BAB II
TENTANG MUSNAD ILAIH
PASAL 1
MEMBUANG MUSNAD ILAIH
يُحْذَفُ لِلْعِلْمِ وَ لِلاخْتِبَارِ | مُسْتَمِعٍ وَ صِحَّةِ الْإِنْكَارِ |
Artinya:
“Musnad ilaih itu dibuang karena:
- Sudah diketahui musnadnya oleh pendengar, seperti lafaz dalam menjawab pertanyaan:
- Mencoba ingatan pendengar, kuat atau tidaknya.
- Supaya mudah ingat bila diperlukan.
سِتْرٍ وَ ضِيْفٍ فُرْصَةٍ إِجْلَالٍ | وَ عَكْسِهِ وَ نَظْمِ اسْتِعْمَالِ |
كَحَبَّذَا طَرِيْقَةُ الصُّوْفِيَّةْ | تَهْدِيْ إِلَى الْمَرْتَبَةِ الْعَلِيَّةْ |
- Bermaksud menutupinya kepada hadirin selain mukhathab tertentu.
- Karena tergesa-gesa.
- Untuk mengagungkan dengan tidak menyebut namanya.
- Untuk menghina.
- Karena darurat nadhom atau sajak.
- Mengikuti penggunaan Bahasa ‘Arab.
- Khabar ditakhsis dengan lafaz (نِعْمَ) atau (بِئْسَ) atau (حَبَّذَا). Seperti contoh dalam bait:
حَبَّذَا طَرِيْقَةُ الصُّوْفِيَّةْ | تَهْدِيْ إِلَى الْمَرْتَبَةِ الْعَلِيَّةْ |
Artinya:
“Sebaik-baik perjalanan ialah perjalanan (Thariqat) Ahli Tasawwuf yang menuju ke martabat yang mulia.”
Komentar
Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?