3. Al-Qur’ān dan as-Sunnah Sering Menggunakan Kiasan.
Al-Qur’ān al-Karīm dan para ahli bahasa sering menggunakan kiasan dan kata jadian. Anda lihat, al-Qur’ān menisbatkan kepada Allah perbuatan “makar”, “tipu daya”, “kebohongan”, “lupa”, dan “kelemahan.” Allah berfirman:
(إِنَّهُم يَكِيدُونَ كَيدًا وَ أَكِيدُ كَيدًا)
“Sesungguhnya mereka benar-benar membuat tipu daya, dan Aku (Allah) akan benar-benar membuat tipu daya pula.” (86: 15, 16).
(إِنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَ هُوَ خَادِعُهُم)
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, sedang Allah membalas tipuan mereka....” (4: 142).
(نَسُوا اللهَ فَنَسِيَهُم)
“Mereka melupakan Allah, lalu Allah pun melupakan mereka.” (9: 67).
(فَلَمَّا آسَفُونَا انتَقَمنَا مِنهُم)
“Tatkala mereka membuat Kami murka, Kami hukum mereka” (43: 55).
Dan banyak lagi ayat yang lain. Tak seorang pun setelah melihat teks ayat-ayat itu dan meneliti kata per kata layak menisbatkan sifat-sifat seperti itu kepada Allah. Sebaiknya ia terlebih dahulu mempelajari dan mendalaminya, sehingga benar-benar mengerti maksud ayat-ayat tersebut.
Dengan demikian, bila al-Badā’ disifatkan kepada Allah s.w.t. dalam hadis-hadis para Imām Ahl-ul-Bait dan ucapan para ulamanya, terlebih dahulu masalahnya harus dipahami dengan baik. Tidak benar kebohongan yang diberikan terhadap teks riwayat-riwayat dan keterangan tentang hal itu. Pada lembar-lembar berikut, akan anda jumpai penjelasan mengenai hal itu.