Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Ibni Katsir (Bagian 8)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Muddatstsir 74 ~ Tafsir Ibni Katsir

Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isḥāq ibnu Muḥammad ibnu Ismā‘īl al-Farawī, telah meriwayatkan kepada kami ‘Abd-ul-Mālik ibnu Qudāmah, dari ‘Abd-ur-Raḥmān, dari ‘Abdullāh ibnu Dīnār, dari ayahnya, dari ‘Abdullāh ibnu ‘Umar, bahwa ‘Umar tiba, sedangkan shalat telah didirikan, dan di situ terdapat tiga orang yang masih duduk, di antaranya adalah Abū Jahsy al-Laitsī. Maka ‘Umar berkata kepada mereka: “Bangkitlah kalian dan shalatlah bersama Rasūlullāh s.a.w.!” Maka bangkitlah dua orang dari mereka. Sedangkan Abū Jahsy menolak dan tidak mau berdiri, serta mengatakan: “Aku tidak mau berdiri sebelum datang kepadaku seorang lelaki yang tubuhnya lebih kuat daripada aku dan lebih keras pukulannya daripada aku, lalu dia mengalahkanku dan membenamkan mukaku ke dalam pasir.”

‘Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertarung dengan Abū Jahsy dan mengalahkannya serta membenamkan mukanya ke pasir, tetapi tiba-tiba datanglah ‘Utsmān ibnu ‘Affān yang memisahku darinya. ‘Umar keluar dalam keadaan marah hingga sampai ke tempat Rasūlullāh s.a.w., lalu beliau s.a.w. bertanya: “Mengapa engkau, hai Abū Ḥafsh?” ‘Umar menceritakan peristiwa yang baru dialaminya kepada Nabi s.a.w.. Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Jika ‘Umar rela dan membelaskasihaninya, maka Allah pun demikian. Tetapi aku menginginkan seandainya saja engkau bawa ke hadapanku kepala si orang jahat itu.” Maka ‘Umar pun bangkit dan menuju ke tempat Abū Jahsy. Tetapi ketika baru beberapa langkah menjauh, ‘Umar dipanggil kembali oleh Rasūlullāh s.a.w., dan beliau s.a.w. bersabda kepadanya:

اِجْلِسْ حَتَّى أُخْبِرُكَ بِغِنَاءِ الرَّبِّ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى عَنْ صَلَاةٍ أَبِيْ جَحْشٍ إِنَّ اللهَ تَعَالَى فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا مَلَائِكَةً خُشُوْعًا لَا يَرْفَعُوْنَ رَءُوْسَهُمْ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ فَإِذَا قَامَتْ رَفَعُوْا رَءُوْسَهُمْ ثُمَّ قَالُوْا رَبَّنَا مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ وَ إِنَّ للهِ فِي السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ مَلَائِكَةً سُجُوْدًا لَا يَرْفَعُوْنَ رُءُوْسَهُمْ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ فَإِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ رَفَعُوْا رُءُوْسَهُمْ وَ قَالُوْا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ.

Duduklah kamu, aku akan menceritakan kepadamu bahwa Allah tidak membutuhkan shalat Abu Jahsy, Allah s.w.t. Maha Kaya daripada dia. Sesungguhnya di langit yang terdekat Allah memiliki malaikat-malaikat yang khusyu‘ beribadah kepada-Nya, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya sampai hari kiamat terjadi. Dan apabila hari kiamat terjadi, barulah mereka mengangkat kepalanya, kemudian mereka mengatakan: “Wahai Tuhan kami, kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya.” Dan pada langit yang kedua Allah mempunyai malaikat-malaikat yang selalu sujud, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya sebelum hari kiamat terjadi. Dan apabila hari kiamat terjadi, mereka baru mengangkat kepalanya, lalu berkata: “Maha Suci Engkau, Tuhan kami; kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya.”

Maka ‘Umar bertanya: “Wahai Rasūlullāh, doa apakah yang mereka ucapkan?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab:

أَمَّا أَهْلُ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُوْنَ سُبْحَانَ ذِي الْمُلْكِ وَ الْمَلَكُوْتِ، وَ أَمَّا أَهْلُ السَّمَاءِ الثَانِيَةِ فَيَقُوْلُوْنَ سُبْحَانَ ذِيْ الْعِزَّةِ وَ الْجَبَرُوْتِ، وَ أَمَّا أَهْلُ السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَيَقُوْلُوْنَ سُبْحَانَ الْحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ، فَقُلْهَا يَا عُمَرُ فِيْ صَلَاتِكَ.

Adapun malaikat penduduk langit yang terdekat, mereka mengucapkan: “Maha Suci Tuhan Yang memiliki Kerajaan bumi dan Kerajaan langit.” Adapun yang diucapkan oleh penduduk langit yang kedua ialah: “Maha Suci Tuhan Yang memiliki Keagungan dan Keperkasaan.” Adapun penduduk langit yang ketiga, mereka mengatakan: “Maha Suci Tuhan Yang Hidup Kekal, Yang tidak akan mati.” Maka bacalah pula olehmu, hai ‘Umar, dalam shalatmu.

‘Umar bertanya: “Wahai Rasūlullāh, lalu bagaimanakah dengan doa-doa yang telah engkau ajarkan kepadaku untuk mengucapkannya dalam shalatku?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Sesekali ucapkanlah doa ini, dan pada kesempatan lain ucapkan doa itu!” Tersebutlah bahwa doa yang telah diajarkan oleh Rasūlullāh s.a.w. kepadanya ialah:

أَعُوْذُ بِعَفْوِكَ مِنْ عِقَابِكَ وَ أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سُخْطِكَ وَ أَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ جَلَّ وَجْهِكَ.

Aku berlindung kepada sifat pemaaf-Mu dari siksaan-Mu, dan aku berlindung kepada ridha-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab-Mu, Maha Agung Dzat-Mu.

Hadits ini gharīb sekali, bahkan boleh dikatakan munkar dan sangat parah predikat munkar-nya. Isḥāq al-Farawī diambil riwayatnya oleh Imām Bukhārī. Ibnu Ḥayyān menyebutkan di dalam golongan perawi yang berpredikat tsiqah, tetapi Abū Dāūd, an-Nasā’ī, al-‘Uqailī, dan ad-Dāruquthnī menilainya lemah. Abū Ḥātim ar-Rāzī mengatakan tentangnya, bahwa dia adalah seorang yang sangat jujur, hanya saja menjadi tuna netra; barangkali dai menulis kitabnya dengan mengimla’kannya, sedangkan yang menulisnya orang lain, tetapi semua kitabnya shaḥīḥ. Tetapi di lain waktu Abū Ḥātim ar-Rāzī mengatakan bahwa dia adalah orang yang mudhtharib, dan mengenai gurunya yang bernama ‘Abd-ul-Mālik ibnu Qudāmah masih dibicarakan oleh Abū Qatādah al-Jumaḥī. Tetapi anehnya yang dilakukan oleh Imām Muḥammad ibnu Nashr, mengapa dia meriwayatkan darinya tanpa membicarakan perihalnya, tidak pula memperkenalkan tentang keadaannya, dan tidak pula menyinggung kelemahan sebagian perawinya. Hanya saja dia telah meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa‘īd ibnu Jubair secara mursal dengan lafazh yang semisal, juga melalui jalur lain dari al-Ḥasan al-Bashrī secara mursal dengan lafazh yang mendekatinya.

Kemudian Muḥammad ibnu Nashr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu ‘Abdullāh ibnu Qahzhazh, telah menceritakan kepada kami an-Nadhr, telah menceritakan kepada kami ‘Abbād ibnu Manshūr yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ‘Addī ibnu Arthah mengatakan dalam khutbahnya di atas mimbar Madā’in, bahwa ia pernah mendengar seseorang dari sahabat Rasūlullāh s.a.w. menceritakan hadits berikut dari Rasūlullāh s.a.w. yang telah bersabda:

إِنَّ للهِ تَعَالَى مَلَائِكَةً تَرَعَّدَ فَرَائِصُهُمْ مِنْ خِيْفَتِهِ مَا مِنْهُمْ مَلَكٌ تَقْطُرُ مِنْهُ دَمْعَةٌ مِنْ عَيْنِهِ إِلَّا وَقَعَتْ عَلَى مَلَكٍ يُصَلِّيْ، وَ إِنَّ مِنْهُمْ مَلَائِكَةً سُجُوْدًا مُنْذُ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ لَمْ يَرْفَعُوْا رَءُوْسَهُمْ وَ لَا يَرْفُعُوْنَهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَ إِنَّ مِنْهُمْ مَلَائِكَةً رُكُوْعًا لَمْ يَرْفَعُوْا رَءُوْسَهُمْ مُنْذُ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ وَ لَا يَرْفَعُوْنَهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَإِذَا رَفَعُوْا رَءُوْسَهُمْ نَظَرُوْا إلَى وَجْهِ االلهِ عَزَّ وَ جَلَّ قَالُوْا سُبْحَانَكَ مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ.

Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang sendi-sendi tubuhnya bergetar karena takut kepada-Nya, tiada setetes air mata pun yang dikeluarkan oleh seseorang dari mereka melainkan jatuh mengenai malaikat lainnya yang sedang shalat. Dan sesungguhnya di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang selau sujud sejak Allah menciptakan langit dan bumi, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya dan tidak akan mereka angkat kepalanya sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang sedang ruku‘ dan tidak pernah mengangkat kepalanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan mereka tidak akan mengangkat kepalanya sampai hari kiamat. Apabila mereka mengangkat kepalanya, mereka memandang ke arah Dzat Allah s.w.t., lalu berkata: “Maha Suci Engkau, kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya.”

Sanad hadits ini tidak mengandung cela.

 

Firman Allah s.w.t.:

وَ مَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ.

Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (al-Muddatstsir: 31).

Mujāhid dan yang lain mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ مَا هِيَ

Dan tiadalah Saqar itu. (al-Muddatstsir: 31).

Yakni neraka yang telah digambarkan di atas:

إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ.

melainkan peringatan bagi manusia. (al-Muddatstsir: 31).

Kemudian Allah s.w.t. berfirman:

كَلَّا وَ الْقَمَرِ. وَ اللَّيْلِ إِذْ أَدْبَرَ.

Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu. (al-Muddatstsir: 32-33).

Adbara artinya berpaling, maksudnya berlalu.

وَ الصُّبْحِ إِذَا أَسْفَرَ.

dan shubuh apabila mulai terang. (al-Muddatstsir: 34).

Yaitu, mulai bersinar memancarkan cahayanya.

إِنَّهَا لَإِحْدَى الْكُبَرِ.

Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar. (al-Muddatstsir: 35).

Yakni, salah satu dari adzab yang amat besar, maksudnya neraka Saqar. Demikianlah menurut Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, Qatādah, dan Adh-Dhaḥḥāk serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.

نَذِيْرًا لِّلْبَشَرِ. لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ.

sebagai ancaman bagi manusia, (yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mnudur. (al-Muddatstsir: 36-37).

Yaitu, bagi siapa yang mau menerima peringatan dan menempuh jalan petunjuk yang hak; atau siapa yang mundur darinya dan berpaling serta menolaknya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *