Surah al-‘Adiyat 100 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

100

SŪRAT-UL-‘ĀDIYĀT

Makkiyyah atau Madaniyyah, 11 ayat

Turun sesudah Sūrat-ul-‘Ashr

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

وَ الْعَادِيَاتِ ضَبْحًا.

1. (وَ الْعَادِيَاتِ) “Demi yang berlari kencang” di dalam perang, yaitu kuda yang lari dengan kencangnya di dalam peperangan (ضَبْحًا) “dengan terengah-engah” lafal adh-dhabḥu artinya suara napas kuda sewaktu berlari kencang.

فَالْمُوْرِيَاتِ قَدْحًا.

2. (فَالْمُوْرِيَاتِ) “Dan demi yang mencetuskan api” maksudnya kuda yang memercikkan api (قَدْحًا) “dengan pukulan” teracak kakinya apabila ia berlari di tanah yang banyak batunya pada malam hari.

فَالْمُغِيْرَاتِ صُبْحًا.

3. (فَالْمُغِيْرَاتِ صُبْحًا.) “Dan demi yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi” yaitu kuda yang menyerang musuh di waktu pagi, karena pengendaranya melakukan penyerbuan di waktu tersebut.

فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا.

4. (فَأَثَرْنَ) “Maka ia menerbangkan” atau mengepulkan (بِهِ) “di waktu itu” di waktu tersebut, atau di tempat ia berlari (نَقْعًا) “debu” karena gerakannya yang sangat keras.

فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا.

5. (فَوَسَطْنَ بِهِ) “Dan menyerbu dalam kepulan debu ke tengah-tengah” artinya dengan membawa kepulan debu (جَمْعًا) “kumpulan musuh” yang diserangnya; maksudnya kuda-kuda tersebut berada di tengah-tengah musuh dalam keadaan menyerang. Lafal fawasathna yang kedudukannya sebagai fi‘il di-‘athaf-kan kepada isim, karena mengingat bahwa semua isim yang di-‘athaf-kan kepadanya mengandung makna fi‘il pula. Yakni demi yang berlari kencang, lalu mencetuskan api, lalu menerbangkan debu.

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُوْدٌ.

6. (إِنَّ الْإِنْسَانَ) “Sesungguhnya manusia itu” yang dimaksud adalah manusia yang kafir (لِرَبِّهِ لَكَنُوْدٌ) “sangat ingkar kepada Rabbnya” artinya ia mengingkari semua nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepadanya.

وَ إِنَّهُ عَلَى ذلِكَ لَشَهِيْدٌ.

7. (وَ إِنَّهُ عَلَى ذلِكَ) “Dan sesungguhnya manusia itu terhadap hal tersebut” terhadap keingkarannya (لَشَهِيْدٌ) “menyaksikan sendiri” atau dia menyaksikan bahwa dirinya telah berbuat ingkar.

وَ إِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيْدٌ.

8. (وَ إِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ) “Dan sesungguhnya karena cintanya kepada kebaikan” maksudnya cinta atas harta benda (لَشَدِيْدٌ) “dia sangat bakhil” artinya lantaran sangat mencintai harta, jadilah ia seorang yang amat bakhil atau kikir.

أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُوْرِ.

9. (أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ) “Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan” dibangunkan dan dikeluarkan (مَا فِي الْقُبُوْرِ) “apa yang ada dalam kubur” yakni orang-orang mati yang dikubur di dalamnya.

وَ حُصِّلَ مَا فِي الصُّدُوْرِ.

10. (وَ حُصِّلَ) “Dan dilahirkan” atau ditampakkan dan dikeluarkan (مَا فِي الصُّدُوْرِ) “apa yang ada dalam dada” maksudnya, apa yang tersimpan di dalam qalbu berupa kekafiran dan keimanan.

إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيْرٌ

11. (إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيْرٌ) “Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka” karena itu Dia akan memberikan balasan kepada mereka atas kekafiran mereka. Di sini dhamīr diulangi penyebutannya dalam bentuk jama‘, hal ini tiada lain karena memandang segi makna yang dikandung lafal al-Insān. Jumlah ayat ini menunjukkan pengertian maf‘ūl bagi lafal ya‘lamu; artinya sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepadanya pada saat itu. Ber-ta‘alluq-nya lafal khabīrun kepada lafal yauma’idzin memberikan pengertian, bahwa hari itu adalah hari pembalasan, karena sesungguhnya Allah selama-lamanya Maha Mengetahui.

 

ASBĀB-UN-NUZŪL

SŪRAT- UL-‘ĀDIYĀT

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Imām Bazzār, Imām Ibnu Abī Ḥātim dan Imām Ḥakīm, semuanya telah mengetengahkan sebuah hadits yang bersumber dari Ibnu ‘Abbās r.a.

Ibnu ‘Abbās r.a. telah menceritakan, bahwasanya pada suatu hari Rasulullah s.a.w. mengirimkan pasukan berkudanya, akan tetapi sudah lewat satu bulan masih belum juga ada berita mengenai keadaan pasukan berkuda tersebut, maka turunlah firman-Nya:

Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah.” (al-‘Ādiyāt [100]: 1).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *