2-1 I’rab – Ilmu Nahwu Tuhfat-us-Saniyah

Dari Buku:
Ilmu Nahwu Terjemah Tuhfat-us-Saniyah
(Judul Asli: Tuḥfat-us-Saniyati Syarḥu Muqaddimat-il-Ajurrumiyyah)
Oleh: Muhammad Muhyidin ‘Abdul Hamid
Penerjemah: Muhammad Taqdir
Penerbit: Media Hidayah

Al-I’rab

 

MATAN

 

بَابُ الْإِعْرَابِ

الْإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِبْرُ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ لاِخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيْرًا.

“(Bab I‘rāb). I‘rāb adalah perubahan pada akhir sebuah kata berdasarkan perbedaan ‘āmil (penyebab) yang masuk pada kata tersebut, baik perubahan secara lafazh maupun perkiraan.”

SYARAH


Kata i‘rāb memiliki dua makna: menurut etimologi (bahasa) dan terminolagi (istilah).

Menurut etimologi, kata i‘rāb berarti (الْإِظْهَارُ) menampakkan dan (الْإِبَانَةُ) menerangkan. Misalnya dalam kalimat:

(أَعْرَبْتُ عَمَّا فِيْ نَفْسِيْ) – Aku menjelaskan dan menampakkan isi hatiku.

Sedangkan menurut terminologi, kata i‘rāb sebagaimana yang telah disebutkan oleh penulis di atas yaitu “perubahan pada akhir kata”. Maksud dari “perubahan” ini adalah perubahan keadaan (kedudukan) pada akhir kata tersebut. Bukan berarti huruf pada akhir kata tersebut yang berubah karena hurufnya memang tidak berubah. Yang berubah pada akhir kata tersebut adalah keadaan (kedudukan), misalnya dari rafa‘ menjadi nashab atau jarr, baik secara hakikat ataupun secara hukum.

Perubahan ini terjadi disebabkan perbedaan ‘āmil-‘āmil (yang masuk pada kata tersebut). Misalnya, ‘āmil yang menyebabkan sebagai fā‘il dapat mengubah kata tersebut menjadi rafa‘ atau ‘āmil yang menyebabkan sebagai maf‘ūl bihi dapat mengubah kata tersebut menjadi nashab dan seterusnya.

Contohnya pada kalimat:

(حَضَرَ مُحَمَّدٌ) – Muḥammad telah hadir.

Kata (مُحَمَّدٌ) marfū‘. Kata ini telah dipengaruhi oleh ‘āmil yang mengubahnya menjadi rafa‘, karena kata itu berkedudukan sebagai fā‘il. ‘Āmil-nya adalah fi‘il (حَضَرَ).

Perhatikan contoh kedua:

(رَأَيْتُ مُحَمَّدًا) – Saya telah melihat Muḥammad.

Berubahnya keadaan akhir kata (مُحَمَّدًا) menjadi nashab disebabkan perubahan ‘āmil yang masuk pada kata (مُحَمَّدٌ). ‘Āmil-nya adalah fi‘il (رَأَيْتُ) saya telah melihat.

Perhatikan pula contoh berikut:

(مَرَرْتُ بِمُحَمَّدٍ) – Saya telah lewat di depan Muḥammad.

Berubahnya keadaan akhir kata (مُحَمَّدٍ) menjadi jarr disebabkan perubahan ‘āmil yang masuk pada kata itu. ‘Āmil-nya adalah huruf bā’ (ب).

Jika anda perhatikan contoh ini, anda dapat mengetahui bahwa huruf akhir pada kata (مُحَمَّد), yaitu huruf dāl, tidak berubah (tetap dāl tidak berganti dengan yang lain), karena yang berubah hanyalah keadaannya. Pada contoh pertama ia marfū‘, pada contoh kedua ia manshūb, dan pada contoh ketiga ia majrūr.

Proses perubahan ini – oleh penulis atau orang-orang yang mempunyai pandangan yang sama dengan beliau – diistilahkan dengan i‘rāb. Adapun tiga harakat tersebut, yaitu rafa‘ (dengan harakat dhammah), nashab (dengan harakat fatḥah), dan jarr (dengan harakat kasrah) adalah ‘alāmāt dan tanda dari i‘rāb.

Yang serupa dengan isim dalam masalah i‘rāb adalah fi‘il mudhāri‘. Misalnya dalam kalimat:

(يُسَافِرُ إِبْرَاهِيْمُ) – Ibrāhīm sedang/akan melakukan perjalanan jauh.

Kata (يُسَافِرُ) adalah fi‘il mudhāri‘, marfū‘ karena tidak adanya ‘āmil yang membuatnya menjadi nashab atau jazm.

Bedakan dengan kalimat berikut:

(لَنْ يُسَافِرَ إِبْرَاهِيْمُ) – Ibrāhīm tidak akan melakukan perjalanan jauh.

Kata (يُسَافِرَ) berubah yang semula rafa‘ (berharakat dhammah) menjadi nashab (berharakat fatḥah) karena adanya perubahan ‘āmil yang masuk pada kata itu, yaitu huruf (لَنْ).

Contoh lain adalah kalimat:

(لَمْ يُسَافِرْ إِبْرَاهِيْمُ) – Ibrāhīm tidak melakukan perjalanan jauh.

Kata (يُسَافِرْ) pada kalimat ini berubah dari rafa‘ atau nashab menjadi jazm karena berubahnya ‘āmil yang masuk pada kata itu, yaitu huruf (لَمْ).

Ketahuilah, perubahan yang terjadi pada satu kata terbagi menjadi dua macam, yaitu perubahan secara lafazh dan perubahan secara taqdīr (diperkirakan).

  1. Perubahan secara lafazh terjadi jika tidak terdapat faktor yang menghalangi pengucapan harakat huruf akhir dari suatu kata sebagaimana yang anda lihat pada harakat huruf dāl pada kata (مُحَمَّد) dan pada harakat hurut rā’ pada kata (يُسَافِر).
  1. Perubahan secara taqdīr (perubahannya tidak terlihat seperti pada perubahan lafazh) terjadi jika pengucapan harakat huruf akhir terhalang oleh suatu faktor tertentu, baik karena ta‘adzdzur (تَعَذُّر) (tanda i‘rāb tidak dapat ditampakkan selama-lamanya), istitsqāl/tsaql (berat untuk mengucapkannya), atau karena munāsabah (menyesuaikan dengan harakat yang cocok).

Contoh pada kalimat:

(يَدْعُو الْفَتَى وَ الْقَضِيْ وَ غُلَامِيْ) – Pemuda, hakim, dan budakku berboa

Kata (يَدْعُوْ) marfū‘ karena kata ini belum dimasuki oleh ‘āmil yang me-nashab-kan dan yang me-jazam-kan.

Kata (الْفَتَى) marfū‘ karena berkedudukan sebagai fā‘il.

Demikian pula kata (الْقَضِيْ) dan (غُلَامِيْ) juga marfū‘ karena kedua kata ini di-‘athaf-kan (disambungkan) kepada fā‘il yang marfū‘, yaitu (الْفَتَى).

Akan tetapi, harakat dhammah tidak tampak pada akhir kata-kata tersebut karena faktor (تَعَذُّر) ta‘dzdzur pada kata (الْفَتَى), (اِسْتِثْقَال) istitsqāl pada kata (يَدْعُوْ) dan (الْقَاضِيْ), dan (مُنَاسَبَة) munāsabah dengan yā’ mukhāthabah pada kata (غُلَامِيْ). Dengan demikian, dhammah pada akhir kata-kata tersebut tidak tampak tetapi bersifat muqaddarah (diperkirakan/dianggap ada) karena adanya faktor-faktor yang telah disebutkan.

Contoh lain:

(لَنْ يَرْضَى الْفَتَى وَ الْقَاضِيْ وَ غُلَامِيْ) – Pemuda, hakim, dan budakku tidak ridha.

(إِنَّ الْفَتَى وَ غُلَامِيْ وَ لَفَائِزُوْنَ) – Sesungguhnya pemuda dan budakku benar-benar beruntung.

(مَرَرْتُ بِالْفَتَى وَ غُلَامِيْ وَ الْقَاضِيْ) – Saya melewati seorang pemuda, budakku, dan seorang hakim.

  • Perubahan harakat pada isim-isim yang diakhiri dengan alif lāzimah, bersifat taqdīrī (di-taqdīr-kan) karena faktor ta‘adzdzur (تَعَذُّر). Isim-isim seperti ini diistilahkan dengan isim maqshūr, misalnya:

(الْفَتَى، الْعَصَا، الْحَجَا، الرَّحَى، الرِّضَا)

  • Penulisan harakat dhammah dan kasrah pada isim-isim yang diakhiri dengan yā’ lāzimah juga bersifat taqdīrī, karena tsaql. Isim-isim ini diistilahkan dengan isim manqūsh. Akan tetapi, jika isim ini berharakat fatḥah maka tetap ditulis (zhāhir) karena tidak tsaql (berat pengucapannya), misalnya:

(الْقَاضِيَ، الدَّاعِيَ، الْغَازِيَ، السَّاعِيَ، الآتِيَ، الرَّامِيَ).

  • Penulisan semua harakat pada isim-isim yang di-idhāfah-kan dengan yā’ mutakallim bersifat taqdīrī karena munāsabah (untuk menyesuaikan harakat yang sesuai dengan yā’), misalnya:

(غُلَامِيْ، كِتَابِيْ، صَدِيْقِيْ، أَبِيْ، أُسَتَاذِيْ).

Lawan i‘rāb adalah al-binā’ (الْبِنَاءُ) dan setiap kata akan tergambar secara jelas dengan menjelaskan lawan katanya. Penulis tidak menerangkan (الْبَنَاء). Oleh karena itu kami menjelaskannya kepada pembaca dengan metode yang sama ketika kami menjelaskan i‘rāb.

Al-binā’ memiliki dua (2) makna, menurut etimologi dan terminologi.

  • Menurut etimologi, al-binā’ berarti menumpuk satu barang di atas barang yang lain dengan cara tertentu agar barang tersebut tersusun dengan baik dan tidak berpindah-pindah.
  • Menurut terminologi, al-binā’ adalah keadaan akhir sebuah kata yang tidak berubah dan tetap dalam satu bentuk saja bukan karena adanya ‘āmil dan bukan pula karena i‘tilāl (kata yang diakhiri oleh huruf illah (alif, wāwu, atau yā’).

Contohnya adalah kata (كَمْ) dan (مِنْ) yang tetap berharakat sukūn, atau kata (هؤُلَاءِ) dan (حَذَامِ) yang tetap berharakat kasrah, atau kata (مُنْذُ) dan (حَيْثُ) yang tetap berharakat dhammah, atau kata (أَيْنَ) dan (كَيْفَ) yang tetap berharakat fatḥah.

Dari keterangan di atas anda dapat mengetahui bahwa jenis al-binā’ ada empat (4) yaitu: sukūn, kasrah, dhammah, dan fatḥah.

Setelah memahami penjelasan di atas maka anda tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengenal mu‘rab dan mabnī.

  • Mu‘rab ialah kata yang bisa berubah keadaan akhirnya, baik perubahan itu terjadi secara lafazh atau secara taqdīr yang disebabkan oleh ‘āmil yang mendahuluinya.
  • Mabnī adalah kata keadaan akhirnya tetap pada satu keadaan bukan karena ‘āmil dan karena i‘tilāl (kata itu diakhiri dengan huruf illah).


Latihan:

Bedakanlah antara kata-kata yang mu‘rab berikut berbagai jenisnya dengan kata-kata yang mabnī, yang terdapat pada kalimat-kalimat berikut ini:

  1. قَالَ أَعْرَابِيٌّ: اللهُ يُخْلِفُ مَا أَتْلَفَ النَّاسُ، وَ الدَّهْرُ يَتْلِفُ مَا جَمَعُوْا، وَ كَمْ مِنْ مَيْنَةٍ عِلَّتُهَا طَلَبُ الْحَيَاةَ، وَ حَيَاةٍ سَبَبُهَا التَّعَرُّضُ لِلْمَوْتِ.
  1. سَأَلَ عُمْرُ بْنُ الْخَطَّابِ عَمْرَو بْنِ مَعْدِيْكَرِبَ عَنِ الْحَرْبِ، فَقَالَ لَهْ: هِيَ مُرَّةُ الْمَذَاقِ، إِذَا قَلَصَتْ عِنْ سَاقٍ، مَنْ صَبَرَ فِيْهَا عُرِفَ، وَ مَنْ ضَعُفَ عَنْهَا تَلِفَ.
  1. وَ الضُّحَى، وَ اللَّيْلِ إِذَا سَجَى، مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَ مَا قَلَى، وَ للْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى.
  1. إِنَّا الْعَلَا حَدَّثَنِيْ وَ هِيَ صَادِقَةٌ
فِيْمَا تُحَدِّثُ أَنَّ الْعِزَّ فِي النُّقَلِ
  1. إِذَا نَامَ غِرٌّ فِيْ دُجَى اللَّيْلِ فَأَسْهَرِ
وَ قُمْ لِلْمَعَالِيْ وَ الْعَوَالِيْ وَ شَمِّرِ
  1. إِذَا أَنْتَ لَمْ تُقْصِرْ عَنِ الْجَهْلِ وَ الْخَنَا
أَصَبْتَ حَلِيْمًا أَوْ أَصَابَكَ جَاهِلُ
  1. الصَّبْرُ عَلَى حُقُوْقِ الْمُرُوْءَةِ أَشَدُّ مِنَ الصَّبْرِ عَلَى أَلَمِ الْحَاجَةِ، وَ ذِلَّةُ الْفَقْرِ مَانِعَةٌ مِنْ عِزِّ الصَّبْرِ، كَمَا أَنَّ عِزَّ الْغَنِيِّ مَانِعٌ مِنْ كَرَمِ الْإِنْصَافِ/li>


Pertanyaan:

  1. Apakah yang dimaksud dengan i‘rāb?
  1. Apakah yang dimaksud dengan al-binā’?
  1. Apakah yang dimaksud dengan al-mu‘rab?
  1. Apakah yang dimaksud dengan al-mabnī itu?
  1. Apa yang dimaksud dengan “perubahan akhir kata-kata”?
  1. Terbagi menjadi berapa macamkah perubahan itu?
  1. Apakah yang dimaksud dengan perubahan lafazh?
  1. Apakah yang dimaksud dengan perubahan taqdīr itu?
  1. Apa sebab-sebab terjadinya perubahan taqdīrī?
  1. Sebutkan dua (2) sebab yang menghalangi pengucapan harakat!
  1. Sebutkan tiga (3) contoh kalimat yang sempurna di mana pada setiap contoh tersebut terdapat isim mu‘rab dengan harakat yang muqaddarah yang menghalangi munculnya harakat tersebut adalah faktor ta‘adzdzur!
  1. Berilah dua (2) contoh kalimat yang sempurna masing-masing dari kalimat itu mengandung isim mu‘rab dengan harakat muqaddarah di mana yang menghalangi munculnya harakat tersebut adalah tsaql! Berilah tiga (3) contoh kalimat yang sempurna pada setiap contoh tersebut mengandung isim yang mabnī!
  1. Berilah tiga (3) contoh kalimat yang sempurna pada setiap contoh tersebut mengandung isim yang mu‘rab dengan harakat muqaddarah yang menghalangi munculnya harakat tersebut adalah karena munāsabah!
    karena munāsabah!

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *