1-A Identitas Imam Abu Hanifah – Biografi Imam Abu Hanifah

Biografi IMĀM ABŪ HANĪFAH
(Judul Asli: Silsilat al-Aimmah al-Mushawwarah (3): al-Imām Abu Hanifah al-Numān)
Oleh: Dr. Tariq Suwaidan

Penerjemah: M. Taufik Damas dan M. Zaenal Arifin.
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: 001 Pertumbuhan Dan Keluarga | Biografi Imam Abu Hanifah

BAGIAN SATU

MASA PERTUMBUHAN DAN MASA MENCARI ILMU

BAB 1

PERTUMBUHAN DAN KELUARGA

 

A. IDENTITAS IMĀM ABŪ ḤANĪFAH

Nama dan Nasab

Nama lengkap Abū Ḥanīfah adalah al-Nu‘mān ibn Tsābit ibn al-Zuthā al-Fārisī. Inilah namanya yang paling masyhur. Atas dasar ini, berarti ia berasal dari keturunan Persia. Kakeknya berasal dari daerah Kabul yang menjadi tawanan ketika Kabul ditaklukkan bangsa ‘Arab, kemudian dibebaskan oleh Bani Taym ibn Tsa‘labah. Jadi hak wala’-nya mengikuti Bani Taym. (Maula berarti budak yang dibebaskan dan memiliki aturan hukum fikih tersendiri). Begitulah riwayat nasab Abū Ḥanīfah yang dituturkan oleh cucunya, yaitu ‘Umar ibn Ḥammād ibn Abī Ḥanīfah.

Meski demikian, cucu Abū Ḥanīfah yang lain, yaitu Ismā‘īl (saudara ‘Umar), menyebutkan bahwa nama lengkap Abū Ḥanīfah adalah al-Nu‘mān ibn Tsābit ibn al-Nu‘mān ibn al-Marzubān. Ismā‘īl berkata: “Namaku Ismā‘īl ibn Hammād al-Nu‘mān ibn Tsābit ibn al-Nu‘mān ibn al-Marzubān, dari kalangan keluarga Persia yang merdeka. Demi Allah, tak sekali pun kami pernah mengalami perbudakan.”

Nasab Asli

Lepas dari perdebatan apakah perbudakan pernah dialami oleh kakeknya atau tidak, Abū Ḥanīfah dan ayahnya lahir dalam status merdeka. Kapasitas keilmuan dan kemuliaannya tidak terpengaruh oleh perdebatan tersebut karena kemuliaan Abū Ḥanīfah bukan berdasarkan nasab atau harta, melainkan karena keunggulannya dalam ilmu pengetahuan, intelektualitas, dan ketakwaan.

Dalam hal ini al-Makki berkata: “Ketahuilah bahwa ketakwaan adalah nasab yang paling tinggi dan perantara paling kuat untuk mendapatkan pahala.” Allah berfirman: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah orang-orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (al-Ḥujurāt: 13).

Seorang penyair bertutur:

Demi umurmu! Manusia tak lain adalah anak agamanya

Jadi, jangan menggantungkan ketakwaan pada nasab keturunan

Islam telah mengangkat (derajat) Salmān al-Fārisī

Dan kemusyrikan telah menentukan nasib Abū Lahab.

 

Abū Ḥanīfah dan orangtuanya berstatus bebas-merdeka. (Dikatakan bahwa kakeknya pernah berstatus budak, tapi kemudian dibebaskan). Kemuliaan hakiki Abū Ḥanīfah terletak pada keilmuan dan akhlaknya yang adiluhung.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *