Surah al-‘Adiyat 100 ~ Tafsir al-Jailani

Dari Buku: TAFSIR al-Jaelani
Oleh: Syekh ‘Abdul-Qadir Jaelani
Penerjemah: Abdul Hamid

Penerbit: PT. SAHARA intisains

Surah ke 100; 11 ayat
Al-‘Ādiyāt
(kuda perang yang berlari kencang).

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Pembuka Surah al-‘Ādiyāt.

Orang yang dapat menyingkap anugerah Allah s.w.t. dan menghirup hembusan nafas kasih sayang dari berkah ketuhanan, dengan dikirimkannya berbagai macam kasih sayang; pasti mengetahui bahwa untuk meraih dan mencapai tempat yang indah dan maqam yang tinggi, itu hanya bisa dilakukan setelah ia menolak berbagai macam kesibukan yang bersifat kemanusiaan, menghilangkan berbagai rintangan yang ada di bagian puncak, dan memutuskan harapannya yang terus-menerus datang serta menghentikan angan-anganya yang berantai.

Hal semacam ini tidak dapat dilakukan dengan mudah kecuali jika ada tarikan dan sokongan dari Allah s.w.t., adanya kesungguhan si hamba, dan adanya usaha untuk mengeluarkan segenap kemampuannya.

Karena itulah Allah s.w.t. bersumpah dengan sesuatu yang digunakan oleh jiwa-jiwa yang rindu untuk bersumpah, lalu mengiringinya dengan sumpah yang menunjukkan kekufuran manusia dan kerugiannya karena ia menyibukkan diri dengan hujjah-hujjah kemanusiaan yang tidak menguntungkannya. Setelah memberikan keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang mengatur semua urusan manusia sampai mengantarkannya ke martabat yaqin dan ‘irfan, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepadanya dengan menciptakannya dalam bentuk yang membuatnya layak menjadi khalifah, (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepadanya dengan cara mengasuh dan memberi petunjuk kepadanya sampai mengantarkannya ke lautan keesaan-Nya.

Ayat 1.

(وَ الْعَادِيَاتِ ضَبْحًا) [Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terenggah-enggah]. Di sini Allah s.w.t. bersumpah dengan jiwa-jiwa suci yang bersih dari berbagai macam kotoran dan lupa. Dia menyerupakan jiwa-jiwa tersebut – dalam hal kecepatannya – dengan kuda yang bagus, yang berlari cepat melintasi jalan-jalan sempit suatu daerah dan melewati sel tahanan watak manusia menuju cakrawala kewajiban dan tingkatan alam-alam ketuhanan, dengan penuh kerinduan dan rasa simpati kepadanya.

Ayat 2.

(فَالْمُوْرِيَاتِ قَدْحًا) [Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya)] Maksudnya: demi jiwa yang bersimpati pada kecepatan dan segera menuju negeri asal dengan kecenderungan watak. Apalagi setelah adanya kegembiraan Ilahi yang menyamarkan tanah yang dilewati kendaraan kerinduan – saat kendaraan tersebut melintasi bebatuan tabiat dan materi, serta melintasi api maḥabbah dan mawaddah – karena begitu besarnya kerinduan dan kenyamanan yang dirasakan jiwa saat ia telah sampai kepada Allah s.w.t., dan saat ia menghirup bau harum kehadiran dan kedatangan-Nya.

Ayat 3.

(فَالْمُغِيْرَاتِ صُبْحًا) [Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi] Maksudnya: demi jiwa yang berubah dalam perlombaan menuju alam ketuhanan, dan yang berusaha serta bekerja keras untuk sampai ke alam tersebut sebelum jiwa-jiwa yang lain sampai terlebih dahulu kepadanya.

Ayat 4.

(فَأَثَرْنَ بِهِ) [Maka ia menerbangkan] maksudnya: pada waktu jiwa itu menuju alam ketuhanan, ia membangkitkan dan menggerakkan (نَقْعًا) [debu] sebagai tanda yang menunjukkan kalau ia sudah sampai di alam ketuhanan.

Ayat 5.

(فَوَسَطْنَ بِهِ) [Dan menyerbu] serta merangsek masuk pada waktu itu, (جَمْعًا) [ke tengah-tengah kumpulan musuh], yakni penghuni alam ketuhanan yang terbebas dari semua belenggu kemanusiaan.

Ayat 6.

Ringkasnya, atas nama semua media sumpah yang agung ini, (إِنَّ الْإِنْسَانَ) [sesungguhnya manusia] yang diciptakan dalam kekufuran dan kelalaian, sikapnya (لِرَبِّهِ) [kepada Rabbnya] yang telah mengasuhnya dengan berbagai macam kemuliaan dan kebaikan adalah (لَكَنُوْدٌ) [sangat ingkar] dan benar-benar tersesat dalam kekufuran dan kezhalimannya.

Ayat 7.

(وَ إِنَّهُ) [Dan sesungguhnya manusia itu], dalam kekufuran dan keingkarannya, akan (عَلَى ذلِكَ لَشَهِيْدٌ) [menyaksikan (sendiri) keingkarannya] dengan munculnya bekas kekufuran dan kezhaliman pada dirinya sendiri selamanya. Jadi manusia akan menyaksikan kekufuran, keingkaran, kemusyrikan, dan kezhalimannya sendiri pada saat bekas kemaksiatannya itu ditampakkan kepadanya.

Ayat 8.

(وَ إِنَّهُ) [Dan sesungguhnya ia], karena begitu besar kedustaannya, permusuhannya, dan kelalaiannya terhadap Allah s.w.t. dan kebaikan-Nya; serta (لِحُبِّ الْخَيْرِ) [karena cintanya kepada harta], pangkat, kekayaan, dan kekuasaan yang menjauhkannya dari perlindungan-Nya; membuatnya menjadi (لَشَدِيْدٌ) [sangat bakhil], congkak, semena-mena, rakus dalam mencari dunia, dan meletihkan dirinya sendiri untuk mendapatkannya.

Kecintaannya kepada harta, tidak lain disebabkan oleh kekufurannya yang begitu besar terhadap nikmat-nikmat Allah s.w.t. diharamkannya ia dari meraih kemuliaan-Nya, dan karena keyakinannya yang lemah terhadap Allah s.w.t., kenikmatan-Nya, dan kebaikan-Nya.

Ayat 9.

Ringkasnya, (أَفَلا يَعْلَمُ) [apakah ia tidak mengetahui], yakni manusia yang kufur, tidak tahu terima kasih, dan sangat mencintai pangkat dan harta: (إِذَا بُعْثِرَ) [ketika dibangkitkan] dan dihidupkan dari kematian: (مَا فِي الْقُبُوْرِ) [apa yang ada di dalam kubur].

Ayat 10.

(وَ حُصِّلَ) [Dan dilahirkan], disatukan, serta dibedakan antara satu dengan lainnya: (مَا فِي الصُّدُوْرِ) [apa yang ada di dalam dada] dari berbagai macam hal yang disembunyikannya, apakah itu kebaikan ataupun keburukan.

Ayat 11.

(إِنَّ رَبَّهُمْ) [Sesungguhnya Rabb mereka] yang telah memunculkan mereka dari ketiadaan yang tersembunyi dan mengasuh mereka dengan berbagai macam kemuliaan; terhadap (بِهِمْ يَوْمَئِذٍ) [keadaan mereka pada hari itu], yakni pada Hari Kiamat di mana pada hari itu semua rahasia ditampakkan dan semua yang tersembunyi disingkapkan, (لَّخَبِيْرٌ) [Maha Mengetahui] lagi Maha Melihat ketika di dunia. Maka Allah s.w.t. memberi balasan kepada mereka sesuai dengan ilmu dan pengetahuan-Nya, tanpa melewatkan satu pun dari perbuatan tersebut. Seraya diiringi oleh pengetahuan-Nya atas diri mereka dan atas rahasia yang tersembunyi dalam dada mereka, mereka mengerjakan suatu perbuatan, lalu mereka pun akan dibalas atas perbuatan tersebut.

Kami berlindung kepada Allah s.w.t. dari keburukan jiwa kami dan dari kejelekan amalan kami.

 

Penutup Surah al-‘Ādiyāt.

Wahai manusia sempurna yang diciptakan berdasarkan hikmah ma‘rifat dan keyakinan, kamu harus menyingsingkan kehinaanmu sampai pada batas dirimu diciptakan karenanya. Kamu juga harus membebaskan hatimu dari segala macam kesibukan yang bisa menghalangimu untuk bisa menghadap ke arah yang sebenarnya, yakni kepada Allah s.w.t. Maka pada hari pembalasan nanti, kamu akan melihat di hadapanmu, semua hal yang telah kamu lakukan. Ringkasnya, janganlah kamu melalaikan Allah s.w.t. karena Dia terus mengawasimu di dunia maupun di akhiratmu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *