Bab 1
At-Tauhid
Firman Allah ta‘ālā:
(وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ.)
“Dan tidakkah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah [1] kepada-Ku.” (adz-Dzāriyāt [51]: 56).
Dan firman-Nya:
(وَ لَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُوْلًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ.)
“Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat itu seorang rasul (untuk menyerukan): “Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah taghut [2]”.” (an-Naḥl: 36).
Dan firman-Nya:
(وَ قَضى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوْا إِلَّا إِيَّاهُ وَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَا أُفٍّ وَ لَا تَنْهَرْهُمَا وَ قُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا. وَ اخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَ قُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا.)
“Dan Rabbmu telah memerintahkan: janganlah kalian menyembah selain Dia, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu atau keduanya telah lanjut usia dalam pemeliharaanmu, maka jangan kamu katakan “ah” kepada keduanya, dan jangan membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan merendah dirilah terhadap mereka berdua dengan penuh kasih-sayang, dan doakan mereka: “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu kecil.” (al-Isrā’ [17]: 23-24).
Dan firman-Nya:
(وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لَا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا…. )
“Beribadahlah kalian kepada Allah, dan jangan berbuat syirik, [1] kepada-Nya.” (an-Nisā’: 36).
Dan firman-Nya:
(قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَ لَا تَقْتُلُوْا أَوْلَادَكُمْ مِّنْ إمْلَاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَ إِيَّاهُمْ وَ لَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ وَ لَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ. وَ لَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ إِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ حَتّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَ أَوْفُوا الْكَيْلَ وَ الْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَ إِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَ لَوْ كَانَ ذَا قُرْبى وَ بِعَهْدِ اللهِ أَوْفُوْا ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَ اَنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَ لَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.)
“Katakanlah: “Kemarilah, akan kubacakan perkara yang diharamkan Rabbmu terhadap kalian, yaitu: jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan jangan membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang akan memberi rezeki untukmu dan anak-anakmu; dan jangan mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun tersembunyi; dan jangan membunuh jiwa yang Allah haramkan (untuk membunuhnya) kecuali karena alasan yang benar.” Itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu memahami(nya). Dan jangan kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia mencapai kedewasaannya. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata maka berkatalah dengan adil, meskipun terhadap kerabat(mu); dan penuhilah janji Allah. Demikianlah yang diwasiatkan Allah kepada kalian agar kalian ingat. Itulah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah; dan jangan kalian ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan lain itu akan memisahkan kalian dari jalan-Nya. Demikianlah perintah Allah kepada kalian agar kalian bertaqwa.” (al-An‘ām [6]: 151-153).
Ibnu Mas‘ūd r.a. berkata:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى وَصِيَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الَّتِيْ عَلَيْهَا خَاتَمُهُ فَلْيَقْرَأْ قَوْلَهُ تَعَالَى (قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا) إِلَى قَوْلِهِ (وَ أَنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا) الآية.
“Barang siapa ingin melihat wasiat berstempel cincin (kenabian) Muḥammad s.a.w., maka hendaknya ia membaca firman Allah ta‘ālā: “Qul ta‘ālau atlu mā ḥarrama rabbukum ‘alaikum allā tusyrikū bihi syai’an” sampai firman-Nya: “Wa anna hādzā shirāthī mustaqīman.” (yaitu QS al-An‘ām ayat 151-153).”
Dari Mu‘ādz bin Jabal r.a. ia berkata:
كُنْتُ رِدِيْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَقَالَ لِيْ: “يَا مُعَاذُ، أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ وَ مَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟ فَقُلْتُ: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: “حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَ لَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، وَ حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا “فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: “لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوْا.”
“Suatu ketika aku diboncengkan Nabi s.a.w. di atas seekor keledai. Beliau bersabda kepadaku: “Wahai Mu‘ādz! Tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: “Allah dan Rasūl-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah para hamba mengibadahi-Nya dan tidak berbuat syirik kepada-Nya sedikitpun. Dan hak hamba atas Allah adalah, bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya.” Aku berkata: “Ya Rasūlullāh, tidakkah aku sebarkan saja kabar gembira ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kamu sebarkan, nanti mereka akan bersikap pasrah saja.” (HR. Bukhārī dan Muslim dalam Shaḥīḥ mereka).
KANDUNGAN BAB.
1. Hikmah penciptaan jin dan manusia.
2. Ibadah itu adalah tauhid. Karena pertentangan yang terjadi (antara Rasūlullāh s.a.w. dengan orang kafir) adalah dalam masalah tauhid ini.
3. Barang siapa tidak melaksanakan tauhid ini, berarti belum mengibadahi Allah. Itulah makna ucapan Allah (Surat al-Kāfirūn [109]: 3).
(وَ لَا أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا أَعْبُدُ).
“Dan kalian bukanlah penyembah Dzāt yang aku sembah.”
4. Hikmah diutusnya para rasul.
5. Diutusnya para rasul telah mencakup seluruh umat manusia.
6. Agama para nabi adalah satu (yaitu tauhid, pent.).
7. Permasalahan yang besar, bahwa: ibadah kepada Allah tidak akan dapat terwujud kecuali dengan kufur atau mengingkari thaghut. Inilah makna firman Allah [Surat al-Baqarah [2]: 256).
(…. فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَ يُؤْمِنْ….)
“…. Barang siapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah….”
8. Thaghut itu mencakup semua yang disembah selain Allah.
9. Dalam pandangan as-Salaf, ketiga ayat muḥkamāt (yang jelas) di surat al-An‘ām memiliki kedudukan yang sangat agung. Di dalam ketiga ayat itu ada sepuluh perkara. Yang pertama adalah larangan terhadap syirik.
10. Ayat-ayat muḥkamāt pada surat al-Isrā’. Padanya terdapat delapan belas perkara, dimulai dengan firman Allah (Surat al-Isrā’ [17]: 22).
(لَا تَجْعَلْ مَعَ اللهِ إِلهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُوْمًا مَّخْذُوْلًا.)
“Janganlah kamu adakan Ilah yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).”
dan diakhir dengan firman-Nya (Surat al-Isrā’ [17]: 39):
(وَ لَا تَجْعَلْ مَعَ اللهِ إِلهًا آخَرَ فَتُلْقى فِيْ جَهَنَّمَ مَلُوْمًا مَّدْحُوْرًا.)
“Dan janganlah kamu mengadakan Ilah yang lain di samping Allah yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”
Dan Allah s.w.t. mengingatkan kita akan agungnya perkara-perkara ini, dengan firman-Nya (Surat al-Isrā’: 39).
(ذلِكَ مِمَّا أَوْحى إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ.)
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Rabbmu kepadamu.”
11. Ayat dalam surat an-Nisā’ yang dinamai dengan ayat “Hak-hak yang sepuluh”. Dimulai Allah dengan firman-Nya (Surat an-Nisā’ [4]: 36).
(وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لَا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا… )
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”
12. Peringatan terhadap wasiat Rasūlullāh s.a.w. diakhir hayat beliau.
13. Mengetahui hak Allah atas kita.
14. Mengetahui hak para hamba atas Allah jika para hamba melaksanakan hak-Nya.
15. Bahwasanya perkara ini tidak diketahui oleh mayoritas para shahabat.
16. Bolehnya menyembunyikan ilmu untuk suatu kemaslahatan.
17. Dianjurkan menyampaikan kepada sesama muslim suatu berita yang menggembirakannya.
18. Kekhawatiran Rasūlullāh s.a.w. terhadap sikap pasrah kepada keluasan rahmat Allah.
19. Ucapan orang yang ditanya sedangkan dia tidak tahu adalah: “Allāh wa Rasūluhu a‘lam” (Allah dan Rasūl-Nya lebih mengetahui),
20. Bolehnya mengkhususkan memberikan ilmu kepada sebagian orang tanpa yang lainnya.
21. Ketawadhu‘an Rasūlullāh s.a.w. karena mau menunggang himar (keledai) dengan memboncengkan orang lain.
22. Bolehnya memboncengkan orang lain di atas binatang.
23. Keutamaan Mu‘ādz bin Jabal.
24. Sangat agungnya perkara (tauhid) ini.
Catatan: