BAGIAN PERTAMA:
DEFINISI AL-BADĀ’
BAB 1
PERBEDAAN SEMANTIK (MAKNA KATA)TENTANG AL-BADĀ’.
Bila orang membicarakan masalah al-Badā’ dalam suasana tenang, terlepas dari emosi dan kefanatikan, maka mereka akan mengetahui adanya “kesatuan akidah” dalam masalah tersebut. Dan tentu mereka pun akan tahu bahwa perbedaan pendapat yang ada hanyalah perbedaan semantik belaka, bukan dalam hal isi dan hakikat al-Badā’.
Syaikh Al-Mufīd (338-413), telah menunjukkan hakikat al-Badā’ ini. Sesungguhnya perbedaan yang terjadi antara golongan yang meyakini kebenaran al-Badā’ dan yang tidak meyakininya, hanya merupakan perbedaan semantik, bukan dalam hal esensi dan hakikatnya. Dalam hal ini ia mengatakan: “Sesungguhnya kata al-Badā’ pada mulanya merupakan salah satu kata samā‘ī yang timbul dan dipakai dalam komunikasi antara manusia dan Allah s.w.t. Selama belum ada kata yang lebih tepat untuk mengungkap maknanya, kata tersebut masih relevan untuk dipergunakan. Seperti halnya pemakaian kata-kata “marah”, “senang”, “cinta”, “heran” dan lain sebagainya yang dinisbatkan kepada Allah s.w.t. Namun, seringkali kata samā‘ī itu dipakai untuk mengungkapkan konsep dan hakikat sesuatu, yang juga tidak ditolak oleh akal. Dengan demikian, sebenarnya tidak terdapat perbedaan pendapat antara kami dengan semua orang Islam. Kalau pun ada, itu hanya perbedaan semantik belaka, bukan yang lain.: (11)
Untuk itu, kita akan merujuk kepada para ahli yang tidak bosan-bosannya menerangkan masalah ini, agar semua permasalahan yang menyangkut al-Badā’ ini menjadi jelas. Dan agar semuanya tahu bahwa pertentangan dalam masalah ini, sekali lagi, hanyalah perbedaan semantik, bukan pada masalah isi dan hakikatnya. Supaya jelas, berikut ini akan kami kemukakan tujuh hal penting.
Catatan: