3-1-2 Tahapan Rintangan – Harta Duniawi (2/2) | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 003 Tahapan Rintangan - Minhaj-ul-Abidin

BAB III

TAHAPAN RINTANGAN

 

1. Rintangan Pertama Berupa Harta Duniawi (Bagian 2/2)

Kemudian perkara yang dapat mendorong anda untuk tidak mengejar-ngejar apa yang tidak anda miliki dan kesukaan membagikan harta yang anda miliki serta yang meringankan anda untuk melakukan hal itu, ialah dengan mengingat-ingat akan bahaya dan cacat-cacat dunia.

Mengenai hal itu, terdapat beberapa pernyataan para ulama. Di antaranya ada yang berkata: “Aku meninggalkan kepentingan dunia, karena sedikit manfaatnya, namun banyak menimbulkan kepayahan, cepat rusaknya dan orang yang memilikinya banyak diliputi kehinaan.”

Syaikh al-Imām, guruku berkata: “Tetapi dari perkataan itu, muncul semerbak bau cinta dunia. Sebab, orang yang mengadu atas terpisahnya satu perkara, berarti ia merasa suka bila bertemu dengan perkara itu. Dan barang siapa meninggalkan satu perkara karena adanya orang lain memiliki perkara itu, maka ia pasti senang seandainya memiliki perkara itu sendirian.”

Maka dalam hal ini, yang paling tepat untuk menerangkan bahaya dunia adalah sebagaimana ungkapan guruku: “Sesungguhnya dunia ini adalah musuh Allah, namun Anda justru mencintainya. Barang siapa yang mencintai seseorang, tentu ia membenci musuh orang itu.”

Guruku juga berkata: “Pada dasarnya dunia ini adalah kotor dan merupakan bangkai. Tidakkah Anda lihat, bahwa dunia ini pada akhirnya menjijikkan, rusak, binasa, lenyap dan habis sama sekali. Namun bangkai yang dibungkus dengan kemewahan, kemegahan dan wewangian. Maka hanya orang-orang lalai yang tertipu dengan kondisi lahirnya. Namun bagi orang-orang yang berakal sehat tentu, bersikap zuhud terhadap dunia.”

Apabila ditanyakan, apakah hukum bersikap zuhud terhadap dunia itu, fardhu atau sunah? Maka ketahuilah, bahwa zuhud menurut pendapatku, ada yang tertuju kepada yang halal dan ada yang tertuju kepada yang haram. Bersikap zuhud terhadap yang haram, hukumnya wajib. Sedangkan terhadap yang halal hukumnya sunah. Terhadap barang yang berkedudukan haram, bagi orang-orang yang benar-benar taat memandangnya sebagai bangkai yang menjijikkan, dan tidak akan maju mengambilnya, kecuali ketika dalam kondisi sangat terpaksa (dharūrat), itu pun hanya sekedar untuk menolak kemudharatan.

Sementara zuhud terhadap barang halal, hanya bisa terjadi pada orang-orang yang mencapai tingkat wali abdal, di mana bagi mereka barang halal itu kedudukannya sama dengan bangkai. Mereka tidak mau mengambil atau makan dari harta yang halal, kecuali hanya sekedar yang menjadi keharusan yang tidak bisa tidak. Sedangkan yang haram, menurut pandangan mereka adalah api (neraka). Tidak terlintas sedikit pun di dalam hatinya untuk mengambilnya. Inilah makna al-burūdah (dingin) dalam hati terhadap dunia. Yakni, memutuskan pikiran terhadap dunia, memandangnya kotor lalu mengingkarinya, tidak ada keinginan dalam hatinya untuk memiliki dan mengusahakan.

Jika bertanya, bagaimana mungkin seseorang memandang dunia yang mengundang selera, penuh dengan kelezatan yang menawan, dan selalu dicari oleh setiap manusia, dipandang sebagai api atau bangkai yang menjijikkan? Bukankah secara naluriah, tabiat kita memang menyukai kesenangan dan kenikmatan dunia?

Ketahuilah, bahwa orang yang diberi petunjuk oleh Allah secara khusus, dan mengetahui bahwa pada pokoknya dunia ini penuh bahaya dan kotoran, akan dengan mudah memandang bahwa dunia ini sebagai api atau bangkai. Sementara orang yang merasa heran dengan keterangan ini, hanyalah orang-orang yang mencintai dunia, yang pikirannya buta, tidak menyadari cacat dan bahaya dunia. Merekalah orang-orang yang tertipu oleh keindahan perhiasan lahirnya.

Untuk lebih jelasnya, akan aku kemukakan contoh kepada anda, bahwa hal itu, ibarat seseorang yang membuat kue dengan segala resep dan bahan-bahannya, seperti gula dan lain sebagainya. Kemudian, ia membubuhkan sedikit racun yang mematikan pada adonan itu. Di saat itu ada orang lain yang melihat perbuatannya, dan ada pula yang tidak melihatnya. Setelah selesai, kue itu dihidangkan kepada dua orang tersebut dengan di taburi hiasan yang menarik selera. Bagi orang yang mengetahui bahwa di dalamnya terdapat racun, pasti akan menjauhi dan tidak ada niat untuk memakannya. Ia tidak tertarik sedikit pun, karena seolah-olah dirinya sedang disuguhi hidangan berupa api yang mematikan. Sebab, ia mengetahui dengan yakin bahwa kue itu berbahaya dan tidak mau tertipu oleh hiasan luarnya.

Sedangkan orang yang satunya lagi, karena tidak mengetahui ada racun di dalam kue itu, ia tertarik dengan hiasan luarnya. Ia ingin segera menyantapnya. Selain itu, ia sangat heran kepada orang yang tidak mau menyantap kue itu, sehingga ia malah menganggapnya sebagai orang yang bodoh.

Demikianlah perumpamaan akan keharaman dunia dalam pandangan orang-orang yang waspada dan bersikap lurus, dan orang-orang bodoh yang mencintai dunia.

Bahkan seandainya orang yang menghidangkan kue itu tidak membubuhkan racun, melainkan hanya meludah atau membuang ingus pada adonan kue itu, lalu diberi wewangian dan hiasan, maka orang yang melihat perbuatannya tentu merasa jijik terhadap kue itu dan enggan memakannya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan sangat butuh. Sedangkan orang yang tidak mengetahui hal itu akan tertipu oleh perhiasan luarnya, hingga ia sangat menginginkan, menyukai dan segera ingin menyantap.

Inilah perumpamaan dunia yang halal bagi dua golongan, yaitu golongan manusia yang waspada serta benar-benar taat dan golongan manusia yang cinta dunia serta lalai. Keadaan orang ini jauh berbeda, padahal fisik dan tabiatnya sama. Penyebabnya tiada lain karena yang satu waspada dan berilmu, sementara yang satunya bodoh dan sembrono. Seandainya pecinta dunia itu mengetahui, seperti halnya orang yang zuhud, tentu ia pun akan bersikap zuhud sepertinya. Demikian pula orang yang zuhud, kalau saja ia bodoh seperti pecinta dunia, tentulah akan menjadi pecinta dunia pula.

Dengan demikian jelaslah, bahwa perbedaan antara kedua orang tersebut bukan karena tabiat, tetapi disebabkan oleh faktor kewaspadaan. Hal itu, merupakan pokok permasalahan penting dan berguna serta perkara benar yang kebenarannya diakui oleh orang yang berakal sehat dan sempurna. Allah, Dialah Tuhan yang memberikan kewaspadaan, taufiq dan hidayah berkat anugerah-Nya.

Jika ada yang berkata: “Kita harus menguasai dunia supaya kita bisa tegak beribadah, lalu bagaimana kita harus zuhud?

Maka ketahuilah, bahwa zuhud itu menyangkal benda yang berlebih-lebihan dari keperluan yang dibutuhkan untuk kesehatan jasmani dengan tujuan dapat beribadah kepada Allah. Bukan bertujuan untuk bersenang-senang. Sungguh, jika Allah menghendaki, Dia Kuasa memberikan kekuatan dengan perantaraan suatu sebab. Demikian pula Dia Kuasa memberi kekuatan tanpa sesuatu sebab, seperti memberi kekuatan kepada para malaikat.

Kemudian jika Allah menghendaki dengan sesuatu sebab, maka dengan sesuatu itu anda bisa berhasil mencapai apa yang anda cari dan usahakan. Dan jika Allah menghendaki, bisa saja dengan sesuatu yang lain sebagai penyebab bagi anda yang tidak anda duga dan perkirakan tanpa pencarian dan bentuk usaha. Perhatikan firman Allah s.w.t.:

وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Artinya:

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. (ath-Thalāq: 2-3)

Jika begitu, anda tidak membutuhkan sebuah kondisi untuk mencari-cari dan menginginkan harta duniawi. Tetapi, jika anda belum mampu berzuhud seperti itu, maka pencarian dan keinginan anda terhadap harta duniawi itu, niatkan sebagai bekal dan untuk mencapai ketakwaan dalam beribadah kepada Allah s.w.t. bukan untuk memenuhi syahwat dan kelezatan.

Jika anda berniat demikian, maka usaha pencarian dan keinginan anda terhadap harta duniawi itu masih terbilang baik. Dan pada hakikatnya, anda sudah termasuk orang yang mencari kebaikan akhirat, bukan pencari keduniaan, serta tidak menodai kezuhudan dan kemurnian anda dalam beribadah kepada Allah.

Pahamilah, penjelasan global ini, semoga memperoleh petunjuk dari Allah. Dan kepada-Nya kita mohon pertolongan dan petunjuk.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *