MEMBAHAS TENTANG BERSUCI
(THAHARAH).
Imām Syāfi‘ī berkata: Allah s.w.t. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu…..” (al-Mā’idah [5]: 6).
Imām Syāfi‘ī berkata: Allah s.w.t. yang Maha Suci dan Maha Tinggi, Dialah yang mencitptakan air bagi makhluk-Nya, manusia tidak memiliki kemampuan sedikitpun dalam penciptaannya. Dia telah menyebutkan air secara umum, maka di dalamnya termasuk juga air hujan, air sungai, air sumur, air yang keluar dari celah-celah bukit, air laut, baik yang asin maupun yang tawar. Semua jenis air itu dapat dipergunakan untuk bersuci bagi yang hendak berwudhu’ atau mandi. Makna lahir dari ayat di atas mengisyaratkan bahwa semua jenis air adalah suci, baik air laut maupun air yang lain.
Imām Syāfi‘ī berkata: Telah diriwayatkan dari Abū Hurairah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi s.a.w.: “Wahai Rasūlullāh, kami pernah berlayar, sementara kami hanya memiliki sedikit persediaan air. Apabila kami berwudhu’ dengannya, kami akan kehausan, maka apakah kami boleh berwudhu’ dengan air laut?” Nabi s.a.w. menjawab:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ.
“Laut itu airnya suci dan bangkainya halal.” (91)
Imām Syāfi‘ī berkata: Dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda:
مَنْ لَمْ يَطْهَرْهُ الْبَحْرُ فَلَا طَهَرَهُ اللهُ.
“Barang siapa tidak dapat disucikan dengan air laut, maka Allah tidak menyucikannya.” (102).
Imām Syāfi‘ī berkata: Setiap air tetap suci selama belum dicampuri najis. Tidak ada yang membersihkan dan menyucikan kecuali air atau tanah, baik air embun, salju yang dicairkan, air yang dipanaskan atau tidak dipanaskan, karena air memiliki sifat untuk menyucikan dan api tidak dapat merubahnya menjadi najis. Saya tidak memandang makruh menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar matahari untuk bersuci, hanya saja tidak baik dari sisi kesehatan, karena hal itu dapat menyebabkan penyakit belang (kusta).
Catatan: