Nabi dan Rasūl adalah hamba-hamba Allah pilihan yang menerima wahyu dan risalah dari Allah s.w.t. Nabi adalah hamba Allah pilihan yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri dan tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikannya kepada ummat manusia. Rasūl adalah manusia pilihan yang menerima wahyu dan risalah dari Allah s.w.t. dan bertanggungjawab menyampaikannya kepada ummat manusia. Setiap Rasūl adalah Nabi, sedangkan setiap Nabi belum tentu Rasūl.
Jumlah nabi dan rasūl sangat banyak. Namun yang tersebut dalam al-Qur’ān dan wajib kita imani berjumlah 25 orang. Mereka adalah Ādam, Idrīs, Nūḥ, Hūd, Shāliḥ, Ibrāhīm, Lūth, Ismā‘īl, Isḥāq, Ya‘qūb, Yūsuf, Syu‘aib, Ayyūb, Zulkiflī, Mūsā, Hārūn, Dāwūd, Sulaimān, Ilyās, Ilyasa‘, Yūnus, Zakariyyā, Yaḥyā, ‘Īsā dan Muḥammad ‘alaih-us-Salām.
Banyak nabi dan rasūl lainnya yang tidak dikisahkan dalam al-Qur’ān. Allah berfirman:
وَ رُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَ رُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ، وَ كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا.
Artinya:
“Dan (Kami telah mengutus) rasūl-rasūl yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasūl-rasūl yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.” (QS. an-Nisā’: 164).
Nabi dan Rasūl Allah s.w.t. tidaklah sama keutamaan dan kedudukan mereka, Allah telah melebihkan derajat sebagian nabi dan rasūl atas sebagian yang lain. Allah s.w.t. berfirman: “Rasūl-rasūl itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (al-Baqarah: 253).
Nabi Muḥammad s.a.w. adalah nabi akhir zaman, keberadaannya untuk menyempurnakan risalah dan syari‘at ilahiyyah dari para nabi dan rasūl sebelumnya. Allah s.w.t. berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَ لكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِيْنَ.
Artinya:
“Muḥammad sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antaramu, tetapi dia adalah Rasūlullāh dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al-Aḥzāb: 40)
اَلْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشَوْنِيْ، الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِيْنًا.
Artinya:
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni‘mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-Mā’idah: 3).
Setiap ummat di dunia ini memiliki rasūl. Allah s.w.t. mengutus setiap rasūl-Nya untuk tiap ummat sepanjang masa secara terus-menerus. Tidak ada satu ummat pun yang tidak punya rasūl. Hal ini supaya setiap ummat di muka bumi ini tetap beriman dan berbakti kepada Allah s.w.t. serta menghindarkan kerusakan yang dilakukan oleh ummat tertentu. Karena rasūl diutus dengan tujuan mengingatkan mereka yang lalai dan memberi kabar baik bagi yang ingat. Jadi setiap ummat manusia memiliki rasūl. Allah berfirman:
تَاللهِ لَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ.
Artinya:
“Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu.” (QS. an-Naḥl: 63).
وَ إِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيْهَا نَذِيْرٌ.
Artinya:
“Dan tidak ada suatu ummatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (QS. Fāthir: 24).
وَ لِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلٌ فَإِذَا جَاءَ رَسُوْلُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَ هُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ.
Artinya:
“Tiap-tiap ummat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.” (QS. Yūnus: 47).
Allah mengutus rasūl-Nya dari golongan manusia, bukan malaikat atau makhluk lain, serta berjenis kelamin laki-laki. Allah berfirman:
وَ مَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوْحِيْ إِلَيْهِمْ.
Atinya:
“Kami tiada mengutus rasūl-rasūl sebelum kamu (Muḥammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka.” (QS. al-Anbiyā’: 7).
قُلْ لَوْ كَانَ فِي الْأَرْضِ مَلَائِكَةٌ يَمْشُوْنَ مُطْمَئِنِّيْنَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُوْلًا.
Artinya:
“Katakanlah: “Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka malaikat menjadi rasūl”. (QS. al-Isrā’: 95).
Maka jelaslah bahwa Allah hanya memilih seorang laki-laki sebagai rasūl-Nya.
Rasūl-rasūl diutus oleh Allah s.w.t. dengan maksud dan tujuan yang sama, yakni mengajak manusia beribadah kepada Allah dan memurnikan keimanan hanya kepada-Nya, serta memberi peringatan bagi mereka yang lalai. Allah s.w.t. berfirman:
وَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلَّا نُوْحِيْ إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُوْنِ.
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasūlpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada tuhan (yang hak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku!” (QS. al-Anbiyā’: 25).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَ لَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ.
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasūl pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thāghūt itu”….. (QS. an-Naḥl: 36).
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa tujuan utama diutusnya para rasūl adalah untuk menyeru manusia untuk beriman kepada Allah.
Para nabi dan rasūl Allah adalah manusia-manusia pilihan yang ditunjuk oleh Allah untuk mengemban misi ilahiyyah di muka bumi sebagai penyeru kebaikan dan pemberi peringatan bagi yang lalai. Allah berfirman dalam al-Qur’ān:
إِنَّ اللهَ اصْطَفَى آدَمَ وَ نُوْحًا وَ آلَ إِبْرَاهِيْمَ وَ آلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِيْنَ.
Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Ādam, Nūḥ, keluarga Ibrāhīm dan keluarga ‘Imrān melebihi segala ummat.” (QS. Āli ‘Imrān: 33).
Para nabi dan rasūl adalah manusia-manusia pilihan yang benar-benar suci. Mereka telah dibersihkan dari berbagai macam keburukan, dipelihara dari macam-macam maksiat, baik besar maupun kecil. Allah berfirman:
وَ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ.
Artinya:
“Tidak mungkin seorng nabi berbuat khianat.” (QS. Āli ‘Imrān: 161).
Para nabi dan rasūl juga dibekali keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya. Mereka dibekali dengan budi pekerti yang luhur dan mulia, seperti sifat benar (shidq), dapat dipercaya (amānah), merasa cukup dengan karunia Allah (qanā‘ah) serta keberanian yang luar biasa dalam menentang kebathilan dan memerangi kesesatan. Perilaku dan sifat yang mulia tersebut adalah suri tauladan yang baik bagi para pengikutnya.
Para nabi dan rasul juga diberi mu‘jizat, yaitu kejadian luar biasa yang hanya terjadi pada diri para nabi dan rasūl atas idzin Allah s.w.t. Allah memberikan mu’jizat sebagai bukti atau hujjah bagi kebenaran risalah yang dibawa oleh para nabi dan rasūl-Nya.
Di antara para nabi dan rasūl yang diutus oleh Allah, terdapat rasūl-rasūl “ulul-‘azmi”. “Ulul-‘azmi” artinya yang mempunyai tekad yang kuat dan keteguhan tanpa batas. Mereka mengerahkan segala daya dan upaya dengan penuh kesabaran untuk menegakkan kalimat Allah dan membumikan syariat Allah di muka bumi. Walaupun godaan dan tantangan serta bahaya datang silih berganti, mereka terus menjalankan misi kenabian yang telah diamanahkan, dengan penuh ikhlas karena Allah semata.
Allah menyuruh kepada Nabi Muḥammad untuk mengambil suri tauladan dari para rasūl ulul-‘azmi. Firman-Nya:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ.
Artinya:
“Maka bersabarlah kamu seperti rasūl-rasūl ulul-‘azmi.” (QS. al-Aḥqāf: 35).
Rasūl-rasūl ulul-‘azmi adalah:
Allah telah menyebutkan nama-nama mereka dalam al-Qur’ān dalam dua buah ayat:
وَ إِذَا أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّيْنَ مِيْثَاقَهُمْ وَ مِنْكَ وَ مِنْ نُوْحٍ وَ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى وَ عِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَ أَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيْثَاقًا غَلِيْظًا.
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (Muḥammad), dari Nūḥ, Ibrāhīm, Mūsā dan ‘Īsā putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (QS. al-Aḥzāb: 7).
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّيْنَ مَا وَصَّى بِهِ نُوْحًا وَ الَّذِيْ أَوْحَيْنَا إلَيْكَ وَ مَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى وَ عِيْسَى أَنْ أَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَ لَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِ، كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ، اللهُ يَجْتَبِيْ إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَ يَهْدِيْ إِلَيْهِ مَنْ يُنِيْبُ.
Artinya:
“Dia telah mensyari‘atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nūḥ dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrāhīm, Mūsā dan ‘Īsā yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. asy-Syūrā: 13).
Tugas utama para nabi dan rasūl adalah menyeru ummat manusia untuk menyembah Allah dan meninggalkan sesembahan selain Allah. Allah berfirman:
وَ لَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَ اجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ.
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thāghūt itu.” (QS. an-Naḥl: 36).
Kaitannya dengan hal ini para nabi dan rasul juga memperingatkan ummat bahwa Allah akan memberikan balasan yang setimpal dengan apa yang mereka lakukan. Yang durhaka dan melampaui batas Allah akan menimpakan ‘adzab dari siksa, dan memberi ganjaran kebaikan di dunia dan akhirat bagi mereka yang taat dan berbakti kepada Allah s.w.t.
Setiap nabi itu akan datang sesudah nabi sebelumnya. Jadi bagaikan memperbaiki bangunan, maka nabi yang baru datang seolah-olah sebagai penerus dan penyempurna, sehingga bangunan itu benar-benar sempurna. Namun para nabi dan rasul tersebut mengajarkan tatacara peribadatan kepada Allah sesuai dengan situasi dan kondisi ummat pada saat itu. Rasūlullāh s.a.w. bersabda yang artinya:
“Perumpamaanku dan perumpamaan semua nabi itu adalah sebagaimana seorang yang mendirikan sebuah bangunan (gedung), ia telah menyempurnakannya dan memperindahnya orang yang mengunjungi dan melihat bangunan tersebut berkata: “Kami belum melihat bangunan sebagus ini kecuali batu-bata ini, maka akulah batu-bata itu.” (HR. Bukhārī Muslim).
Rasūlullāh Muḥammad s.a.w. adalah sebagai nabi terakhir dan sebagai penyempurnaan risalah yang dibawa oleh nabi dan rasul sebelumnya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِيْنًا.
Artinya:
“Pada hari ini Aku telah menyempurnakan bagimu agamamu, dan Aku telah sempurnakan ni‘mat-Ku padamu dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu.” (QS. al-Mā’idah: 3).
Dengan kesempurnaan dan kelengkapan agama itu, maka selesailah tugas kenabian dan tidak akan ada lagi nabi atau rasul setelah Nabi Muhammad s.a.w. Allah s.w.t. berfirman:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَ لكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِيْنَ.
Artinya:
“Muḥammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Utusan Allāh dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al-Aḥzāb: 40)