Bejana Emas dan Perak
Seseorang tidak boleh menggunakan bejana emas atau perak (1), tetapi boleh menggunakan selain keduanya. (2)
(1). Dalil tentang keharaman penggunaan emas dan perak adalah beberapa hadits, antara lain hadits yang diriwayatkan dari Ḥudzaifah bin al-Yamān r.a. yang berkata:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ (ص) يَقُوْلُ: لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيْرَ وَ لَا الدِّيْبَاجَ وَ لَا تَشْرَبُوْا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَ الْفِضَّةِ وَ لَا تَأْكُلُوْا فِيْ صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَ لَنَا فِي الْآخِرَةِ.
“Aku pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Janganlah kalian mengenakan sutra dan pakaian dari sutra. Janganlah kalian minum menggunakan gelas emas dan perak. Janganlah kalian makan menggunakan piring emas dan perak. Sungguh, semua itu bagian mereka (orang kafir) di dunia dan akan menjadi bagian kita di akhirat nanti.” (al-Bukhārī, al-Ath‘imah, Bab “al-Aklu fī Inā’i Mufadhdhah”, hadits no. 5110; Muslim, al-Libāsu waz-Zinah, Bab “Taḥrīmu Isti‘māli Inā’-idz-Dzahabi wal-Fidhdhah”, hadits no. 2067).
Keharaman menggunakan bejana emas dan perak untuk makan dan minum dianalogikan pada penggunaan bejana tersebut untuk kebutuhan yang lain (seperti gayung emas untuk menyauk air dan cerek perak untuk menyiram bunga – peny.). Keharaman ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.
(2). Maksudnya, bejana-bejana suci yang tidak terbuat dari emas dan perak. Dasar penggunaannya adalah kaidah: “Segala sesuatu itu hukumnya boleh selama tidak ada dalil yang menjelaskan keharamannya.”