir dikumpulkan di dalamnya. Pada hari itu, orang-orang yang berbuat baik mendapatkan kebahagiaan, dan orang-orang jahat mendapatkan kecelakaan.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah yang engkau katakan ini benar?”

Sathīḥ berkata: “Ya, Demi sinar merah setelah matahari terbenam, demi malam yang gelap gulita, dan demi subuh jika telah menyingsing, sesungguhnya apa yang aku katakan kepadamu adalah benar.”

Setelah itu, Syiqq datang dan berkata persis seperti yang dikatakan Sathīḥ. Rabī‘ah bin Nashr menyembunyikan ucapan Sathīḥ untuk mengetahui apakah ucapan Syiqq sama dengan ucapan Sathīḥ, ataukah berbeda.

Syiqq berkata: “Ya, engkau melihat benda hitam yang keluar dari tempat gelap, kemudian benda-benda hitam tersebut jatuh di padang rumput dan anak bukit, kemudian ia dimakan semua makhluk hidup”.”

Ibnu Isḥāq menambahkan: “ketika Syiqq berkata seperti itu, Rabī‘ah bin Nashr mengerti bahwa ucapan Syiqq sama dengan ucapan Sathīḥ, dan bahwa ucapan keduanya betul-betul sama. Bedanya, Sathīḥ mengatakan bahwa benda hitam tersebut jatuh di tanah datar kemudian dimakan segala makhluk hidup, sedang Syiqq berkata bahwa benda hitam tersebut jatuh di antara padang rumput dan anak bukit.

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Sedikit pun engkau tidak salah, wahai Syiqq. Sekarang, bagaimana penjelasanmu tentang arti mimpi tersebut?”

Syiqq berkata: “Aku bersumpah dengan malam dan siang, sungguh orang-orang Sudan akan singgah di negeri kalian, mereka pasti memiliki gadis-gadis remaja, dan berkuasa di antara Abyan hingga Najrān.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Demi ayahmu wahai Syiqq, sungguh hal ini amat menyakitkan kita. Kapan itu terjadi? Apakah pada zamanku, atau zaman sesudahku?”

Syiqq berkata: “Tidak terjadi pada zamanmu, namun terjadi sesudah zamanmu. Kemudian kalian diselamatkan dari penguasaan mereka oleh orang besar yang hebat. Orang tersebut menimpakan kehinaan kepada mereka.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Siapakah orang agung yang hebat tersebut?”

Syiqq berkata: “Anak muda yang tidak rendah diri. Ia keluar menemui mereka dari rumah Dzī Yazan, dan tidak menyisakan seorang pun di Yaman.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah kekuasaannya bertahan lama, atau tidak?”

Syiqq berkata: “Kekuasaannya dihentikan oleh Rasūl yang diutus dengan membawa kebenaran dan keadilan, di antara orang-orang beragama dan orang-orang mulia. Kekuasaan berada dalam genggaman kaumnya hingga Hari Pengadilan.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah yang dimaksud dengan Hari Pengadilan?”

Syiqq berkata: “Hari Pengadilan yaitu hari di mana para penguasa mendapatkan balasan atas perbuatannya, dan seruan dikumandangkan dari langit. Seruan tersebut didengar seluruh makhluk hidup dan yang telah meninggal dunia. Pada hari tersebut keberuntungan dan kebaikan menjadi milik orang-orang yang bertaqwa.”

Rabī‘ah bin Nashr berkata: “Apakah yang engkau katakan ini benar?”

Syiqq berkata: “Demi Tuhan langit dan bumi, serta peningkatan dan perendahan (derajat) yang di dalamnya, sesungguhnya apa yang aku katakan kepadamu adalah kebenaran yang tidak ada kebatilan di dalamnya”.”

 

Hijrahnya Rabī‘ah bin Nashr

Ucapan Sathīḥ dan Syiqq di atas betul-betul membekas dalam hati Rabī‘ah bin Nashr, kemudian ia menyiapkan anak-anaknya dan keluarganya untuk pergi ke Irak dengan harapan langkahnya ini mendatangkan kemashlahatan bagi mereka, dan mengirimkan mereka kepada salah seorang raja Persia yang bernama Sābūr bin Khurrazādz. Sābūr menempatkan mereka di al-Ḥīrah. Di antara sisa anak keturunan Rabī‘ah bin Nashr adalah an-Nu‘mān bin al-Mundzir. Menurut nasab orang-orang Yaman, nasab an-Nu‘mān adalah an-Nu‘mān bin al-Mundzir bin an-Nu‘mān bin al-Mundzir bin ‘Amr bin ‘Adī bin Rabī‘ah bin Nashr.

Ibnu Hisyām berkata: “An-Nu‘mān ialah anak al-Mundzir bin al-Mundzir seperti dikatakan kepadaku oleh Khalal al-Aḥmar.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *