Surah at-Takatsur 102 ~ Tafsir al-Jailani

Dari Buku: TAFSIR al-Jaelani
Oleh: Syekh ‘Abdul-Qadir Jaelani
Penerjemah: Abdul Hamid

Penerbit: PT. SAHARA intisains

Surah ke 102; 8 ayat
At-Takātsur
(bermegah-megahan).

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Pembuka Surah at-Takātsur

Bagi orang yang telah diberi petunjuk Allah s.w.t. untuk menempuh jalan ma‘rifat dan iman, diperlihatkan kepadanya jalan penyingkapan dan kemuliaan, dan dilimpahkan kepadanya keutamaan dan kebaikan; pasti mengetahui bahwa harta, anak, dan segala macam perhiasan dunia yang fanā’, yang menyebabkan manusia saling bermegah-megahan, bersikap angkuh, takabbur, dan congkak pada saat ia berada di dunia; adalah merupakan salah satu bentuk rintangan – dari berbagai macam rintangan yang ada – yang dapat menghalangi manusia untuk bisa sampai di taman keridhaan dan surga Ma’wā.

Maka dari itu, bagi orang-orang yang memiliki keinginan dan ketaatan, mereka harus menjauhkan diri dari dunia, tidak menoleh kepadanya, dan memperbanyak bekal dengan ketakwaan. Sebab sebaik-baik bekal adalah ketakwaan dan ridha kepada qadha yang berlaku kepada dirinya.

Karena itulah dalam surah ini Allah s.w.t. berbicara kepada orang-orang yang bersikap congkak dan angkuh karena bermegah-megahan dalam masalah harta dan anak. Dia juga mengancam mereka dengan menyatakan bahwa Dia akan merekam kesesatan dan penyimpangan mereka dari jalan keadilan Ilahi dan dari jembatan tauhid. Setelah memberikan keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang menampakkan Diri kepada manusia dengan kesempurnaan-Nya demi untuk membimbingnya menempuh jalan iman dan ma‘rifat, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepadanya dengan memberikan berbagai macam kelembutan dan kebaikan demi untuk mengarahkannya menuju kepada diri-Nya dalam semua keadaan, (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepadanya dengan cara menunjukinya kepada martabat penyingkapan dan kecintaan.

Ayat 1.

(أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ) [Bermegah-megahan telah melalaikan kamu] maksudnya: wahai orang yang tenggelam dalam lautan kelalaian dan kesesatan, sikap congkak dan angkuh karena memiliki banyak harta dan anak telah membuatmu lalai dari mengesakan Allah s.w.t. dan mentaati-Nya.

Ayat 2.

Kamu berada dalam kondisi seperti itu sepanjang hidupmu (حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ) [sampai kamu masuk ke dalam kubur] dan menjadi orang-orang mati seperti mereka. Demikian pula halnya dengan sesuatu yang berasal darimu dan yang menyebabkan kamu diciptakan karenanya, sepanjang hidupmu.

Kemudian, sebagai bentuk pencegahan sekaligus ancaman kepada mereka, Allah s.w.t. berfirman:

Ayat 3.

(كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ) [Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui] bahwa kewajiban dan kedudukanmu bukanlah untuk bersikap congkak dan bermegah-megahan, dan kamu akan mengetahui dampak yang diakibatkan oleh sikap semacam itu.

Ayat 4.

(ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ) [Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui] bahwa masalahnya tidaklah seperti ini. Allah s.w.t. mengulangi firman-Nya demi untuk menegaskan dan menekankan ancaman dan janji-Nya, serta mengintimidasi manusia dengan ancaman tersebut. Kemudian Allah s.w.t. mencatat kebodohan dan kesesatan mereka dengan firman-Nya:

Ayat 5.

(كَلَّا) [Janganlah begitu] yang maksudnya adalah; janganlah kalian bermegah-megahan dan bersikap angkuh dengan perhiasan dunia yang fanā’ ini, wahai orang-orang yang bodoh lagi sombong: (لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِ) [jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin] Maksudnya, seandainya kamu mengetahui secara meyakinkan dan hatimu membenarkannya bahwa:

Ayat 6.

(لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَ) [Kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam] pada saat kamu bermegah-megahan dan bersikap angkuh dengan sesuatu yang kamu banggakan, dan oleh bisikan dusta yang terbetik dalam hatimu. namun kamu tidak mengetahui dan melupakan kegiatan melihat neraka Jahannam, bahkan mengingkari keberadaannya. Karena itulah kamu bersikap angkuh, bermegah-megahan dengan perhiasan dunia yang hina, dan merasa nyaman dengan kelezatannya yang fanā’, serta syahwatnya yang tidak akan kekal.

Ayat 7.

Kemudian Allah s.w.t. mengulangi masalah melihat neraka Jahannam, untuk mengintimidasi mereka dan menetapkan ancaman bagi mereka, dengan berfirman: (ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا) [dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya], yakni melihat neraka Jaḥīm yang dipersiapkan untuk menyiksa kalian, (عَيْنَ الْيَقِيْنِ) [dengan ‘anul-yaqīn], yakni secara meyakinkan sampai kalian dapat menggambarkannya secara spesifik dan melihat tempat kalian di dalamnya.

Ayat 8.

(ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ) [Kemudian kamu pasti akan ditanya] wahai manusia yang melupakan perjanjiannya dengan Allah s.w.t. (يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ) [pada hari itu tentang kenikmatan] fanā’ yang memalingkan kalian dari-Nya dan mengalihkan perhatian kalian dari mentaati dan beribadah kepada-Nya. Pada saat itu, akan tampak pada kalian, semua kesalahan pendapat kalian dan kerusakan hawa nafsu kalian yang kalian ikuti ketika berada di dunia.

“Ya Allah, datangkanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Memberi.”

 

Penutup Surah at-Takātsur

Wahai pengikut Muḥammad yang disifati sebagai orang yang memiliki keyakinan tinggi terhadap semua masalah akhirat; kamu harus terus berada dalam keadaan mengingat akhirat, di mana pengetahuanmu tentangnya mencapai taraf keyakinan yang sempurna sebelum kamu akhirnya berada di dalamnya. Janganlah kamu condong pada dunia; baik pada perhiasan, kenikmatan, maupun kelezatannya. Jadilah kamu orang yang merasa puas dengan rezeki yang sekedarnya, dan sifatilah dirimu sebagai orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Teruslah kamu mengasingkan diri, menjadi orang yang tidak dikenal, dan lari menjauh dair kalangan berharta. Sebab berteman dengan orang-orang yang berperilaku buruk dapat memalingkanmu dari berbagai rahasia dan menghalangimu dari menyaksikan cahaya kebenaran.

“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami satu kegembiraan dari sisi-Mu yang dapat menyelamatkan kami dari kata-kata yang tidak berarti dan mengantarkan kami menuju dār-us-salām.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *