02-3 Perkara-perkara yang Membatalkan Ibadah Puasa – Sudah Sahkah Puasa Anda?

SUDAH SAHKAH PUASA ANDA?
 
Penulis: Ust. Segaf Hasan Baharun, S. HI.

 
Penerbit: YAYASAN PONDOK PESANTREN DARULLUGHAH WADDA‘WAH

Rangkaian Pos: 02 Puasa Bulan Ramadhan - Sudah Sahkah Puasa Anda?

G. Perkara-perkara yang Membatalkan Ibadah Puasa.

1. Masuknya Sesuatu Benda ke dalam Tubuh.

Masuknya suatu benda ke dalam tubuh seperti, makanan, minuman dan lain-lain, atau kejaringan otak seperti obat dan lain-lain yang dimasukkan melalui hidung, maka akan membatalkan puasa. Akan tetapi hal itu tidak akan membatalkan puasa kecuali jika masuknya benda tersebut melalui tempat-tempat lubang yang terbuka dalam tubuh seperti mulut, kuping, hidung, dubur dan lain-lain. Lain halnya jika hal tersebut masuk tidak melewati lubang-lubang tersebut, maka tidak batal puasanya, seperti masuknya suatu benda (celak) ke dalam balik kelopak mata atau masuknya air lewat pori-pori, maka hukumnya tidak batal, karena benda tersebut masuk melalui lobang yang tidak terbuka.

Dan jika masuknya suatu benda ke dalam tubuh karena lupa atau terpaksa atau karena dia adalah seseorang yang jāhil ma‘dzūr maka tidak batal puasanya.

2. Bersetubuh.

Termasuk yang membatalkan puasa adalah dengan melakukan persetubuhan saat berpuasa. Dan yang dimaksudkan bersetubuh di sini adalah masuknya dzakar seorang laki-laki ke dalam vagina seorang wanita, baik istrinya atau bukan, mengalami orgasme atau tidak, sebentar atau lama, maka batal puasa keduanya kecuali jika melakukannya karena lupa, dipaksa atau dia seorang jāhil ma‘dzūr.

3. Haidh dan Nifas.

Jika seorang wanita sedang berpuasa, kemudian keluar darah haidh atau nifas sebelum terbenamnya matahari hari itu, maka hukum puasanya batal walaupun darah yang keluar sedikit.

4. Melahirkan.

Jika pada saat berpuasa seorang wanita melahirkan, maka batal puasanya, baik anak yang dilahirkan sempurna atau keguguran, walaupun berupa segumpal darah.

5. Sengaja Memuntahkan Sesuatu Dari Perut.

Berusaha memuntahkan sesuatu dari dalam perut di saat berpuasa dilarang, dan apabila keluar sesuatu dari dalam perut dengan usaha tersebut maka batallah puasanya. Lain halnya jika tidak disengaja karena sakit atau mabuk perjalanan, maka tidak batal puasanya. Akan tetapi wajib dia berkumur-kumur sehingga sisa muntahannya tidak masuk lagi ke dalam perut.

6. Istimnā‘ (Onani/Masturbasi).

Yang dimaksudkan dengan istimna‘ itu adalah berusaha mengeluarkan air mani (sperma) dengan cara onani/masturbasi, baik dengan tangannya sendiri atau dengan tangan orang lain, dengan alat atau tidak. Begitu pula jika keluarnya karena berciuman atau berpelukan yang dilakukan pada saat berpuasa maka batallah puasanya. Tetapi tidak batal puasanya jika yang keluar hanya air madzī (lubrikasi, yaitu lendir yang keluar ketika sedang syahwat) juga tidak batal puasanya jika keluarnya mani disebabkan iḥtilām (mimpi).

7. Murtad.

Murtad termasuk perkara yang membatalkan puasa, maka apabila seseorang murtad pada saat dia berpuasa maka batal puasanya, walaupun sebentar murtadnya lalu mengucapkan dua kalimat syahādat. Baik murtadnya dengan perkataan seperti mencela Allah, atau dengan pekerjaan seperti menyembah patung atau dengan niat seperti berniat untuk murtad.

8. Gila.

Apabila seorang yang sedang berpuasa itu gila, maka batallah puasanya, walaupun gilanya itu sebentar. Dan tidak wajib diqadha’, jika sudah sadar. Akan tetapi jika dia sadar pada siang hari Ramadhān maka sunnah baginya untuk imsāk (menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa) pada hari itu dan sunnah mengqadha’nya.

9. Pingsan dan Mabuk.

Pingsan dan mabuk termasuk yang membatalkan puasa, asalkan keduanya terjadi sepanjang hari yaitu mulai terbitnya fajar shādiq sampai terbenamnya matahari dia masih dalam keadaan mabuk atau pingsan. Namun jika sadar pada siang hari walaupun sekejap kemudian pingsan lagi, maka tidak batal puasanya. Begitu pula tidak batal puasanya, jika dia tidur mulai pagi hari sampai terbenamnya matahari.

H. Orang-orang Yang Tidak Wajib Berpuasa.

Agama Islam adalah agama yang sangat bijaksana, tidak menggariskan suatu hukum, kecuali yang dapat dilakukan oleh umat Islam dengan tanpa adanya kesulitan. Jika ada yang merasa kesulitan, maka agama akan menggugurkan kewajiban tersebut kepada orang itu. Begitu pula dalam ibadah puasa. Mereka yang ada pada dirinya ‘udzur, tidak diwajibkan sama sekali untuk berpuasa atau menundanya pada hari-hari lainnya, ketika mereka telah lepas dari ‘udzur tersebut.

Adapun mereka yang tidak wajib berpuasa karena ‘udzur adalah sebagai berikut:

1. Anak Kecil.

Anak kecil yang belum mumayyiz (belum bisa makan, minum dan cebok sendiri), dan belum berumur tujuh tahun, tidak wajib untuk berpuasa, karena sudah barang tentu anak seusia tersebut tidak mampu untuk melaksanakannya.

Dan jika sudah beranjak mumayyiz dan berumur tujuh tahun, baru agama memerintahkan orang tua anak tersebut untuk membiasakannya berpuasa. Mulai berpuasa hanya sampai waktu Zhuhur, lalu sampai waktu ‘Ashar dan kemudian jika sudah berumur 10 tahun akan mampu untuk berpuasa sehari penuh karena telah terlatih sebelumnya. Dan jika pada usia tersebut si anak tidak melaksanakannya, maka wajib atas orang tua untuk memukulnya, sehingga tatkala baligh nanti, dia akan takut untuk meninggalkannya. Betapa indahnya agama Islam ini dalam mendidik umatnya untuk melaksanakan syariat agama.

2. Para Lansia.

Orang-orang tua yang sudah tidak mampu untuk melaksanakan ibadah puasa, yang sekiranya jika dia paksakan untuk berpuasa akan sakit atau pingsan, tidak wajib untuk berpuasa. Sebagai gantinya dia wajib mengeluarkan fidyah setiap harinya 6,25 ons dari beras. Boleh dikeluarkan awal bulan sekaligus pada akhir bulan atau dikeluarkan perhari.

3. Orang Yang Hilang Akal.

Anak kecil yang belum baligh tidak wajib berpuasa, apalagi orang yang tidak berakal, baik hilang akalnya karena gila, pingsan dan lain-lain. Dan nanti tatkala dia sadar tidak wajib mengqadha’nya, dan juga tidak wajib membayar fidyah. Cuma sunnah untuk diqadha’ jika dikarenakan pingsan.

4. Orang Yang Sakit.

Orang yang sakit, tentunya tidak mampu untuk melaksanakan puasa. Oleh karenanya, tidak wajib atasnya berpuasa, asalkan hal itu dengan petunjuk dokter, bahwa jika dia berpuasa, maka penyakitnya tidak akan sembuh atau tambah parah, dan akan menyebabkan kematian misalnya. Dan nanti jika sembuh dia wajib mengqadha’nya.

5. Wanita Hamil dan Menyusui.

Wanita yang sedang mengandung dan menyusui, akan terkuras energinya, sehingga akan selalu makan dan merasa lapar, karena dia makan untuk dua orang. Untuk dirinya dan untuk anaknya yang dikandung atau disusuinya. Oleh karenanya agama membolehkan kedua orang ini untuk tidak berpuasa.

Dan nanti setelah tidak hamil dan menyusui lagi, dia wajib mengqadha’nya dan ditambah fidyah setiap harinya satu mud (6,25 ons), jika dia meninggalkan puasa karena khawatir akan kesehatan anaknya saja. Dan jika khawatir akan kesehatan dirinya saja atau keduanya, maka tidak wajib fidyah, cukup mengqadha’nya saja.

6. Wanita Yang Sedang Haidh dan Nifas.

Wanita yang sedang mengeluarkan darah haidh dan nifas, akan terkuras energinya dan merasa lemas karena keluarnya darah. Dan jika dituntut untuk berpuasa akan berkumpullah dua hal yang melemahkan badan. Dan hal itu tidak diinginkan agama Islam. Oleh karenanya, tidak diwajibkan atasnya untuk berpuasa, bahkan haram hukumnya.

Dan nanti setelah suci dari haidh dan nifasnya wajib mengqadha’nya.

I. Orang-orang Yang Wajib Imsāk di Siang Ramadhān.

Orang-orang yang disebut di bawah ini adalah mereka yang wajib imsāk (menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa) pada siang Ramadhān dan wajib mengqadha’nya pada hari yang lain. Hal ini adalah untuk menghormati bulan Ramadhān dan menyerupai orang-orang yang berpuasa.

  1. Orang yang sengaja berbuka pada siang Ramadhān tapan ‘Udzur, maka wajib atasnya imsāk pada sisa hari itu sebagai hukuman atas perbuatannya.
  2. Orang yang lupa berniat pada malam hari.
  3. Orang yang bersahur mengira masih belum terbit fajar, padahal sudah terbit fajar.
  4. Orang yang berbuka mengira sudah masuk waktu maghrib padahal belum masuk, maka dia harus imsak sampai nyata masuknya waktu maghrib.
  5. Orang yang pada 30 Sya‘bān tidak berpuasa lalu dinyatakan bahwa hari itu hari pertama bulan Ramadhān.
  6. Orang yang kemasukkan air disebabkan terlalu berlebihan dalam berkumur dan istinsyāq (memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya kembali) waktu berwudhu’.

J. Orang-orang yang Sunnah Imsāk Pada Siang Ramadhān.

  1. Anak kecil apabila dia baligh di siang Ramadhān, sedangkan dia tidak puasa waktu itu.
  2. Orang gila yang sadar pada siang Ramadhan.
  3. Orang kafir apabila masuk Islam pada siang Ramadhān.
  4. Musafir jika sudah sampai ke kotanya pada siang Ramadhān.
  5. Orang yang sakit jika sudah sembuh pada siang Ramadhān.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *