Al-Luma’ – Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf – Bab Tentang Dzikir

Dari Buku:
Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf
Judul Asli: Al-Luma'
Oleh: Abu Nashr as-Sarraj
Penerjemah: Wasmukan dan Samson Rahman, MA.
Penerbit: Risalah Gusti, Surabaya.

7
DZIKIR

Syekh Abū Nashr as-Sarrāj – rahimahullāh – berkata: Saya pernah mendengar jawaban Ibnu Salīm ketika ditanya tentang dzikir: “Ada tiga macam bentuk dzikir:
dzikir dengan lisan yang memiliki sepuluh kebaikan,
dzikir dengan hati yang memiliki tujuh ratus kebaikan dan
dzikir yang pahalanya tidak dapat ditimbang dan dihitung, yaitu puncak kecintaan kepada Allah serta perasaan malu karena kedekatan-Nya.”

Ibnu ‘Athā’ – rahimahullāh – ditanya: “Apa yang dikerjakan dzikir dengan berbagai rahasia?” Maka ia menjawab: “Dzikir kepada Allah, apabila sampai pada rahasia-rahasia hati dengan pancaran sinarnya maka dalam haqīqatnya akan menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan (basyariyyah) dengan segala kepentingan nafsunya.”

Sementara Sahl bin ‘Abdullāh – rahimahullāh – mengatakan: “Tidak setiap orang yang mengaku berzikir (mengingat Allah) mesti orang yang ingat.”

Sahl bin ‘Abdullāh juga pernah ditanya tentang makna dzikir, lalu ia menjawab: “Ialah mengaktualisasikan pengetahuan, bahwa Allah senantiasa melihat anda. Maka dengan hati anda akan menyaksikan-Nya dekat dengan anda dan anda merasa malu dengan-Nya. Kemudian anda memprioritaskan-Nya daripada diri anda sendiri dan seluruh kondisi spiritual anda.”

Syekh Abū Nashr as-Sarrāj – raḥimahullāh – berkata: Allah s.w.t. berfirman:

فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

“Maka berzikirlah (dengan menyabut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikir lebih banyak dari itu.” (al-Baqarah: 200).

Di ayat lain Allah s.w.t. berfirman:

اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا

“Berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak banyaknya.” (al-Aḥzāb: 41).

Ayat ini lebih ringkas dari sebelumnya. Kemudian di ayat lain Allah juga berfirman:

فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ

“Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (al-Baqarah: 152).

Oleh karenanya, orang-orang yang berzikir kepada Allah s.w.t. mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda sebagaimana tingkatan-tingkatan perintah dzikir kepada mereka.

Sebagian guru Sufi ditanya tentang dzikir, maka ia menjawab: “Dzāt Yang diingat hanyalah satu, sedangkan dzikirnya berbeda-beda dan tempat hati orang-orang yang berzikir juga berbeda-beda tingkatannya.”

Landasan dasar dzikir adalah memenuhi panggilan al-Haq dari sisi kewajiban-kewajiban.

Sementara itu dzikir terbagi dua aspek: Pertama: at-tahlīl (membaca kalimat tauḥīd – Lā ilāha illā Allāh), tasbīḥ (membaca kalimat – subḥānallāh) dan membaca al-Qur’ān. Kedua: mengingatkan hati tentang syarat-syarat mengingat kemahasucian Allah s.w.t. Asmā’ (Nama-nama) dan Sifat-sifat-Nya, kebaikan-Nya yang merata dan takdir-Nya yang berlangsung pada semua makhluk. Sehingga:
dzikirnya orang-orang yang berharap adalah ingat akan janji-Nya,
dzikirnya orang-orang yang takut adalah karena ingat ancaman-Nya,
dzikirnya orang-orang yang tawakkal adalah ingat akan kecukupan-Nya yang tersingkap oleh mereka,
dzikirnya orang-orang yang selalu murāqabah adalah mengingat akan kadar yang ditunjukkan Allah pada mereka sedangkan,
dzikirnya orang-orang yang cinta adalah mengingat akan kadar penelitian mereka akan nikmat-nikmat Allah.

Asy-Syiblī – raḥimahullāh – pernah ditanya tentang haqīqat dzikir, maka ia menjawab: “Ialah melupakan dzikir. Yakni melupakan dzikir anda pada Allah s.w.t. dan melupakan segala sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *