Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Ibni Katsir

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Ibni Katsir

SŪRAT-UL-MUDDATSTSIR

(Orang Yang Berkemul)

Makkiyyah, 56 ayat

Turun sesudah Sūrat-ul-Muzzammil.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Muddatstsir, ayat 1-10.

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَ لَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَ لِرَبِّكَ فَاصْبِرْ. فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُوْرِ. فَذلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيْرٌ. عَلَى الْكَافِرِيْنَ غَيْرُ يَسِيْرٍ.

74: 1. Hai orang yang berkemul (berselimut),

74: 2. bangunlah, lalu berilah peringatan!

74: 3. dan Tuhanmu agungkanlah!

74: 4. dan pakaianmu bersihkanlah!

74: 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,

74: 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.

74: 7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

74: 8. Apabila ditiup sangkakala,

74: 9. Maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit,

74: 10. bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.

Di dalam kitab Shaḥīḥ Bukhārī disebutkan melalui hadits Yaḥyā ibnu Abī Katsīr, dari Abū Salamah, dari Jābir, ia pernah mengatakan bahwa ayat al-Qur’ān yang mula-mula diturunkan adalah firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ.

Hai orang yang berkemul (berselimut). (al-Muddatstsir: 1).

Tetapi jumhur ulama berbeda. Mereka berpendapat bahwa al-Qur’ān yang mula-mula diturunkan adalah firman Allah s.w.t.:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (al-‘Alaq: 1).

Sebagaimana yang akan diterangkan di tempatnya, in syā’ Allāh. Imām Bukhārī mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yaḥyā, telah menceritakan kepada kami Wakī‘, dari ‘Alī ibn-ul-Mubārak, dari Yaḥyā ibnu Abī Katsīr yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abū Salamah ibnu ‘Abd-ir-Raḥmān tentang ayat al-Qur’ān yang mula-mula diturunkan, Maka Abū Salamah menjawab dengan membaca firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ.

Hai orang yang berkemul (berselimut). (al-Muddatstsir: 1).

Aku berkata, bahwa orang-orang menyebutnya:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (al-‘Alaq: 1).

Maka Abū Salamah menjawab, bahwa ia pernah bertanya kepada Jābir ibnu ‘Abdillāh tentang masalah ini, dan kukatakan kepadanya apa yang telah kamu katakan kepadaku. Lalu ia menjawab: bahwa ia tidak sekali-kali menceritakan hadits kepadaku melainkan apa yang pernah dikatakan oleh Rasūlullāh s.a.w. kepadanya. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Aku ber-tahannuts di Gua Ḥirā’. Setelah aku menyelesaikan tahannuts-ku, lalu aku turun, dan tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggilku. Aku menoleh ke arah kanan dan ternyata tidak melihat apa pun; dan aku menoleh ke arah kiriku, tetapi ternyata tidak kulihat sesuatu pun; dan aku memandang ke arah depanku, ternyata tidak ada apa-apa; begitu pula sewaktu aku memandang ke arah belakangku. Lalu aku mengarahkan pandanganku ke langit, dan ternyata ku lihat sesuatu (yang menakutkan, karena Jibrīl menampakkan dirinya dalam rupa aslinya). Maka aku pulang ke rumah Khadījah dan kukatakan kepadanya: “Selimutilah aku, dan tuangkanlah air dingin ke kepalaku (kompreslah aku).

Nabi s.a.w. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu mereka (keluarga beliau) menyelimuti diriku dan mengompres kepalaku, maka turunlah firman Allah s.w.t.:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ.

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah!. (al-Muddatstsir: 1-3).

Demikianlah menurut riwayat Imām Bukhārī melalui jalur ini. Imām Muslim meriwayatkannya melalui jalur ‘Aqīl, dari Ibnu Syihāb, dari Abū Salamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jābir ibnu ‘Abdillāh, ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. menceritakan tentang masa terhentinya wahyu. Antara lain disebutkan, bahwa ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, maka aku melihat ke arah langit. Tiba-tiba malaikat yang pernah datang kepadaku di Ḥirā’ datang kepadaku duduk di atas sebuah kursi di antara langit dan bumi, maka aku merasa takut dengannya hingga aku terjatuh ke tanah. Kemudian aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan: “Selimutilah aku, selimutilah, selimutilah aku,” maka turunlah firman Allah s.w.t.:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ.

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! (al-Muddatstsir: 1-2).

sampai dengan firman-Nya:

وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ.

dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (al-Muddatstsir: 5).

Abū Salamah mengatakan bahwa ar-rijzu artinya penyembahan berhala, setelah itu wahyu sering datang dan berturut-turut. Konteks hadits inilah yang dikenal, dan ini memberikan pengertian bahwa sesungguhnya pernah turun wahyu sebelum itu, karena sabda Nabi s.a.w. yang mengatakan:

فَإِذًا الْمَلَكُ الَّذِيْ كَانَ بِحِرَاءِ

Maka ku lihat malaikat yang pernah mendatangiku di Ḥirā’.

Dia adalah Malaikat Jibrīl yang saat itu datang kepadanya membawa firman Allah s.w.t.:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ وَ رَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (al-‘Alaq: 1-5).

Sesudah itu terjadi masa fatrah dari wahyu, lalu malaikat itu turun lagi kepadanya setelah masa fatrah.

Pengertian gabungan kedua hadits tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa wahyu yang mula-mula diturunkan sesudah beberapa lama wahyu tidak turun adalah surat ini (al-Muzzammil dan al-Muddatstsir). Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ḥajjāj, telah menceritakan kepada kami Laits, telah menceritakan kepada kami ‘Aqīl, dari Ibnu Syihāb yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jābir ibnu ‘Abdillāh, bahwa ia pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

ثُمَّ فَتَرَ الْوَحْيُ عَنِّيْ فَتْرَةً فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِيْ سَمِعْتُ صُوْتًا مِنَ السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِيْ قِبَلَ السَّمَاءِ فَإِذًا الْمَلَكُ الَّذِيْ جَاءَنِيْ قَاعِدٌ عَلَى كُرْسِيِّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ الْأَرْضِ فَجِئْتُ مِنْهُ فَرَقًا حَتَّى هَوَيْتُ إِلَى الْأَرْضِ فَجِئْتُ أَهْلِيْ فَقُلْتُ لَهُمْ: زَمِّلُوْنِيْ زَمَّلُوْنِيْ زَمَّلُوْنِيْ! فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى: قُمْ فَأَنْذِرْ وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ، وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ، وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ. ثُمَّ حَمِيَ الْوَحْيُ وَتَتَابَعَ.

Kemudian wahyu mengalami fatrah dariku selama satu masa. Dan ketika aku sedang berjalan, ku dengar suara dari langit (memanggilku), maka aku mengarahkan pandanganku ke langit. Tiba-tiba aku melihat malaikat yang pernah datang kepadaku sedang duduk di atas kursi di antara langit dan bumi, maka tubuhku gemetar karenanya hingga aku terjatuh ke tanah. Lalu aku pulang ke rumah keluargaku dan ku katakan kepada mereka: “Selimutilah aku, selimutilah aku, selimutilah aku.” Maka Allah s.w.t. menurunkan firman-Nya: “Hai orang yang berkemul, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” (al-Muddatstsir: 1-5). Kemudian wahyu datang lagi dengan berturut-turut.

Bukhārī dan Muslim mengetengahkan hadits ini melalui az-Zuhrī dengan sanad yang sama.

Imām Thabrānī mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu ‘Alī ibnu Syu‘aib as-Simsār, telah menceritakan kepada kami al-Ḥasan ibnu Bisyr al-Bajalī, telah menceritakan kepada kami al-Mu‘āfā ibnu ‘Imrān, dari Ibrāhīm ibnu Yazīd yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu ‘Abbās mengatakan, bahwa sesungguhnya al-Walīd bin al-Mughīrah membuat jamuan makan untuk orang-orang Quraisy. Maka setelah mereka menyantap jamuan itu al-Walīd bertanya kepada mereka: “Bagaimanakah pendapat kalian dengan lelaki ini (maksudnya Nabi s.a.w.)?” Sebagian dari mereka mengatakan seorang penyihir, sebagian yang lain mengatakan bukan seorang penyihir. Dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan seorang tukang tenung, maka sebagian yang lainnya menjawab bukan seorang tukang tenung. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan seorang penyair, dan sebagian yang lainnya menjawabnya bukan seorang penyair. Lalu sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa bahkan dia adalah seorang penyihir yang belajar (dari orang-orang dahulu). Akhirnya mereka sepakat menyebutnya sebagai seorang penyihir yang belajar dari orang-orang dahulu.

Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi s.a.w., maka hati beliau berduka cita dan menundukkan kepalanya serta menyelimuti dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَ رَبَّكَ فَكَبِّرْ. وَ ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَ الرُّجْزَ فَاهْجُرْ. وَ لَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ. وَ لِرَبِّكَ فَاصْبِرْ.

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (al-Muddatstsir: 1-7).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *