1-1-2 Sifat-sifat & Keutamaan ‘Ali – Kisah Hidup ‘Ali Ibn Abi Thalib

KISAH HIDUP ‘ALĪ IBN ABI THĀLIB
(Judul Asli: ‘Alī ibn Abī Thālib)
Oleh: Dr. Musthafa Murad

Penerjemah dan Penyelaras: Dedi Slamet Riyadi. MA.
Penerbit: ZAMAN

Rangkaian Pos: Sifat-sifat & Keutamaan 'Ali | Kisah Hidup 'Ali Ibn Abi Thalib

BAB SATU

KEHIDUPAN, KEUTAMAAN, DAN KEKHALIFAHAN ‘ALĪ IBN ABĪ THĀLIB

 

SIFAT-SIFAT DAN KEUTAMAAN ‘ALĪ IBN ABĪ THĀLIB

(Bagian 2)

 

‘Ali putra Abu Thalib r.a. bagaikan cahaya purnama yang bersinar cemerlang. Pengetahuannya bagaikan samudra tak bertepi. Dialah singa pemberani. Pahlawan Islam yang cemerlang. Cahaya dan keteduhannya bagaikan purnama. Keberaniannya bagaikah singa padang pasir. Kedermawanannya bagaikan matahari, dan kelembutannya bagaikan musim semi.

Sinarnya, kecemerlangannya, dan kelembutannya terpancar setiap saat
Ketika kesulitan menghadang, ia jelang dengan tabah penuh kesabaran
Di saat-saat penuh kemudahan dan kesenangan, ia bersyukur dan memuja
Setiap orang memuliakan dan mengagungkan karena semua kebaikannya
Di medan perang, ia berdiri kokoh tak terkalahkan
Tak sekilat pun rasa takut dan gentar ia tampakkan
Ia kenakan pakaian keagungan sehingga semua musuh ketakutan
Jika kau perhatikan gairahnya, dialah api yang tak pernah padam.

Sungguh, ‘Ali putra Abu Thalib adalah anak panah Tuhan yang dilemparkan untuk menyerang musuh-musuhNya. Dialah pelindung umat ini, pemelihara kemuliaan mereka. Dialah yang paling awal berislam di antara umat ini dan yang paling dekat hubungannya dengan Rasulullah s.a.w. Kendati begitu, tak pernah sekali pun ia berleha-leha atau bermalas-malasan melaksanakan perintah Allah s.w.t. Ia apik melindungi diri dari segala yang dilarang dan dibenci oleh Allah. Ia tidak pernah mencuri harta Allah. Ia perhatikan keutamaan dan keagungan al-Qur’an sehingga ia dapatkan taman kebahagiaan yang sarat ni‘mat. (31)

Dalam setiap keadaan dan di mana pun berada, kebenaran dan syariat selalu menjadi pemandunya menjalani kehidupan. Allah dan Rasulullah s.a.w. senantiasa bersemayam dalam hati dan pikirannya. Ia sendiri pernah menuturkan bagaimana sikapnya menghadapi rintangan dan kesulitan:

Saat kesulitan menghadang, seakan-akan hakikat setiap masalah disingkapkan kepadaku. Ketika sampai di pintu kebenaran, aku menjadi buta, tak ada pandangann yang dapat mencerapnya secara sempurna, tak ada lisan yang dapat menggambarkannya dengan lengkap. Aku beriman dan ku hadapi segala yang gaib dengan pikiran serta pandangan yang benar.

Tak heran jika seorang penulis mengatakan bahwa ia adalah “keturunan yang mulia, yang senantiasa menjaga kehormatan dan harga diri. Sangat langka orang yang semulia dirinya. Jarang ditemukan manusia yang lebih agung darinya. Ia senantiasa bertobat dan menyucikan diri. Setiap saat ia berusaha mengejar keutamaan dan kemuliaan. Perilakunya sungguh mulia dan kedermawanannya tiada terkira. Syariat tidak sedikit pun melihat cela dan noda pada dirinya. Ia sangat pengasih bagi kaum fakir dan selalu menolong orang yang membutuhkan. Ia lindungi orang yang lemah dan tertindas. Ia bangun kemuliaan dirinya dan selalu menghormati sanak tetangga.”

Khalifah ‘Ali putra Abu Thalib senantiasa berakhlak baik sehingga semua orang mengenalnya sebagai pemilik akhlak mulia, baik ketika masih anak-anak maupun setelah dewasa.

Pada suatu hari, seorang laki-laki menemuinya dan berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, aku punya kebutuhan kepadamu. Telah ku sampaikan kebutuhanku itu kepada Allah sebelum ku nyatakan kepadamu. Andai kau kabulkan, aku akan memuji Allah dan berterima kasih kepadamu. Jika tidak, aku akan memuji kepada Allah dan menerima alasanmu.”

‘Ali r.a. berkata: “Tulislah kebutuhanmu, aku tak kuasa melihat wajah memelasmu ketika memohon.”

Orang itu pun menuliskan kebutuhannya.

‘Ali berkata: “Aku punya pakaian, ambillah.”

Orang itu mengambilnya kemudian mengenakannya, dan berkata:

Kau menutupiku dengan pakaian hingga aku terlihat baik
Karena itu, aku menghiasimu dengan puji-puja yang indah
Jika kau menerima keindahan pujianku, kau semakin mulia
Dan aku tak mengharapkan balasan atas pujianku kepadamu

Sungguh, pujian akan mempercantik keindahan orang yang dipuji
Bagaikan hujan lebat menghidupkan pegunungan dan bukit-bukit
Perjalanan masa tak pernah meluputkan keindahan setiap peristiwa
Dan setiap hamba akan dibalas sesuai dengan amal perbuatannya.

Mendengar pujian yang disampaikan orang itu dengan indah, ‘Ali berkata: “Aku punya beberapa dinar,” seraya memberikan beberapa dinar kepadanya. Al-Ashbag yang saat itu ada di sana berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, kau berikan pakaian dan uang seratus dinar?”

‘Ali menjawab: “Benar, aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hadapilah setiap orang sesuai dengan tingkatannya, dan seperti itulah tingkatan laki-laki ini di sisiku.” (42)

Keutamaan dan kemuliaannya tergambar dari kata-katanya berikut ini:

Aku adalah saudara al-Mustafa, nabi pilihan
Ia mengasuh, menjaga, dan membesarkanku
Kedua cucunya yang terkasih adalah putraku

Kakekku dan kakeknya adalah orang yang sama
Fatimah bunga surga adalah istriku yang mulia
Tak ada dan tak layak seorang pun mencelanya

Aku mengakui dan membenarkan Rasulullah
Saat orang lain terlelap kesesatan
Aku mendukungnya saat orang lain tenggelam
Dalam kegelapan, kebimbangan, dan penolakan

Kuhaturkan puji yang tak bertepi kepada Tuhan Yang Maha Suci
Tak ada sekutu bagi-Nya, yang baik kepada hamba-hambaNya,
Dialah yang maha abadi tanpa batas akhir.

‘Ali putra Abu Thalib menjaga kesucian dan keutamaan dirinya dengan selalu bersegera melakukan kebaikan. Sejarah mengenalnya sebagai salah seorang muslim awal. Ia hadapi setiap lawan yang menentang dengan keberanian tanpa tepi. Tak pernah ia biarkan orang yang membangkang dan menyimpang leluasa melakukan kejahatan. Keluasan ilmunya memuaskan dahaga setiap orang yang bertanya. Ia terbiasa berkeliling dan menantikan siapa saja yang mungkin bertanya atau membutuhkan bantuannya. Ia bersikap zuhud dari dunia, karena hari-hari di dunia hanyalah sekejap.

Dialah panglima perang yang gagah berani. Menebas setiap lawan yang menghadang. Dialah pemimpin kaum dermawan yang memberi makan orang yang kelaparan. Tak pernah langkahnya dihentikan keraguan. Tak pernah matanya terpejam hingga ia mencapai kepastian dan keteguhan. Dialah orator ulung yang memikat setiap orang yang mendengar dan melihatnya. Hanya sekejapan matanya merasakan nikmat tidur ketika orang-orang yang malas mendengkur dalam tidur yang pulas.

Maha Suci Allah yang telah menghimpun segala kebaikan dan kemuliaan pada dirinya. Dialah samudra yang memberikan segala kebaikan kepada manusia. Dialah bintang yang bersinar cemerlang dalam pengabdian dan perjuangan.

Dialah pemilik segala kebaikan,
Pemintal benang-benang keutamaan,
Singa padang pasir di tengah peperangan
Ia tampak senantiasa bersinar cemerlang
Di tengah lautan debu dan badai peperangan.

Dialah samudra keberanian
Menumpas semua lawan, yang meradang dan menghadang
Membinasakan setiap musuh yang datang menyerbu penuh nafsu.

Kata-kata keluar dari lisannya bak mutiara yang cemerlang
Nasihatnya lembut bagaikan tetes embun menyentuh dedaunan.

Keistimewaan dan keunggulan ‘Ali putra Abu Thalib tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Kemuliaannya tak dapat digambarkan secara ringkas. Dialah sahabat yang paling dekat hubungannya dengan Rasulullah s.a.w. Ia sangat mencintai Nabi s.a.w., selalu mengagungkan, dan memuliakannya, sedangkan ia bagian dari Nabi, dan lelaki yang dekat kepadanya? Sa‘d ibn Waqqash r.a. mengisahkan bahwa ketika turun firman Allah:

Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu (tentangnya) maka katakanlah kepadanya: “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang yang dusta. (53).

Rasulullah s.a.w. memanggil ‘Ali dan Fatimah r.a., juga al-Hasan dan al-Husain, kemudian beliau berkata: “Ya Allah, inilah keluargaku.” (64)

Catatan:


  1. 3). Ibid., jilid 3, hal. 1110, dikutip dari ucapan al-Hasan al-Bashri. 
  2. 4). Al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jilid 8, hal. 9. 
  3. 5). Āli ‘Imrān: 61. 
  4. 6). Diriwayatkan dari Sa‘d ibn Abi Waqqash r.a. oleh Muslim, Kitāb al-Fadhā’il, bab Fadhā’il ‘Alī r.a., jilid 15, hal. 176. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *