001 Ahl-ul-Bait – Al Hasan ra & Al Husain ra

Dari Buku:

SAYYIDĀ SYABĀB AHL-IL-JANNAH
AL-HASAN R.A. & AL-HUSAIN R.A.

Oleh: Achmad Zein Alkaf

Penerbit: Pustaka Albayyinat

AHLULBAIT

 

Ahl-ul-Bait adalah orang-orang yang mendapat keistimewaan dan keutamaan serta kedudukan tinggi dari Allah SWT. Di mana Allah SWT telah membersihkan mereka sesuci-sucinya. Allah berfirman :

إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت و يطهركم تطهيرا

(٣٣ : الاحزاب)

“Sesungguhnya Allah hendak menghapus segala noda dan kotoran (dosa) dari kalian AhlulBait dan hendak mensucikan kalian sesuci-sucinya.”

(Al-Aḥzāb-33)

Kemudian para ulama sepakat bahwa Ahl-ul-Kisā’, selain Rasūlullāh SAW yaitu Imām ‘Alī k.w., Siti Fāthimah r.a., Imām Ḥasan r.a. dan Imām Ḥusain r.a. adalah termasuk Ahl-ul-Bait. Di mana saat itu Rasūlullāh SAW bersabda:

اللهم هؤلاء أهل بيتي (رواه مسلم و الترمذي)

Yaa Allah mereka adalah AhlulBaitku.

(HR Muslim, Tirmidzī)

Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imām Aḥmad dan Imām Tirmidzī dari Ummu Salamah r.a., bahwa setelah turun Ayat-ut-Tathhīr, Rasūlullāh SAW menutupkan kain Kisā’-nya (sorbannya) di atas ‘Alī, Fāthimah, Ḥasan dan Ḥusain, seraya berkata:

اللهم هؤلاء أهل بيتي فأذهب عنهم الرجس و طهرهم تطهيرا

(رواه مسلم و الترمذي و أحمد و الحاكم)

Ya Allah, mereka adalah AhlulBaitku, maka hapuskanlah dari mereka dosa dan sucikan mereka sesuci-sucinya.

(HR. Muslim, Tirmidzī, Aḥmad dll.)

Sebuah hadist yang terkenal, yang diriwayatkan oleh Imām Muslim di dalam kitab Shaḥīḥ-nya, dari Zaid bin Arqām sebagai berikut: “Pada suatu hari Rasūlullāh berkhotbah di satu tempat yang ada sumber airnya yang dikenal dengan nama Khummām yang terletak antara kota Makkah dan Madīnah. Setelah beliau bertahmid dan memuji Allah serta memberikan wejangan beliaupun bersabda:

أما بعد ألا أيها الناس، فإنما أنا بشر يوشك أن يأتي رسول ربي فأجيب و أنا تارك فيكم ثقلين: أولها كتاب الله فيه الهدى و النور، فخذوا بكتاب الله و استمسكوا. فحث على كتاب الله و رغب فيه، ثم قال: و أهل بيتي، اذكركم الله في أهل بيتي، اذكركم الله في أهل بيتي، اذكركم الله في أهل بيتي، فقال له حصين: و من أهل بيته يا زيد؟ أليس نساؤه من أهل بيته، قال: نساؤه من أهل بيته، ولكن أهل بيته من حرم الصدقة بعده. قال: كل هؤلاء حرم الصدقة؟ قال: نعم.

(رواه مسلم و أحمد و الحاكم و الدارمي و ابن حبان و البزار و الطبراني)

Amma ba‘du: Hai orang-orang sesungguhnya aku adalah manusia, aku meresa akan datang utusan Tuhanku dan aku menyambutnya. Dan aku meninggalkan pada kalian dua bekal (pegangan), yang pertama Kitābullāh (Al-Qur’ān), didalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah (terimalah) Kitābullāh dan berpegang-teguhlah padanya. “Setelah Rasūlullāh menekankan Kitābullāh, kemudian berkata lebih lanjut. Dan AhlulBaitku, kuingatkan kalian kepada Allah mengenai AhlulBaitku, kuingatkan kalian kepada Allah mengenai AhlulBaitku, kuingatkan kalian kepada Allah mengenai AhlulBaitku.Kemudian Sahabat Ḥushain bertanya: “Siapa saja AhlulBaitnya hai Zaid ? Apakah Istri-Istrinya juga termasuk AhlulBait?, maka dijawab: Istri-Istrinya juga termasuk AhlulBait. AhlulBaitnya adalah mereka yang diharamkan menerima shadaqah”.

