001-3 Rukun Islam Yang Ketiga (Bagian 2) – Kasyifat-us-Saja’

كاشفة السجا في شرح سفينة النجا
Kāsyifat-us-Sajā fī Syarḥi Safīnat-un-Najā
(Tirai penutup yang tersingkap dalam mensyarahi kitab Safīnat-un-Najā [Perahu Keselamatan])
لمحمد نووي بن عمر الجاوي
Oleh: Muḥammad Nawawī bin ‘Umar al-Jāwī

Alih Bahasa: Zainal ‘Arifin Yahya
Penerbit: Pustaka Mampir

Rangkaian Pos: Kashifat-us-Saja’ - Tentang Tiang-tiang Agama Islam | Syekh Nawawi al-Bantani

(فَصْلٌ): فِيْ بَيَانِ دَعَائِمِ الْإِسْلَامِ وَ أَسَاسِهَا وَ أَجْزَائِهَا

(FASAL)

Tentang penjelasan tiang-tiang penyangga agama Islam, asas-asasnya dan bagian-bagiannya.

 

RUKUN ISLAM YANG KETIGA (BAGIAN 2)

 

وَ الرَّابِعُ: الْمُؤَلَّفَةُ إِنْ قَسَمَ الْإِمَامُ وَ هُمْ أَرْبَعَةٌ: مَنْ أَسْلَمَ وَ لكِنَّهُ ضَعِيْفُ يَقِيْنٍ وَ هُوَ الْإيْمَانُ

Yang keempat adalah para mu’allaf, jika seorang Imam membagikannya, dan mereka itu ada empat macam. (1). Orang yang telah masuk Islam, akan tetapi lemah keyakinannya, yaitu [lemah] imannya,

أَوْ قَوِيُّهُ وَ لكِنْ لَهُ شَرَفٌ فِيْ قَوْمِهِ يُتَوَقَّعُ بِإِعْطَائِهِ إِسْلَامُ غَيْرِهِ مِنَ الْكُفَّارِ

atau (2). Orang yang kuat keyakinannya, akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia di kaumnya, yang dapat diharapkan dengan memberikan zakat kepadanya [akan masuk] Islam selainnya, dari orang-orang kafir,

أَوْ مَنْ يَكْفِيْنَا شَرُّ مَنْ يَلِيْهِ مِنَ الْكُفَّارِ

atau (3). Orang yang dapat membela kita akan kejahatan orang yang berdekatan dengannya, dari kalangan orang kafir.

وَ مَنْ يَكْفِيْنَا شَرُّ مَانِعِي الزَّكَاةِ

dan (4). Orang yang dapat membela kita dari kejahatan orang-orang yang menolak [mengeluarkan] zakat. (KS-311).

فَهذَانِ الْقِسْمَانِ الْأَخِيْرَانِ إِنَّمَا يُعْطَيَانِ إِذَا كَانَ إِعْطَاؤُهُمَا أَهْوَنَ عَلَيْنَا مِنْ تَجْهِيْزِ جَيْشٍ نَبْعَثُهُ لِكُفَّارٍ أَوْ مَانِعِي الزَّكَاةِ

Maka dua macam mu’allaf yang disebut diakhir ini, sesungguhnya keduanya diberikan [zakat] apabila pemberian zakat kepada keduanya lebih ringan bagi kita [para muslim] dibandingkan mempersiapkan pasukan yang kita mengirimnya untuk menghadapi orang-orang kafir itu atau orang-orang yang menolak [membayar] zakat.

أَمَّا الْقِسْمَانِ الْأَوَّلَانِ فَلَا يُشْتَرَطَ فِيْ إِعْطَائِهِمَا ذلِكَ.

Adapun dua macam mu’allaf yang disebut di awal, maka tidak disyaratkan hal itu dalam pemberian zakat kepada keduanya.

وَ الْخَامِسُ: الرِّقَابُ وَ هُمُ الْمُكَاتِبُوْنَ

Dan yang kelima adalah para budak, dan mereka adalah para budak mukātab [budak yang berada dalam proses pembebasan dari tuannya dengan penggantian yang harus dibayar oleh budak tersebut],

لِأَنَّ غَيْرَهُمْ مِنَ الْأَرِقَّاءِ لَا يَمْلِكُوْنَ ذلِكَ

karena sesungguhnya selain mereka di antara para budak lainnya tidak memiliki [hak] menerima zakat tersebut,

إِذَا كَانُوْا لِغَيْرِ الْمُزَكِّي وَ لَوْ لِنَحْوِ كَافِرٍ وَ هَاشِمِيٍّ وَ مُطَّلِبِيٍّ

apabila keadaan para budak mukātab itu bukan milik penunai zakat, walaupun seumpama dimiliki orang kafir, dan orang [yang bernasab] Hāsyimī dan orang [yang bernasab] Muththalibī.

فَيُعْطَوْنَ مَا يُعِيْنُهُمْ عَلَى الْعِتْقِ إِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ مَا يَفِيْ بِنُجُوْمِهِمْ وَ لَوْ بِغَيْرِ إِذْنِ سَيِّدِهِمْ،

Maka para budak mukātab itu diberikan bagian [zakat] yang dapat membantu mereka untuk memerdekakan diri, jika tidak terdapat bersama mereka sesuatu yang dapat melunasi cicikan mereka, walaupun tanpa seizin tuan mereka. (KS-322).

وَ يُشْتَرَطُ كَوْنُ الْكِتَابَةِ صَحِيْحَةً بِأَنْ تَسْتَوْفِيَ شُرُوْطَهَا وَ أَرْكَانَهَا،

Dan disyaratkan bahwa keadaan akad kitābah [perjanjian pembebasan budak mukātab] itu sah (KS-333), dengan sekiranya terpenuhi syarat-syaratnya dan rukun-rukunnya.

فَأَرْكَانُهَا أَرْبَعَةٌ:

Adapun rukun-rukan akad kitābah itu ada empat.

أَحَدُهَا رَقِيْقٌ وَ شُرِطَ فِيْهِ اخْتِيَارٌ وَ عَدَمُ صِبًا وَ جُنُوْنٍ وَ أَنْ لَا يَتَعَلَّقَ بِهِ حَقٌّ لَازِمٌ كَالْمَرْهُوْنِ.

Rukun yang pertama adalah berstatus budak, dan disyaratkan pada status budak itu kesukarelaan [tidak dipaksa], dan tidak berusia kanak-kanak, dan tidak gila, dan tidak terkait dengan budak itu, suatu hak lain yang masih berketetapan, seperti digadaikan.

وَ ثَانِيْهَا: صِيْغَةٌ وَ شُرِطَ فِيْهَا لَفْظٌ يُشْعِرُ بِالْكِتَابَةِ إِيْجَابًا

Dan rukun yang kedua adalah shīghah, dan disyaratkan dalam shīghah itu berupa ucapan yang memberitahukan akan akad kitābah, dengan kalimat penyerahan,

كَكَاتَبْتُكَ أَوْ أَنْتَ مُكَاتَبٌ عَلَى دِيْنَارَيْنِ تَأْتِيْ بِهِمَا فِيْ شَهْرَيْنِ فَإِنْ أَدَّيْتَهُمَا إِلَيَّ فَأَنْتَ حُرٌّ

seperti [ucapan si tuan]: “Aku mengadakan akad kitābah denganmu”, atau “engkau adalah seorang budak mukatab dengan dua dinar yang dapat engkau bayarkan 2 dinar itu dalam dua bulan, lalu jika engkau dapat menunaikannya kepadaku, maka engkau adalah orang yang merdeka”,

وَ قَبُوْلًا كَقَبِلْتُ ذلِكَ.

dan dengan kalimat penerimaan, seperti [si budak berkata]: “Aku terima hal itu.”

وَ ثَالِثُهَا: عِوَضٌ وَ شُرِطَ فِيْهِ كَوْنُهُ دَيْنًا أَوْ مَنْفَعَةً مُؤَجَّلًا بِنَجْمَيْنِ فَأَكْثَرَ وَ لَا يَجُوْزُ أَقَلَّ مِنْ نَجْمَيْنِ

Dan rukun yang ketiga adalah ganti-rugi, dan disyaratkan dalam ganti-rugi keadaannya berupa hutang atau manfaat, yang dibuat bertempo dengan 2 kali angsuran atau lebih, dan tidak boleh kurang dari 2 kali angsuran,

وَ لَا بُدَّ مِنْ بَيَانِ قَدْرِ الْعِوَضِ وَ صِفَاتِهِ وَ عَدَدَ النُّجُوْمِ وَ قِسْطِ كُلِّ نَجْمٍ

dan tidak boleh tidak, mesti menjelaskan ukuran ganti-rugi dan sifat-sifatnya, dan jumlah angsuran dan nominal cicilan di setiap angsuran.

وَ رَابِعُهَا: سَيِّدٌ وَ شُرِطَ فِيْهِ كَوْنُهُ مُخْتَارًا أَهْلَ تَبَرُّعٍ وَ وَلَاءٍ

Dan rukun yang keempat adalah tuan [pemilik budak], disyaratkan pada si tuan keadaannya sebagai orang yang sukarela [tidak terpaksa], berkelayakan dalam berderma, dan berhak melakukan pemerdekaan budak. (KS-344).

فَلَا تَصِحُّ مِنْ مُكْرَهٍ وَ مُكَاتِبٍ وَ إِنْ أَذِنَ لَهُ سَيِّدُهُ،

Maka tidak sah akad kitābah dari orang yang dipaksa dan dari seorang budak mukātab, meskipun tuannya telah memberi izin kepadanya.

وَ لَا مِنْ صَبِيٍّ وَ مَجْنُوْنٍ وَ مَحْجُوْرٍ سَفَهٍ وَ أَوْلِيَائِهِمْ لَا مِنْ مَحْجُوْرٍ فَلَسٍ

Dan tidak sah [akad kitābah] dari kanak-kanak, dan orang gila, dan mahjūr [orang yang dilarang menggunakan hartanya] karena bodoh dan para wali mereka, bukan mahjūr karena bangkrut.

وَ لَا مِنْ مُرْتَدٍّ لِأَنَّ مِلْكَهُ مَوْقُوْفٌ،

Dan tidak sah [akad kitābah] dari orang murtad, karena sesungguhnya harta milik orang murtad itu menjadi barang sitaan. (KS-355).

وَ يَجُوْزُ صَرْفُ الزَّكَاةِ إِلَيْهِمْ قَبْلَ حُلُوْلِ النُّجُوْمِ عَلَى الْأَصَحِّ،

Dan boleh menyerahkan zakat kepada para budak mukātab sebelum jatuh tempo angsuran, menurut pendapat yang paling shaḥīḥ.

وَ لَا يَجُوْزُ صَرْفُ ذلِكَ إِلَى سَيِّدِهِمْ إِلَّا بِإِذْنِ الْمُكَاتَبِيْنَ،

Namun tidak boleh menyerahkan zakat itu kepada tuan mereka, kecuali dengan izin dari para budak mukātab tersebut,

لكِنْ إِنْ دُفِعَ إِلَى السَّيِّدِ سَقَطَ عَنِ الْمُكَاتِبِ بِقَدْرِ الْمَصْرُوْفِ إِلَى السَّيِّدِ

akan tetapi jika zakat itu telah diserahkan kepada si tuan, maka gugur [senilai cicilan] dari budak mukātab itu, dengan seukuran bagian zakat yang telah diserahkan kepada si tuan,

لِأَنَّ مَنْ أَدَّى دَيْنَ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ بَرِئَتْ ذِمَّتُهُ

karena sesungguhnya siapa saja yang telah menunaikan hutang orang lain, tanpa izin orang itu, maka telah lepas tanggung jawab orang lain itu. (KS-366).

أَمَّا الْمُكَاتِبُ كِتَابَةً فَاسِدَةً وَ هُوَ مَنْ لَمْ يَسْتَوْفِ تِلْكَ الْأَرْكَانَ وَ الشُّرُوْطَ فَلَا يُعْطِيْ شَيْئًا مِنَ الزَّكَاةِ.

Adapun budak mukātab dengan akad kitābah yang rusak, yaitu budak yang tidak dapat memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat akad itu, maka ia tidak dapat diberikan sesuatupun dari bagian zakat.

Catatan:


  1. KS-31: Di dalam kitab Fatḥ-ul-Wahhāb, Juz II, Kitab Qasm-iz-Zakāti, halaman 27, baris ke 13-14. 
  2. KS-32: Di dalam kitab Fatḥ-ul-Wahhāb, Juz II, Kitab Qasm-iz-Zakāti, halaman 27, baris ke 17-18. 
  3. KS-33: Di dalam kitab Mawāhib-ush-Shamad, Bab Qasm-ish-Shadaqāt, halaman 70, baris ke 24-25. Di dalam kitab Fatḥ-ul-Mu‘īn, Fasal Fī Adā’-iz-Zakāti, halaman 52, baris ke 24. Di dalam kitab Fatḥ-ul-Wahhāb, Juz II, Kitab Qasm-iz-Zakāti, halaman 27, baris ke 17. Di dalam kitab Kifāyat-ul-Akhyār, Imām Taqiyuddīn Abī Bakar bin Muḥammad al-Ḥusainī al-Ḥishnī ad-Damsyiqī as-Syāfi‘ī, Juz I, Fasal Wa Tudfa‘-uz-Zakātu ilal-Ashnāf-its-Tsamāniyah, hal. 200, baris ke 1. 
  4. KS-34: Di dalam kitab Fatḥ-ul-Mu‘īn, Fasal Fī I‘tāq, halaman 151-152. Di dalam kitab Fatḥ-ul-Wahhāb, Juz II, Kitab al-Kitābah, halaman 243-244. 
  5. KS-35: Terdapat di kitab Fatḥ-ul-Wahhāb, Juz II, Kitab al-Kitābah, halaman 243, baris ke 7-8. 
  6. KS-36: Terdapat di kitab Kifāyat-ul-Akhyār, Juz I, Fasal Wa Tudfa‘-uz-Zakātu ilal-Ashnāf-its-Tsamāniyah, hal. 200, baris ke 1-3. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *