0-1 Mengapa Abu Hanifah – Biografi Imam Abu Hanifah

Biografi IMĀM ABŪ HANĪFAH
(Judul Asli: Silsilat al-Aimmah al-Mushawwarah (3): al-Imām Abu Hanifah al-Numān)
Oleh: Dr. Tariq Suwaidan

Penerjemah: M. Taufik Damas dan M. Zaenal Arifin.
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: 001 Pertumbuhan Dan Keluarga | Biografi Imam Abu Hanifah

MENGAPA ABŪ ḤANĪFAH

 

Untuk generasi yang selalu menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari sosok teladan yang mengusung kebebasan dan keberanian, aku persembahkan buku ini.

Mata kita harus memandang ke masa depan dan ke masa lalu secara bersamaan. Masa lalu adalah gudang perbendaharaan yang menjaga keseimbangan kita. Kita tidak akan menerima sesuatu yang tidak diketahui kecuali di tangan kita ada segenggam pengetahuan. Kita tidak bisa hidup dengan darah orang lain. Kita hidup harus dengan darah kita yang berasal dari sumber-sumber milik kita. Dengan demikian kita menjadi lebih sehat dan tegar. Jika pada hari ini kita hanya mengenal sekelumit dari perbendaharaan yang kita miliki maka kita harus melihat kembali sejarah kita. Kita harus menyadari bahwa obat tidak perlu didatangkan dari luar jika kekebalan tubuh ada dalam diri dengan membangkitkan kekuatan diri kita sendiri yang selalu hidup. Kita harus melemparkan timba ke dalam sumber yang kita miliki. Alangkah dalamnya sumber itu; alangkah dahsyatnya perbendaharaan itu.

Imām Abū Ḥanīfah adalah imam besar dan pemikir terbesar dalam hukum Islam. Dalam setiap detak jantungnya terdapat hidayah. Ilmunya dihiasi keberanian dan perjuangan yang tak kenal henti. Ia berhasil menjelaskan kepada masyarakat tentang perbedaan kerja para politisi dan tentara dengan kerja kesinambungan para ilmuwan dan pemikir. Masyakarat jadi memiliki kemampuan tertentu untuk melihat keindahan dan memilih kebaikan dalam kehidupan duniawi, ketika mereka mampu menghiasi diri dengan pelita-pelita ahli fikih. Jika terjadi pertentangan antara pikiran dan kekuasaan, antara pendapat ahli fikih dan khalifah, maka posisi pikiran tetap lebih tinggi.

Kita memiliki teladan yang baik dalam diri Imām Besar Abū Ḥanīfah. Dialah simbol berbagai pengorbanan. Dalam berbagai jalan kehidupan, kita dapat menjadikannya sebagai teladan. Kita mengikuti berbagai petunjuknya.

Hendaknya kita mengambil dari peradaban kita faktor utama kesuksesan peradaban tersebut, yaitu sikap menghargai nilai-nilai di atas hal-hal materialistis dalam kehidupan ini. Kita harus mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh para tokoh peradaban Barat yang hampir mendekati era kebangkrutan karena absennya nilai-nilai dalam peradaban mereka. Kita harus meneladani para tokoh peradaban kita dan berpegang teguh pada berbagai faktor lahirnya kebangkitan.

Islam pernah mengalami kejayaannya ketika para muslim berpegang teguh pada adab-adab Islam. Ketika mereka menyia-nyiakan itu semua, mengagungkan diri sendiri dan tidak mau berkorban, maka kekuatan mereka akan terberai dan kewibawaan mereka akan jatuh.

 

Dr. Tariq Suwaidan

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *