BAHAGIAN PERTAMA
BERSUCI
BAB I
AIR – BAGIAN 3
Mensucikan Bejana yang Dijilat Anjing
8. وَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ (ر) قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): (طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ، وَ فِيْ لَفْظٍ لَهُ: (فَلْيُرِقْهُ)، وَ لِلتِّرْمِذِيِّ: (أُخْرَاهُنَّ أَوْ أُوْلَاهُنَّ).
Abū Hurairah r.a. berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Bila anjing menjilat bejana di antaramu, maka cara menyucikannya hendaklah dibasuh tujuh kali yang pertama dicampur dengan debu.”
(HR. Muslim).
Sebagian riwayat Muslim: “….Maka hendaknya air dibuang ke tanah.”
Menurut riwayat Tirmidzī: “….basuhan yang terakhir atau yang pertama dicampur dengan debu”
Pengertian Hadits Secara Global
Rasūlullāh s.a.w. mempunyai beberapa mu‘jizat. Dan, hadits itu merupakan salah satu mu‘jizat-nya. Kedokteran moderen menetapkan bahwa air liur anjing mengandung beberapa baksil yang tidak bisa dimatikan kecuali dengan debu yang dicampur dengan air. Oleh karena itu, Rasūl yang bijaksana menganjurkan agar air yang diminum anjing ditumpahkan ke tanah dan bejananya dibasuh tujuh kali. Dan, hendaklah debu sebagai pencampur salah satu basuhannya.
Uraian Lafal Hadits
(طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ) : Cara mensucikan bejana seseorang di antaramu. Kalimat thuhūr (طُهُوْرٌ) adalah mubtada’. Dan khabar-nya adalah ’an yaghsilahu (أَنْ يَغْسِلَهُ). Jadi lengkapnya: Cara mensucikan bejana seseorang di antaramu bila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali. Huruf ’an (أَنْ): adalah mashdariyyah.
(إِذَا وَلَغَ) : Anjing memasukkan lidahnya ke bejana, lalu digerak-gerakkan untuk meminum air. Jadi, kalimat tersebut menunjukkan air bejana najis bila diminum anjing. Dan tidak najis karena lainnya.
(أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ) : ‘Illat kewajibannya membasuh tujuh kali karena najis anjing adalah mughallazhah (najis besar dan berat menghilangkannya). Menurut ulama yang lain, ‘Illat tersebut adalah ta‘bbudiyyah (hanya niat ibadah kepada Allah).
(أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ) : Menurut ilmu naḥwu-nya. Jumlah tersebut menjadi shifat dan maḥall-nya adalah maḥall nashab. Ia menjadi sifat lafal sab‘a marratin. Huruf bā’ lil-mushāḥabah. Salah satunya dicampur dengan debu.
(فَلْيُرِقْهُ) : Hendaklah airnya ditumpahkan di atas tanah.
Kesimpulan Hadits
9. وَ عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ (ر) أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ (ص) قَالَ فِي الْهِرَّةِ: (إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ) أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَ صَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَ ابْنُ خُزَيْمَةَ.
Dari Abū Qatādah r.a. berkata: “Sesungguhnya kucing adalah tidak najis. Dia hanyalah binatang yang sering mondar-mandir di antara kamu.”
(HR. Empat Imam Hadits). Menurut Tirmidzī dan Ibnu Khuzaimah. Hadits tersebut shaḥīḥ.
Pengertian Hadits Secara Global
Kucing adalah tidak najis karena ia sering mondar-mandir di rumah sehingga sulit menjaga bejana dan pakaian dari sentuhannya. Keadaan demikian ini sulit dihindarinya. Oleh karena itu, Nabi s.a.w. menyatakan bahwa kucing adalah suci agar umatnya tidak kesulitan, dan karena bebas kasihan beliau kepada mereka.
Telah disebutkan bahwa di dalam hadits di atas ada sebabnya. Yaitu sesungguhnya telah disediakan air untuk Abū Qatādah, lalu kucing datang. Dia memiringkan bejananya sehingga kucing itu minum. Ada orang bertanya kepadanya. Lalu beliau menjawab: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya kucing tidaklah menajiskan. Oleh karena itu barang yang disentuhnya tidak najis.”
Uraian Lafal Hadits
(إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ) : Najas (نَجَسٌ) dzat najis, seperti air kencing. Najis (نَجِسٌ) adalah barang yang kena najis. Huruf bā’ dalam kalimat “binajasin” (بِنَجَسٍ) adalah tambahan untuk mengukuhkan. Kalimat najisun menjadi khabar lafal laisat (لَيْسَتْ).
(إِنَّمَا هِيَ) : Ia adalah qashar idhāfi – qashar qalab. Maksudnya menyanggah orang yang beranggapan bahwa najisnya kucing karena diserupakan dengan anjing.
(مِنَ الطَّوَّافِيْنَ) : Jama‘ lafal Thawwāf (طَوَّافٌ). Kucing diserupakan dengan orang yang membantu di rumah tangga yaitu orang mondar-mandir untuk melayani keluarga.
Kesimpulan Hadits
Perawi Hadits
Abū Qatādah al-Ḥārits bin Rib‘ī al-Anshārī as-Silmī ialah anggota pasukan berkuda Rasūlullāh s.a.w. Beliau juga mengikuti perang Badar dan beberapa peperangan yang lain. Beliau meriwayatkan 170 hadits. Meninggal dunia di Madinah pada tahun 54 H.