Lalu Ḥushain bertanya lagi: “Siapa saja mereka?” lalu dijawab: Mereka itu keluarga ‘Alī, keluarga ‘Aqīl, keluaga Ja‘far, dan keluarga ‘Abbās. Penanya bertanya lagi: “Semua itu diharamkan menerima shadaqah?” Dijawab : Ya.

(HR. Muslim, Aḥmad, al-Ḥākim, Ibnu Ḥibbān, al-Bazzār dan ath-Thabrānī)

Dengan dasar Hadist tersebut, para ulama berpendapat bahwa Istri-istri Rasūlullāh SAW juga termasuk Ahl-ul-Bait. Hal tersebut juga dikuatkan, bahwa ayat Tathhīr itu merupakan sambungan dari ayat-ayat yang diturunkan atau ditujukan kepada Istri-Istri Rasūlullāh SAW.

Kemudian diakhir hadist tersebut juga menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Ahl-ul-Bait adalah mereka yang diharamkan menerima Shadaqah. Mereka adalah keluarga ‘Alī, keluarga ‘Aqīl, keluarga Ja’far dan keluarga ‘Abbās. Hal tersebut juga dikuatkan oleh hadist yang lain, di mana Rasūlullāh SAW bersabda:

أنا آل محمد لا تحل لنا الصدقة

(رواه البخاري)

Kami keluarga Muḥammad, tidak dihalalkan bagi kami pemberian shadaqah.

(HR. Bukhārī)

Di samping hadist-hadist di atas, sebagian ulama mengajukan argumentasi bahwa yang dimaksud dengan “Keluarga Muḥammad” itu adalah istri-istrinya dan keturunanya. Dalil mereka adalah penjelasan Rasūlullāh SAW, ketika beliau ditanya:

“Bagaimana kami membaca shalawat kepadamu?”

Maka Nabi SAW bersabda:

قولوا: اللهم صل على محمد وعلى أزواجه وذريته، كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، وبارك على محمد و على أزواجه وذريته، كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، إنك حميد مجيد

(متفق عليه)

Katakanlah: Yā Allah, sampaikanlah salam sejahtera kepada Muḥammad dan kepada istri-istrinya serta keturunannya, sebagaimana Engkau memberikan rahmat kepada Ibrāhīm dan keluarganya. Dan berkatilah Muḥammad dan istri-istrinya serta keturunanya, sebagaimana Engkau memberikan berkah kepada Ibrāhīm dan keluarga Ibrāhīm. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.

Dalam hadist ini, Rasūlullāh tidak menyebut “Keluarganya” dengan kata “Āli Muḥammad” tapi menggantikannya (menjabarkannya) dengan kata “Istri-istrinya dan keturunannya”.

Sehubungan dengan adanya hadist-hadist tersebut, kami menghimbau kepada para pembaca agar tidak mengikuti faham atau pendapat yang sifatnya berspekulasi yang mengatakan dan memvonis bahwa istri-istri Rasūlullāh SAW itu tidak termasuk Ahl-ul-Bait. Sebab pendapat yang demikian itu faedahnya atau keuntungannya tidak ada, yang justru sebaliknya. Apa jadinya jika pendapat itu salah. Tidakkah Rasūlullāh SAW akan marah kepada kita, jika ternyata istri-istrinya itu termasuk Ahl-ul-Bait? Mengapa kita harus mengambil resiko yang demikian besarnya. Padahal kita tahu, bahwa keistimewaan dan kedudukan tinggi itu Allah berikan kepada orang-orang yang Allah kehendaki.

Dalam hal ini para ulama dari kalangan Ḥabā’ib (salafunā-sh-shaleh), di antaranya al-Ḥabīb ‘Abdullāh al-Ḥaddād berpendapat, bahwa para Istri Rasūlullāh juga termasuk Ahl-ul-Bait.

Oleh karena itu untuk mengetahui sejarah Ahl-ul-Bait, kami sarankan para pembaca untuk membaca buku-buku sejarah Ahl-ul-Bait yang ditulis oleh ulama-ulama Ahl-us-Sunnah. Sebab mereka itu dalam menilai segala sesuatu, selalu didasari dengan al-Akhlāq-ul-Karīmah dan Ḥusn-udz-Dzānn (baik sangka). Berbeda dengan buku-buku yang ditulis oleh ulama Syī’ah, dasar mereka adalah Sū’-udz-Dzānn (buruk sangka) serta didasari dengan rasa permusuhan kepada para Sahabat dan Istri-istri Rasūlullāh SAW, sehingga isinya penuh dengan kedustaan dan pemutar balikan sejarah.

Demikian sedikit yang dimaksud dengan Ahl-ul-Bait.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *