001-2 Kulit Bangkai – Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i

RINGKASAN FIQIH MAZHAB SYAFI‘I
(Penjelasan Kitab Matan Abu Syuja‘ dengan Dalil al-Qur’an dan Hadits)
Oleh: Musthafa Dib al-Bugha

Penerjemah: Toto Edidarmo
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)

Rangkaian Pos: Bab 1 Bersuci (Thahārah) - Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi'i

Kulit Bangkai

 

Kulit bangkai binatang dapat menjadi suci dengan cara disamak (1), kecuali kulit anjing dan babi (2), serta kulit hewan yang lahir dari perkawinan silang keduanya atau dari perkawinan salah satunya.

(1). Hal ini karena kulit bangkai disebabkan oleh kelembapan yang terdapat padanya, sedangkan menyamak kulit akan menghilangkan kelembapan tersebut.

Dalil yang menunjukkan kesucian kulit bangkai dengan cara menyamak adalah hadits yang dirawikan oleh al-Bukhārī dan Muslim dari Ibnu ‘Abbās:

وَجَدَ النَّبِيُّ شَاةً مَيِّتَةً أُعْطِيَتْهَا مَوْلَاةٌ لِمَيْمُوْنَةَ مِنَ الصَّدَقَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ (ص) هَلَّا انْتَفَعْتُمْ بِجِلْدِهَا. قَالُوْا: إِنَّهَا مَيِّتَةٌ؟ فَقَالَ: إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا.

Nabi s.a.w. mendapati seekor bangkai kambing milik bekas sahaya Maimūnah yang diberikan kepadanya sebagai sedekah. Beliau berkata (kepada sahabat): “Apakah kalian tidak mau memanfaatkan kulitnya?” Para sahabat menjawab: “Sesungguhnya ia telah menjadi bangkai.” Nabi s.a.w. menjawab: “Yang haram adalah memakannya.

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Ibnu ‘Abbās berkata:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ (ص) يَقُوْلُ: إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ.

“Aku pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Jika kulit disamak, ia menjadi suci.” (al-Bukhārī, az-Zakāh, Bab “ash-Shadaqatu ‘alā Mawālī Azwāj-an-Nabiyyi s.a.w.”, hadits no. 1421; Muslim al-Ḥaidh, Bab “Thahāratu Julūd-il-Maitati bid-Dibāgh”, hadits no. 363, 366).

Catatan: Arti “ihāb” adalah kulit yang belum disamak. Kulit yang telah disamak dinamakan “adīm”. Sedangkan, “al-jild” memiliki arti kulit secara umum, yang disamak atau yang belum disamak. Kata “dubigha” artinya: menghilangkan sisa lemak dan kelembapan pada kulit yang akan merusak keutuhannya, yang sekiranya kulit itu direndam di dalam air, ia akan menimbulkan bau busuk.

(2). Kulit bangkai anjing dan babi tidak dapat disucikan dengan disamak karena keduanya najis ketika masih hidup. Kedua binatang ini substansi fisiknya adalah najis sehingga bagian tubuhnya tidak ada yang bisa disucikan. Dan, setiap benda najis tidak dapat disucikan, seperti kencing dan sebagainya.

 

Tulang dan rambut bangkai hukumnya najis, kecuali tulang dan rambut manusia. (1).

(1). Dalil yang dijadikan dasar hukum tersebut adalah firman Allah s.w.t.:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ……

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.…” (al-Mā’idah [5]: 3).

Bangkai adalah hewan yang mati tanpa disembelih sesuai ketentuan syariat. Termasuk bangkai adalah hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya setelah disembelih secara syariat, seperti keledai, dan hewan yang boleh dimakan dagingnya, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat penyembelihan, seperti sembelihan orang murtad, meskipun sembelihannya itu tidak membahayakan kesehatan.

Pengharaman bangkai dalam ayat di atas menunjukkan kenajisan bangkai tersebut. Sebab, pengharaman sesuatu yang tidak mengandung bahaya (seperti tulang dan rambut bangkai) dan yang pada mulanya tidak diharamkan (seperti hewan yang halal dagingnya – peny.) menunjukkan tentang kenajisan sesuatu tersebut. Dalam konteks ini, kenajisan bangkai diikuti dengan kenajisan seluruh bagian tubuhnya.

Adapun bangkai (mayat) manusia itu tidak najis, begitu juga semua bagian tubuhnya. Hal ini berdasarkan firman Allah s.w.t.:

وَ لَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْ آدَمَ…..

Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam……” (al-Isrā’ [17]: 70).

Pendapat ini membantah pendapat yang menyatakan bahwa mayat manusia itu najis. Selain itu, daging manusia haram dimakan karena kemuliaannya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *