Jejak-Jejak Wali Allah | Bab I | Nasab Dan Perjalanan Hidup Imam Al-Syadzili (2/3)

Jejak-Jejak Wali Allah - Melangkah Menuju Gerbang Kewalian Bersama Syekh Abu Hasan Al-Syadzili
Oleh: Muhammad Ibn Abi-Qasim Al-Humairi
Penerjemah : Saiful Rahman Barito (Mumtaz Arabia)
Penerbit : Erlangga

(lanjutan)

Beliau r.a. berkata: “Ketika memasuki kota dan saat itu aku masih sangat muda, aku menjumpai bencana kelaparan yang luar biasa. Aku menemukan orang-orang tergeletak mati di pasar pasar. Lalu, aku berkata di dalam hatiku, ‘Seandainya aku mempunyai sesuatu yang dapat digunakan untuk membeli roti bagi mereka yang kelaparan ini, niscaya aku lakukan.’

Tiba- tiba muncul suara secara rahasia ke dalam batinku, ‘Ambil apa yang ada di dalam sakumu.’ Maka, aku menggerakkan sakuku, tiba-tiba ada beberapa uang dirham di dalamnya. Lalu, aku mendatangi tukang roti di Bab-pintu-(ed.) Menara dan aku katakan kepadanya, ‘Hitung rotimu!’ Lalu, dia menghitungnya untukku kemudian aku serahkan kepada orang-orang sehingga mereka saling berdesakan mengambilnya. Aku keluarkan uang-uang dirham dan aku serahkan kepada tukang roti. Rupanya dia mencurigai uang-uang itu palsu sehingga berkata kepadaku, ‘Ini hanya mirip. Kalian orang yang pintar memalsukan uang. ‘Lantas, aku serahkan kepadanya baju luar panjang dan bungkusan bekal milikku sebagai jaminan harga roti. Kemudian, aku melangkah ke arah pintu. Tiba-tiba ada seseorang sedang berdiri di sisi pintu dan berkata, ‘Ali, mana uang-uang dirham itu?’ Lalu, aku berikan kepadanya. Dia membolak-balik uang-uang itu di tangan kemudian mengembalikannya kepadaku dan berkata, ‘Bayarkan kepada tukang roti itu, karena uang-uang ini asli dan baik.’ Maka, aku bayarkan kepada tukang roti. Dia berkata, ‘Ini uang-uang asli dan baik.’ Dan, aku mengambil kembali baju luar panjang dan bungkusan bekal milikku. Kemudian, aku mencari laki-laki tersebut, namun aku tidak menemukannya lagi.

Selama beberapa hari aku terdiam keheranan pada diriku sendiri sampai tiba hari Jumat ketika aku memasuki ruangan sederhana di bagian timur masjid Zaitunah. Kemudian, aku shalat tahiyatul masjid. Ketika aku mengucapkan salam di akhir shalat, tiba-tiba laki-laki itu berada di sebelah kananku. Aku memberikan salam kepadanya, dan dia tersenyum kepadaku. Dia berkata, ‘Ali, kamu mengatakan bahwa seandainya aku mempunyai sesuatu yang dapat memberi makan orang-orang yang kelaparan ini, niscaya aku lakukan. Kamu bersikap murah kepada Allah Yang Maha Pemurah atas hamba-Nya. Dan, seandainya menghendaki, Dia akan mengenyangkan mereka semua dan Dia Mahatahu dengan kemaslahatan mereka daripada dirimu.’

Lalu, aku katakan kepadanya, “Tuanku, demi Allah, siapakah dirimu?’ Dia menjawab, ‘Aku adalah Ahmad al-Khidhr. Waktu itu aku berada di Cina. Lalu, dikatakan kepadaku, Temuilah wali kami, Ali, di Tunis.’ Sehingga aku segera datang menjumpaimu. Kemudian, ketika kami selesai melaksanakan shalat Jumat, aku menoleh ke arahnya. Aku tidak melihatnya lagi.”

Syekh Saleh Abu Faris Abdul Aziz bin Futuh menceritakan tentang beliau dalam pembicaraan tentang keutamaan-keutamaan Abu Sa’id al-Baji. Dia berkata: “Dari Sayid Abu Hasan bahwa dia berkata, ‘Ketika aku memasuki kota Tunis, pada masa-masa awal aku bermaksud menemui syekh-syekh yang ada di sana. Aku mempunyai sesuatu yang ingin kuajukan kepada orang yang bisa menjelaskan hal itu kepadaku. Namun, tidak ada di antara mereka yang dapat menguraikan untukku sampai aku datang kepada seorang yang saleh, Abu Sa’id al-Baji.

Kemudian, dia mengungkapkan keadaanku sebelum aku mengutarakan kepadanya dan dia berbicara tentang sesuatu yang tersimpan dalam diriku. Maka, aku mengetahui bahwa dia adalah seorang wali Allah sehingga aku mengikuti dan terus bersamanya. Dan, aku mendapatkan manfaat yang banyak darinya.”” Periwayat cerita ini mengatakan, “Aku mendengarkan cerita ini dari beliau berkali-kali.”

Beliau berkata: “Pada masa-masa awal aku menuntut “ilmu kimia” dan aku memohon kepada Allah (agar dimudahkan) dalam hal itu. Lalu, dikatakan kepadaku, ‘Kimia itu ada di dalam air kencingmu. Lakukan padanya apa yang kamu inginkan, ia akan kembali sebagaimana yang kamu inginkan. Lalu, aku memanaskan kapak dan aku padamkan sehingga kembali menjadi emas.

Kemudian, aku kembali kepada kesaksian akal sehatku, maka aku berkata, ‘Ya Tuhanku, hamba memohon kepada-Mu tentang sesuatu lalu hamba tidak dapat mencapainya kecuali dengan mengupayakan najis-najis.’ Maka dikatakan kepadaku, ‘Ali, dunia itu kotoran. Maka, apabila kamu menginginkan kotoran, kamu tidak akan mencapainya kecuali dengan kotoran.” Aku katakan, “Ya Tuhanku, jauhkanlah diri hamba darinya.” Lalu, dikatakan kepadaku, ‘Panaskan kapak, niscaya ia akan kembali menjadi besi. Lantas, aku panaskan sehingga kembali menjadi besi.”

Beliau berkata: “Pada suatu malam aku sedang berada dalam perjalanan pada masa-masa awal kondisiku. Lalu, aku bermalam di sebuah kawasan yang banyak terdapat binatang buas. Binatang- binatang buas mulai mengitariku sehingga aku mencari tempat di bagian yang lebih tinggi. Dan, aku katakan, ‘Demi Allah, aku akan berselawat (shalawat-ed.) kepada Rasulullah SAW karena beliau bersabda, ‘Barang siapa berselawat kepadaku satu kali, niscaya Allah SWT berselawat kepadanya sepuluh kali. Dan, apabila dia berselawat kepadaku sepuluh kali, niscaya dia bermalam dalam perlindungan Allah.

Maka, aku melakukan hal itu sehingga aku tidak takut sedikit pun. Kemudian, menjelang Subuh, aku berjalan menuju aliran air untuk berwudhu shalat Subuh. Di sisi-sisi saluran air itu ada burung puyuh lalu mereka seketika berterbangan. Sayap-sayapnya mengepak dengan kuat sehingga membuat aku terkejut dan tubuhku mundur ke belakang. Tidak lama kemudian terasa ada suara ditujukan ke dalam batinku, ‘Ali, ketika melewati malam dengan Allah, maka kamu tidak takut terhadap serangan binatang buas. Dan, manakala kamu bangun dengan dirimu sendiri, kepakan bulu burung puyuh pun membuatmu ketakutan.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *