KEDUDUKAN AL-QUR’ĀN, SUNNAH, IJMĀ‘ DAN QIYĀS
Banyak istilah yang digunakan menggambarkan proposi dan posisi al-Qur’ān, Sunnah, ijmā‘ dan qiyās terhadap khithāb Allah s.w.t., di antaranya:
1. Al-Kāsyif atau sebagai penguak khithāb Allah s.w.t.
2. Ad-Dalīl atau petunjuk khithāb Allah s.w.t.
3. Al-Madhar-ul-Ḥukm atau berbagai penjelas khithāb Allah s.w.t.
4. Adillāt-ul-Aḥkām atau sebagai petunjuk hukum. Di mana istilah ini sering terpakai dalam disiplin ilmu ushūl. (161).
Catatan:
1. Zaman azali adalah penisbatan kepada azal, yang memiliki arti tidak ada permulaan. Menurut sebuah pendapat, antara azali dengan qadīm (dahulu tanpa permulaan) secara sekilas memiliki makna sama, akan tetapi dalam realitasnya ada perbedaan tipis di antara keduanya. Yakni bahwa azali lebih umum dari qadīm, sebab azali mencakup dua hal, yakni wujūdi (eksistensi) dan ‘adami (ketiadaan), sedangkan qadīm terkhusus pada wujūdi, dalam pemaknaan tidak adanya permulaan bagi wujudnya sesuatu. (172).
2. Kalam nafsi adalah madlūl (makna yang ditunjukkan) oleh kalam lafzhi. Manakala kalam nafsi disebut sebagai hukum, maka kalam lafzhi berstatus sebagai penunjuk hukumnya (ad-dāll). (183) Pengertian tersebut senada dengan statemen Imām Ḥasan al-‘Athār: “Kata kalam dibatasi dengan kata nafsi, karena kalam lafzhi bukanlah sebuah hukum, akan tetapi hanyalah petunjuk atau porter dari sebuah hukum.” (194).
Catatan: