BAHAGIAN PERTAMA
BERSUCI
BAB I
AIR – BAGIAN 5
Hukum Bangkai Belalang dan Ikan
11. وَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ (ر) قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): (أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَ دَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْجَرَادُ وَ الْحُوْتُ، وَ أَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَ الطِّحَالُ). أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَ ابْنُ مَاجَهْ وَ فِيْهِ ضَعْفٌ.
Ibnu ‘Umar r.a. berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Dua bangkai dan dua darah di halalkan untuk kita, untuk bangkai yaitu: belalang dan ikan. Sedang dua darah adalah: hati dan limpa.”
(HR. Aḥmad dan Ibnu Mājah). Dan padanya terdapat ke-dha‘īf-an.
Pengertian Hadits Secara Global
Allah mengharamkan bangkai dengan firman-Nya al-Qur’ān. Beberapa barang yang dihalalkan melalui lisan Rasūl-Nya yang terpercaya yaitu makan bangkai binatang atau ikan laut dan bangkai belalang. Begitu juga kita dihalalkan makan hati dan limpa.
Uraian Lafal Hadits
(مَيْتَتَانِ) : Ia adalah tasniyah lafal maitah (مَيْتَةٌ), yaitu binatang yang mati tanpa penyembelihan yang sesuai menurut hukum syara‘.
(دَمَانِ) : Adalah bentuk tasniyah lafal damun (دَمٌ).
(الْجَرَادُ) : Adalah isim jenis untuk laki-laki dan perempuan. Bila mufrad dengan menggunakan tā’ marbūthah di akhirnya. Belalang diberi nama al-Jarād, karena melubangi bumi lalu memakan apa yang ada di dalamnya.
(الْحُوْتُ) : Artinya ikan yaitu binatang laut yang tidak bisa hidup kecuali di dalamnya, berlainan dengan yang bisa hidup di laut dan darat seperti kepiting, buaya dan kodok, maka tidak dihalalkan.
(وَ فِيْهِ ضَعْفٌ) : Hadits tersebut adalah dha‘īf karena dari riwayat ‘Abd-ur-Raḥmān bin Zaid bin Aslam. Abū Zur‘ah dan al-Ḥākim menyatakan bahwa hadits tersebut adalah mauqūf.
Kesimpulan Hadits
- Haram makan bangkai kecuali bangkai belalang dan ikan. Namun, masih di-tafshīl (dirinci) lagi. Imām Syāfi‘ī dan Abū Ḥanīfah berpendapat bahwa bangkai belalang dihalalkan dalam keadaan apapun, baik mati sendiri atau dimatikan manusia. Imām Mālik dan Aḥmad berpandangan, bangkai belalang tidak dihalalkan kecuali yang matinya dengan tangan manusia, seperti sebagian anggotanya dipotong atau ditusuk atau dilemparkan ke dalam api dalam keadaan hidup atau dipanggang. Tapi, bila mati sendiri atau di suatu bejana, maka diharamkan. Adapun ikan dihalalkan yang matinya karena tangan-tangan manusia, atau dilemparkan air ke darat atau ikan yang ke darat dengan sendirinya. Inilah pendapat kebanyakan ulama. Menurut mereka, ikan yang mengambang di atas air tetap diharamkan namun menurut Imām Syāfi‘ī dihalalkan sekalipun bangkai ikan yang mengambang di atas air.
- Haram makan darah kecuali hati dan limpa. Keduanya ini dihalalkan.
12. وَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ (ر) قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (ص): (إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِيْ شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ، ثُمَّ لْيَنْزَعْهُ، فَإِنَّ فِيْ أَحَدٍ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَ فِي الْآخَرِ شِفَاءً) أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ، وَ أَبُوْ دَاوُدَ. وَ زَادَ: (وَ إِنَّهُ يَتَّقِيْ بِجَنَاحِهِ الَّذِيْ فِيْهِ الدَّاءُ).
Abū Hurairah r.a. berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Bila lalat jatuh di minuman seseorang di antaramu, hendaklah ditenggelamkan, lalu ambillah. Sebab, sesungguhnya di salah satu sayapnya terdapat penyakit dan di sayap yang lain terdapat penyembuhnya.”
(HR. Bukhārī dan Abū Dāūd).
Menurut Abū Dāūd terdapat tambahan: “Sesungguhnya lalat melindungi dirinya dari serangan musuh dengan sayap yang mempunyai penyakit.”
Pengertian Hadits Secara Global
Lalat adalah musuh yang paling dimusuhi oleh manusia. Dan, Rasūlullāh s.a.w. telah memberitahu, dan benarlah apa yang beliau sabdakan. Sebab, beliau tidak bersabda dari hawa nafsunya. Beliau menjelaskan bila lalat jatuh ke air minum dengan sayapnya yang kiri yang mempunyai baksil penyakit. Sebagai penawar penyakit yang sulit terobati ini, maka cukup dengan menenggelamkannya. Dengan demikian, kamu telah memanfaatkan sayap kanan itu. Dan, sungguh mu‘jizat Nabi s.a.w. telah ditetapkan kebenarannya oleh kedokteran modern melalui alat mikroskop mereka.
Uraian Lafal Hadits
(وَقَعَ) : Jatuh.
(لْيَنْزَعْهُ) : Dikeluarkan setelah ditenggelamkan.
(يَتَّقِيْ) : Lalat memperingatkan musuh dengan sayapnya yang mengandung penyakit untuk melindungi diri.
Kesimpulan Hadits
- Boleh mematikan lalat bila jatuh ke minuman atau makanan dengan cara menenggelamkan sayap yang kedua yang mengandung zat penyembuh.
- Lalat yang jatuh ke benda cair tidak menajiskan. Perintah Rasūlullāh s.a.w. agar ditenggelamkannya sebagai dalil bahwa ia akan mati, apalagi bila makanan yang panas. Sebab, bangkai binatang yang tidak berdarah adalah suci.
- Mu‘jizat Nabi s.a.w. dengan menerangkan dengan jelas bahwa dua sayap lalat adalah mengandung penyakit dan penyembuhnya. Ilmu kedokteran telah memutuskan hikmat tersebut melalui mikroskop bahwa di sayap yang kiri mengandung benda beracun yang tidak bisa diobati kecuali dengan benda yang di sayap kanannya.
- Berobat adalah dianjurkan syariat bila terserang penyakit. Jadi, seseorang jangan membiarkan dirinya terserang penyakit dengan alasan bertawakkal. Tapi, hendaklah menambat untanya, jangan dibiarkan lepas lalu bertawakkal kepada Allah.
13. وَ عَنْ أَبِيْ وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ (ر) قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): (مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَ هِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتٌ). أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَ التِّرْمِذِيُّ وَ حَسَّنَهُ، وَ اللَّفْظُ لَهُ.
Abū Wāqid al-Laitsī r.a. berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Anggota (atau lainnya) yang terpotong dari binatang yang hidup adalah bangkai.”
(HR. Abū Dāūd dan Tirmidzī).
Menurut Tirmidzī, hadits tersebut adalah ḥasan. Lafal hadits di atas menurut riwayat Tirmidzī.
Pengertian Hadits Secara Global
Rasūlullāh s.a.w. datang ke Madinah, dan di sana terdapat orang-orang yang gemar kepada pantat kambing dan punuk unta. Mereka memanfaatkan minyaknya untuk dimakan dan gajih atau lemaknya untuk penerangan lampu. Lantas Rasūl memberitahu mereka bahwa apa yang dipotong dari binatang yang hidup adalah bangkai yakni hukumnya laksana bangkai tidak boleh dimakan dan tidak boleh dimanfaatkan untuk penerangan.
Selain itu, tidak boleh dibelinya karena sama dengan menyiksa binatang yang kita diperintah oleh Rasūl agar belas kasih kepadanya.
Uraian Lafal Hadits
(مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ) : Apa yang terpisah dari pada hewan. Sedang al-Bahīmah adalah setiap binatang yang berkaki empat seperti unta, kambing, sapi dan lain-lain.
(فَهُوَ) : Yakni binatang yang terpotong.
(حَسَّنَهُ) : Hadits tersebut ḥasan. Dan sungguh telah diterangkan pengertiannya dalam kata pengantar.
(وَ اللَّفْظُ لَهُ) : Lafal hadits menurut riwayat Tirmidzī.
Kesimpulan Hadits
- Larangan menyiksa binatang dengan memotong sebagian tubuhnya.
- Keterangan hukum sebagian yang terpotong dari binatang hidup. Ia adalah haram dimakan dan dimanfaatkan.
- Penjelasan hukum bahwa yang dipotong dari binatang yang hidup adalah bangkai. Biasanya tanpa yang dipotong itu, binatang tersebut bisa hidup. Bila sebaliknya, maka tidak termasuk bangkai.
Perawi Hadits
Abū Wāqid adalah bernama Al-Ḥārits bin ‘Auf al-Laitsī (nisbat laitsun) sebab dia dari suku Bani ‘Āmir bin Laits bin ‘Abdu Manaf. Dia anaknya dan Sa‘īd bin al-Musayyab meriwayatkan hadits darinya. Beliau meninggal di Makkah tahun 68 H. dan berusia 85 tahun.
Ringkasan
Hadits-hadits dalam bab dahulu menyimpulkan perihal berikut:
- Suci: Air laut, air yang kejatuhan najis. Ia lebih dari dua kullah dan tidak berubah, air yang diminum kucing, lalat, dan tubuh binatang.
- Halal: Bangkai ikan laut, belalang, halal darah atau hati dan limpa.
- Najis: Air yang salah satu sifatnya berubah karena kejatuhan najis di dalamnya, mulut anjing, air kencing, darah, bangkai, sebagian tubuh binatang yang terpotong.
- Cara menyucikan benda yang kena najis mughallazhah.
- Larangan: Mandi besar di air yang tenang, orang laki-laki mandi dengan sisa air mandi jinabat orang perempuan dan sebaliknya.