000-1 Mukadimah – Kasyifat-us-Saja’

كاشفة السجا في شرح سفينة النجا
Kāsyifat-us-Sajā fī Syarḥi Safīnat-un-Najā
(Tirai penutup yang tersingkap dalam mensyarahi kitab Safīnat-un-Najā [Perahu Keselamatan])
لمحمد نووي بن عمر الجاوي
Oleh: Muḥammad Nawawī bin ‘Umar al-Jāwī

Alih Bahasa: Zainal ‘Arifin Yahya
Penerbit: Pustaka Mampir

Rangkaian Pos: 000 Mukadimah - Kasyifat-us-Saja'

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ لِأَدَاءِ أَفْضَلِ الطَّاعَاتِ، وَ اكْتِسَابِ أَكْمَلِ السَّعَادَاتِ،

Segala puji bagi Allah, Dzat yang memberi taufiq kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara para hamba-Nya untuk menunaikan berbagai ketaatan yang paling utama, dan berusaha meraih berbagai kebahagiaan yang paling sempurna.

وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الْمُتَّصِفُ بِجَمِيْعِ الْكَمَالَاتِ،

Dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah, yang bersifat dengan segala kesempurnaan.

وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رُسُوْلُهُ أَفْضَلُ الْمَخْلُوْقَاتِ

Dan aku bersaksi sesungguhnya Baginda kita, Nabi Muḥammad s.a.w. adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, adalah beliau seutama-utama makhluk.

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الْأَنْجُمِ النِّيْرَاتِ،

Semoga Allah mencurahkan rahmat dan keselamatan kepada beliau, dan kepada para keluarga beliau, dan para sahabat beliau, sang bintang gemintang yang bersinaran.

صَلَاةً وَ سَلَامًا دَائِمَيْنِ مَا دَامَتِ الْأَرْضُ وَ السَّموَاتِ.

Dengan limpahan rahmat dan keselamatan yang senantiasa tercurah selama bumi dan tujuh lapis langit [masih] tetap ada.

(أما بعد) فَيَقُوْلُ الْعَبْدُ الْفَقِيْرُ الْمُضْطِرُّ لِرَحْمَةِ رَبِّهِ الْحَلِيْمِ الْخَبِيْرِ، لِكَثْرَةِ التَّقْصِيْرِ وَ الْمَسَاوِيْ،

(Adapun setelah itu), maka berkata seorang hamba yang fakir, lagi sangat butuh kepada rahmat Tuhannya, Yang Maha Welas Asih lagi Maha Mengawasi, karena banyak [melakukan] kecerobohan dan berbagai dosa.

أَبُوْ عَبْدِ الْمُعْطِي مُحَمَّدٌ نَوَوِي بْنُ عُمَرَ الْجَاوِيُّ،

yaitu Syaikh Abū ‘Abd-il-Mu‘thī Muḥammad Nawawī bin ‘Umar berkebangsaan Jawa.

 

الشَّافِعِيُّ مَذْهَبًا اَلْبَنْتَنِيُّ إِقْلِيْمًا التَّنَارِيُّ مَنْشَأً وَ دَارًا

Imam Syāfi‘ī sebagai [anutan] madzhab-nya, Banten sebagai wilayah tinggalnya, Tanara sebagai tempat tumbuh kembang hidupnya dan rumahnya.

غَفَرَ اللهُ ذُنُوْبَهُ، وَ سَتَرَ فِي الدَّارَيْنِ عُيُوْبَهُ

Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, dan menutupi aib-aib beliau di dua negeri [dunia dan akhirat].

(هذِهِ) تَقْيِيْدَاتٌ نَافِعَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى عَلَى الْمُخْتَصَرِ الْمُلَقَّبِ بِسَفِيْنَةِ النَّجَا فِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَ الْفِقْهِ لِلشَّيْخِ الْعَالِمِ الْفَاضِلِ سَالِمٍ بْنِ سُمَيْرٍ الْحَضْرَمِيِّ، إِقْلِيْمًا وَ الْبَتَاوِيِّ وَفَاةً نَوَّرَ اللهُ ضَرِيْحَهُ

[Beliau berkata]: “Kitab ini merupakan catatan-catatan pelengkap yang bermanfaat, in syā’ Allāh, atas kitab ringkas, yang berjudul Safīnat-un-Najā [perahu keselamatan], yang berisi ilmu Ushūluddīn [pokok-pokok agama, tauhid] dan ilmu Fiqh, karya Syaikh al-‘Ᾱlim al-Fādhil Sālim bin Sumair al-Hadhramī, Hadramaut [Yaman selatan], wilayah asalnya, dan Betawi [Jakarta] tempat wafatnya. Semoga Allah menerangi kuburan beliau.

تُتَمِّمُ مَسَائِلَهُ وَ تَفُكُّ مُشْكِلَهُ وَ تُفَصِّلُ مُجْمَلَهُ

[Kitab syarah ini] menyempurnakan beberapa masalah kitab ringkas tersebut, dan memecahkan persoalan yang belum jelas dalam kitab tersebut, dan mendetilkan hal yang masih umum dalam kitab tersebut.

وَضَعْتُهَا لِتَكُوْنَ تَذْكِرَةً لِنَفْسِيْ، وَ لِلْقَاصِرِيْنَ مِثْلِيْ مِنْ أَبْنَاءِ جِنْسِيْ،

Aku [Syaikh Nawawī al-Bantanī] menyusun kitab ini agar kitab syarah ini menjadi sebagai pengingat bagi diriku, dan bagi orang-orang yang ceroboh sepertiku, dari anak-anak sejenisku [manusia].

وَ سَمَّيْتُهَا: (كَاشِفَةُ السَّجَا فِيْ شَرْحِ سَفِيْنَةُ النَّجَا)

Aku menamai kita syarah ini dengan Kāsyifat-us-Sajā fī Syarḥi Safīnat-un-Najā (Tirai penutup yang tersingkap dalam mensyarahi kitab Safīnat-un-Najā [Perahu Keselamatan])

وَ أَوْضَحْتُهُ بِالتَّرَاجِمِ بِالْفَصْلِ وَ غَيْرِهِ اقْتِدَاءً بِكِتَابِ اللهِ تَعَالَى فِيْ كَوْنِهِ مُتَرَجَّمًا مُفَصَّلًا سُوْرَةً سُوْرَةً

Dan aku memperjelas kitab syarah ini dengan berbagai penjelasan dengan dipisah-pisahkan pemisahan [fasal] dan selainnya, karena mengikuti kitābullāh ta‘ālā dalam keberadaannya sebagai sesuatu yang ditafsirkan dan terpisah-pisahkan, surah demi surah.

وَ لِأَنَّهُ أَبْعَثُ عَلَى الدَّرْسِ وَ التَّحْصِيْلِ مِنْهُ وَ أَقْحَمْتُ فِيْهِ فَصْلَ الصِّيَامِ، إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى لِيَزِيْدَ النَّفْعَ عَلَى الْعَوَامِّ، بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ،

Dan karena sesungguhnya hal itu dapat lebih mendorong untuk mempelajari dan memperoleh [ilmu] dari kitab syarah ini. Dan aku berupaya maksimal mengupas di kitab ini akan fasal puasa. In syā’ Allāh ta‘ālā agar dapat menambah kemanfaatan bagi orang-orang awam, dengan pertolongan Allah, Sang Merajai yang Maha Mengetahui.

وَ جَعَلْتُهُ كَهَيْئَةِ الْمَتَنِ مَعَ الشَّرْحِ فِي الْمَشَابَكَةِ لِتَوَافِقِ صُوْرَةُ الْفَرْعِ صُوْرَةَ الْأَصْلِ فَإِنَّ شَرْطَ الْمُرَافَقَةِ الْمُوَافَقَةُ

Dan aku membentuk kitab ini sama seperti bentuk matan [teks aslinya] disertai dengan penjelasan dalam hal saling berjalinan [satu sama lain], agar tersesuaikan bentuk turunan [syarah] dengan bentuk asalnya [matan], karena sesungguhnya syarat pertemanan adalah saling kecocokan.

نَسْأَلُهُ سُبْحَانَهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى أَنْ يُعِيْنَنَا عَلَى إِكْمَالِهَا وَ يُيَسِّرَ الْأَسْبَابَ فِي افْتِتَاحِهَا وَ اخْتِتَامِهَا،

Kami mohon kepada Allah s.w.t., agar Dia berkenan menolong kami untuk menyempurnakan kitab ini dan memudahkan berbagai sebab dalam memulai [penulisan] kitab syarah ini dan mengakhirinya.

وَ مَا حَمَلَنِيْ عَلَى جَمْعِهَا إِلَّا رَجَاءُ دَعْوَةِ رَجُلٍ صَالِحٍ يَنْتَفِعُ مِنْهَا بِمَسْأَلَةٍ فَيَعُوْدَ نَفْعُهَا عَلَيَّ فِيْ قَبْرِيْ

Dan tidak ada yang membawaku untuk menghimpun kitab ini, kecuali mengharapkan doa orang shaleh yang meraih manfaat dari kitab syarah ini terhadap suatu masalah, sehingga akan kembali kemanfaatannya itu kepada diriku di dalam kuburanku,

لِحَدِيْثِ: “إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ”

Berdasarkan hadits (KS-011): “Apabila anak Adam telah wafat, maka terputus amalnya, kecuali tiga hal, yaitu (1). shadaqah jāriyah [sedekah yang terus mengalirkan pahala], atau (2). ilmu yang bermanfaat, atau (3). anak shalih yang senantiasa berdoa untuknya.

وَ أَنَا وَ إِنْ كُنْتُ لَسْتُ أَهْلًا لِهذَا الشَّأْنِ وَ الْحَالُ قَصَدْتُ التَّشَبَّهَ بِالرِّجَالِ لِأَفُوْزَ بِصُحْبَتِيْ إِيَّاهُمْ

Dan aku, meskipun diriku bukanlah orang yang layak untuk hal positif dan perilaku baik ini, namun aku bermaksud menyerupakan diri dengan orang-orang pilihan tersebut, agar aku dapat beruntung dengan sebab persahabatanku dengan mereka.

لِمَا وَرَدَ فِي الْخَبَرِ: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ،

Berdasarkan keterangan yang teriwayatkan dalam suatu hadits (KS-022): “Siapa saja yang menyerupakan diri dengan suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.

وَ أَرَدْتُ الْغَوْصَ فِيْ مَحَبَّتِهِمْ لِأَحْشُرَ مَعَهُمْ لِحَدِيْثِ الْبُخَارِيِّ: “يُحْشَرُ الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ”

Dan aku ingin bertotalitas (menyelam) dalam mencintai mereka, agar aku dikumpulkan bersama mereka [pada hari kiamat], berdasarkan hadits Imam Bukhārī (KS-033): “Seseorang akan dihimpun bersama orang yang dicintainya.

وَ يَنْبَغِيْ لِمَنْ وَقَّفَ عَلَى هَفْوَةٍ أَنْ يُصْلِحَهَا بَعْدَ التَّأَمُّلِ

Dan seyogyanya bagi siapa saja yang telah mengetahui atas suatu kekeliruan [pada kitab syarah ini], hendaknya ia memperbaikinya setelah melakukan perenungan.

نَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى أَنْ يُبْدِلَ حَالَنَا إِلَى أَحْسَنِ الْأَحْوَالِ

Kami memohon kepda Allah ta‘ālā, agar Dia berkenan menukar perilaku kami kepada perilaku-perilaku yang terbaik,

وَ أَنْ يَجْعَلَنَا مِمَّنْ تَسْعَى إِلَيْهِ النَّاسُ لِأَخْذِ الْعِلْمِ لَا لِحُظُوْظِ الدُّنْيَا الْفَانِيَةِ

Dan semoga Dia berkenan menjadikan kami termasuk orang, yang manusia berjalan menuju diri-Nya untuk mengambil ilmu, bukan untuk mengambil bagian-bagian duniawi yang fana,

وَ أَنْ يُمَتِّعَنَا بِالنَّظَرِ إِلَى وَجْهِهِ الْكَرِيْمِ فِي الدَّارِ الْبَاقِيَةِ.

Dan semoga Dia berkenan memberi kenikmatan kepada kami, dengan dapat melihat kepada Dzat-Nya Yang Mulia, di negeri nan abadi.

Catatan:


  1. KS-01: Terdapat di Shaḥīḥ Muslim hadtis ke 3084 (Kitab al-Washiyyah, Bab mā yalḥaq-ul-Insāna min-ats-Tsawābi ba‘da wafātihi), dari Abū Hurairah, dengan lafazh al-Insān. Terdapat di Sunan Tirmidzī hadits ke 1381 (Kitab al-Aḥkāmi ‘an Rasūlillāhi, Bab fil-Wāfī), dari Abū Hurairah, dengan lafazh al-Insān. Terdapat di Sunan Nasā’ī hadits ke 3650 (Kitab al-Washāyā, Bab Fadhl-ush-Shadaqati ‘an-il-Mayyit), dari Abū Hurairah, dengan lafazh al-Insān. Terdapat di Sunan Abī Dāūd hadits ke 2880 (Kitab al-Washāyā, Bab Mā Jā’a fish-Shadaqati ‘an-il-Mayyit), dari Abū Hurairah, dengan lafazh al-Insān. Terdapat di Musnad Aḥmad hadits ke 8489 [dari Abū Hurairah], dengan lafazh al-Insān. Terdapat di Sunan Dārimī hadits ke 546 (al-Muqaddimah, Bab al-Balāghi ‘an Rasūlullāhi s.a.w. wa ta‘līm-us-Sunan), dari Abū Hurairah, dengan lafazh al-Insān. Terdapt di Riyādh-ush-Shāliḥīn, Imām Abū Zakariyyā Yaḥyā bin Syaraf an-Nawawī ad-Dimasyqī [631 H. – 676 H.], Cetakan Pertama Dar al-Fikr, Beirut Libanon tahun 1425-1426 H./2005 M., halaman 252, hadits ke 1383, dari Abū Hurairah. Terdapat di dalam kitab Miftaḥu Dār-us-Sa‘ādah, Imām Ibnu Qayyim al-Jauziyyah [691-751 H.], Juz 1, halaman 175, dari Abū Hurairah [HR. Muslim]. Terdapat di dalam kitab at-Targhību wat-Tarhīb, Imām al-Mundzirī [581-656 H.], Juz 1, halaman 55, hadits ke 124, dan halaman 62, hadits ke 156, dan halaman 68, hadits ke 188, dari Abū Hurairah. [HR. Muslim dan selainnya]. Di dalam kitab al-Jāmi‘-ush-Shaghīr, Imām Jalāluddīn as-Suyuthī (wafat 911 H.) juz 1, huruf hamzah, halaman 35, baris ke-6-7, HR. Bukhārī dalam kitab Adab, Muslim, Abū Dāūd, Nasā’ī, dari Abū Hurairah dengan lafazh al-Insān. Terdapat di dalam kitab Mawāhib-ush-Shamad, Syaikh Aḥmad bin Ḥijāzī al-Fasyānī, Bab al-Waqfi, halaman 104, baris ke 14. Terdapat di dalam kitab Fatḥ-ul-Wahhāb, Syaikh-ul-Islām Abī Yaḥyā Zakariyyā al-Anshārī [825-925 H.], Juz 1, Kitab al-Wāfī, halaman 256, baris ke 20. 
  2. KS-02: Terdapat di dalam Sunan Abī Dāūd hadits ke 4032 (Kitab al-Libās, Bab fī lubs-isy-Syuhrah), dari Ibnu ‘Umar. Terdapat dalam Musnad Aḥmad hadits ke 4868,4869 dan 5409 dari Ibnu ‘Umar. Terdapat di kitab Syu‘ab-ul-Īmān, Imām Baihaqī [384-458 H.], Juz II, halaman 75, hadits ke 1/199, dari Ibnu ‘Umar. Terdapat di kitab Talbīsu Iblīs, Imām Abul-Faraj ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Alī Ibn-ul-Jauzī [510-597 H.], cetakan pertama tahun 1426 H./2005 M., Dar Ibn Hazim, Beirut Libanon, halaman 211, dari Ibnu ‘Umar. Terdapat di dalam kitab al-Jāmi‘-ush-Shaghīr, Juz II, huruf mīm, halaman 168, baris ke 32-33, HR. Ibnu Ruslān, Abū Dāūd [dari Ibnu ‘Umar], HR. Thabrānī [dari Ḥudzaifah]. 
  3. KS-03: Di dalam Shaḥīḥ Bukhāri, Kitab al-Adab, Bab ‘alāmati ḥubbillāhi ‘azza wa jalla, hadits ke 5702 dan 5703 [dari ‘Abdullāh bin Mas‘ūd] dan hadits ke 5704 [dari Abū Mūsā al-Asy‘arī], tanpa lafazh yuḥsyaru. Di dalam Shaḥīḥ Muslim hadtis ke 4779 (Kitab Birri wash-Shilati wal-Ādāb, Bab al-Mar’u Ma‘a Man Aḥabba) dari ‘Abdullāh bin Mas‘ūd, tanpa lafazh yuḥsyaru. Di dalam Sunan Tirmidzī, Kitab az-Zuhdi ‘an Rasūlillāh, Bab Mā Jā’a ’ann-al-Mar’a Ma‘a Man Aḥabba), hadits ke 2392 dan 2393 [dari Anas bin Mālik] dan hadits ke 2394 [dari Shafwān bin ‘Assāl], dan hadits ke 3546 dan 3547 (Kitab ad-Da‘awāti Rasūlillāh, Bab Fī Fadhl-it-Taubati wal-Istighfāri wa Mā Dzukira min Raḥmatillāhi Li ‘Ibādihi) dari Shafwān bin ‘Assāl al-Murādiyyī, tanpa lafazh yuḥsyaru. Di dalam Sunan Abī Dāūd hadits ke 5127 (Kitab al-Ādāb, Bab Ikhbār-ir-Rajul-ir-Rajula bi-maḥabbatihi iyyāhu), dari Anas bin Mālik, tanpa lafazh yuḥsyaru. Di dalam Musnad Aḥmad hadits ke 11/575, 11/632, 12/164, 12/595, 12/747, 12/838, 12/909, 13/326 (dari Abū Mūsā al-Asy‘arī), tanpa lafazh yuḥsyaru. Di dalam kitab al-Jāmi‘-ush-Shaghīr, Juz II, huruf mīm, halaman 185, baris ke 2-1 [dari bawah], HR. Aḥmad, Bukhārī, Muslim, Abū Dāūd, Tirmidzī dan Nasā’ī [dari Anas] dan HR. Bukhārī dan Muslim [dari Ibnu Mas‘ūd], dan HR. Tirmidzī [dari Anas], tanpa lafazh yuḥsyaru. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *