Tahapan Tobat – Minhaj-ul-Abidin (3/5)

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 002 Tahapan Tobat - Minhaj-ul-Abidin

BAB II

TAHAPAN TOBAT

(Bagian 3)

 

Agar dapat keluar dan terbebas dari dosa, maka ketahuilah bahwa dosa itu, secara garis besar ada 3 macam, yaitu:

Pertama: Dosa meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah kepada Anda, seperti meninggalkan shalat, puasa, kaffarat dan lain sebagainya. Maka Anda harus mengganti atau mengqadhakannya.

Kedua: Dosa Anda terhadap Allah s.w.t. seperti dosa minum khamar, bermain seruling (alat musik yang membuat lalai kepada Allah apalagi sampai disertai melakukan kemaksiatan), makan riba dan lain sebagainya. Maka Anda harus menyesali hal tersebut dan mengokohkan komitmen di dalam hati Anda untuk meninggalkan dosa ini dan tidak akan mengulanginya lagi.

Ketiga: Dosa Anda terhadap sesama hamba Allah. Bentuk dosa inilah yang paling berat dan paling sulit mentobatinya. Dosa yang ketiga ini, bermacam-macam bentuknya, adakalanya terkait dengan harta benda, jiwa, kehormatan maupun yang berhubungan dengan keagamaan.

Untuk dosa sesama hamba Allah yang terkait dengan harta benda, maka Anda berkewajiban mengembalikan padanya, jika memungkinkan. Jika Anda tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan, karena ketidakmampuan dan kefakiran Anda, maka Anda harus meminta kehalalan padanya. Jika Anda tidak dapat melakukan hal itu, karena tidak menemukan orangnya atau karena ia telah mati, sementara Anda mampu menyedekahkannya, maka sedekahkanlah untuknya. Apabila tidak memungkinkan bagi Anda menyedekahkan untuknya, maka perbanyaklah berbuat kebajikan, kembalikan persoalan itu kepada Allah. Berdoalah dan merendahlah di hadapan Allah dengan berharap agar Ia berkenan membuat orang itu ridha dan tidak melakukan tuntutan padanya di hari kiamat.

Adapun dosa yang menyangkut jiwa orang lain, maka hendaklah Anda mempersilakan kepadanya atau pada walinya untuk melakukan qisas, atau dengan memohon kehalalannya, sehingga persoalannya menjadi selesai. Jika Anda tidak mampu melakukan hal itu, maka serahkan persoalan itu sepenuhnya kepada Allah, dengan menjadikan orang itu ridha dan tidak melakukan tuntutan kepadanya kelak di hari kiamat.

Sedangkan yang menyangkut harga diri, seperti Anda menggunjing, menuduh dan memaki seseorang, maka seharusnya Anda memberitahukan kepada orang yang mendengar pergunjingan dan tuduhan Anda akan seseorang itu, bahwa apa yang Anda lakukan itu adalah kebohongan dan tidak benar. Atau jika memungkinkan mintalah maaf dan kehalalan orang yang Anda pergunjingkan dan caci maki itu. Yang demikian itu, apabila Anda tidak khawatir, justru ia akan bertambah marah karena keterusterangan Anda bahwa Anda telah menggunjing dan mencaci makinya. Tetapi jika Anda khawatir dia bertambah marah, masalahnya semakin runyam dan menimbulkan fitnah, maka hendaklah Anda menyerahkan kepada Allah. Berdoalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar orang itu rela kepada Anda, dan sebagai perimbangannya agar kiranya Anda menjadikan kebajikan yang banyak buat orang itu, serta mohonkanlah ia ampunan sebanyak-banyaknya kepada Allah.

Adapun dosa yang menyangkut kehormatan diri seseorang, seperti Anda telah melakukan pengkhianatan terhadap teman Anda berkenaan dengan istri, anak atau yang semisalnya, maka tindakan berterus terang dengan meminta maaf dan kehalalannya, kiranya tidaklah tepat, sebab hal itu akan menimbulkan fitnah dan kemarahan yang besar. Namun Anda harus tadharru‘ (merendahkan diri kepada Allah) dan memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar Allah menjadikan orang itu rela kepada Anda dan menjadikan baginya kebaikan yang banyak sebagai perimbangannya. Jika Anda merasa aman dari fitnah, maka memohonlah kehalalannya. Namun tidak timbulnya fitnah dan kemarahan atas keterusterangan Anda itu, sangat langka.

Sementara dosa yang menyangkut soal keagamaan, seperti Anda menyatakan akan kekafiran seseorang atau menuduh orang lain membuat bid‘ah atau menuduhnya tersesat, maka untuk membebaskan diri dan bertobat dari dosa ini lebih sulit. Anda perlu menyatakan bahwa Anda telah melaksanakan kebohongan di hadapan orang yang ketika itu Anda melakukan kebohongan tersebut di hadapannya. Di samping itu Anda masih dituntut untuk meminta maaf dan kehalalan orang yang Anda tuduh itu, jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka berdoalah, memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan menyesali perbuatan Anda itu, agar kiranya orang tersebut dijadikan bisa merelakan dan memaafkan kesalahan Anda.

Kesimpulannya, manakala meminta maaf dan kehalalan atas kesalahan dan dosa Anda kepada orang yang bersangkutan itu memungkinkan, maka lakukanlah. Tetapi jika tidak memungkinkan, maka lakukanlah pendekatan kepada Allah secara benar dan sungguh-sungguh dengan berharap akan kebesaran anugerah dan kebaikan-Nya yang meliputi segala sesuatu secara umum, agar Ia membuat orang itu rela dan tidak melakukan tuntutan kepada Anda kelak di hari kiamat. Atas kehendak Allah, yang demikian itu mudah saja terjadi, ketika Allah mengetahui kebenaran dan kesungguhan hati hamba-Nya ini, sehingga Allah berkenan menjadikan orang itu rela, dengan memberikan kepadanya anugerah yang lebih besar dari gudang anugerah kelaziman, yang menjadi hak dan wewenang Allah. Oleh sebab itu Anda perlu mengetahui hal ini.

Apabila Anda telah melakukan, sebagaimana yang telah kami kemukakan tersebut, dan Anda benar-benar telah membebaskan hati dari keinginan melakukan dosa semisal di masa mendatang, maka Anda telah keluar dari semua dosa-dosa Anda. Bila Anda telah melepaskan (membersihkan) hati, sementara Anda belum mengqadhakan kewajiban-kewajiban Anda yang tertinggal, dan belum memperoleh kerelaan atas kezaliman Anda, maka Anda masih akan dituntut hingga Anda mendapatkan pengampunan dan kerelaannya. Persoalan ini, memerlukan pembahasan yang panjang lebar, tidak cukup memadai dikemukakan dalam kitab yang ringkas ini.

Mengenai masalah ini, Anda bisa melihat pada:

1. Kitab (Bab) Tobat dalam kitab Iḥyā’ Ulūmiddīn

2. Kitab al-Qurbah Ilallāhi ta‘ālā

3. Kitab al-Ghāyat-ul-Qashawa.

Maka Anda akan mendapatkan manfaat dan faedah yang besar dan penjelasan yang memadai di dalam kitab tersebut. Sementara yang kami kemukakan dalam kitab ini, hanyalah pokok-pokoknya terpenting yang menjadi keniscayaan saja. Kepada Allah kita memohon taufiq dan petunjuk.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *